"Jangan lupa makan, Mas!" Pesan yang Aluna lihat siang ini di ponsel Angkasa. Dia melihat itu pesan dari Ulfa. Untuk apa Ulfa mengirim pesan manja seperti itu pada suami orang. Sudah tahu kalau Aluna kembali bersama dengan Angkasa. Ulfa malah hadir di tengah-tengah kebersamaan mereka, tadinya Aluna tidak mau menghiraukan, dia hanya tidak sengaja melihat ponsel suaminya.Saat Angkasa keluar dari toilet, Angkasa melihat Aluna sedang menggenggam ponsel miliknya. "Ngapain?" tanya Angkasa sambil menunjuk ponsel miliknya yang ada di tangan Aluna. Angkasa tidak cepat-cepat mengambilnya karena tidak ada rahasia di ponsel itu, untuk apa Angkasa takut. Hanya saja, tidak pernah Aluna bersikap over protective seperti ini. "Ada pesan dari Ulfa, Mas." Aluna memberikan ponselnya pada Angkasa dan kembali merapikan kamar tidur milik mereka. Hari ini libur, janjinya Angkasa akan membawa dia dan Rangga jalan ke mall. Semoga saja Rose tidak mengganggu lagi, Aluna ingin juga jalan bersama dengan suamin
"Jam berapa pulang, Mas. Rangga mau tidur, besok dia sekolah." Aluna tidak diajak merayakan ulang tahun Rose. Rose tidak mengizinkan Aluna untuk ikut dan Rose sudah ingatkan Angkasa untuk tidak membawa istrinya yang miskin itu. Aluna juga sadar diri, dia tidak mungkin datang saat tahu mertuanya juga tidak menyukainya. Aluna juga tidak mau mencari perhatian Rose dengan membuatkan kue atau memesan kue. Percuma! Hanya akan dibuang oleh Rose, lebih baik uangnya dia berikan panti asuhan saja daripada Rose yang tidak menghargai perhatian kecilnya sama sekali. "Bentar lagi pulang, ini udah selesai, aku bawakan makanan buat kamu!" Aluna tidak akan makan, dia tidak mau makan dari bekas mereka menikmati makanan. Bukan Aluna tidak menghargai tetapi dia tidak mau dipandang rendah oleh mertuanya. Maaf saja, Aluna tidak kurang makan dan lagi Rose memang senang membawa makanan sisa dan dia sengaja berikan untuk Aluna. Sampai Aluna terkadang berpikir. Apa perasaan Rose berbuat seperti itu, kalau s
Setelah berapa bulan mengurus usahanya, Aluna bisa membeli rumah kontrakan itu, kebetulan yang punya rumah menjual dengan harga murah, usaha Aluna semakin berkembang dengan sangat pesat. Selama ini Rose sibuk membuat sakit hati Aluna sedangkan Aluna terus berpikir bagaimana caranya usahanya maju. Aluna juga punya grup yang isinya ribuan orang, dia cukup memposting makanan yang akan dijual besok dan mereka yang mengikuti Aluna mulai ada saja melakukan pemesanan tiap harinya. Semua itu menambah pundi-pundi uang Aluna. Bukan hanya kue yang Aluna jual, bahkan sarapan pagi, makanan frozen dan titipan dari orang lain. “Tas baru lagi?” Memang Mertuanya ini julid, itu baru tas yang tidak seberapa yang Aluna beli, masih berkisah harga lima juta rupiah, itu saja Rose seperti kebakaran jenggot. Tidak terima uang anaknya habis oleh Aluna. Padahal Aluna membeli dengan uang jerih payahnya sendiri. Uang dari Angkasa itu dia gunakan untuk keperluan sehari-hari. “Ya, Bu. Teman jual murah,” jawab A
"Ibu perhatiin, kamu dengan Angkasa udah semakin dekat?" Rose sedang makan siang dengan Ulfa saat ini. Ulfa hanya tersenyum malu mendengarnya, Ulfa menuruti saran Rose untuk selalu mengirim pesan pada Angkasa. Lama-lama Angkasa membalas juga pesannya. Awalnya memang Angkasa masih tidak peduli. Sekarang malah Angkasa dulu yang mengirim pesan padanya. "Iya, Bu. Mas Angkasa udah mau jemput aku pulang kerja, hampir tiap hari," jawab Ulfa jujur. Kalau sampai Aluna tahu semua ini, pasti hancur perasaan Aluna. Dia berpikir kalau Angkasa begitu setia dengannya, tidak bermain hati tetapi Angkasa tergoda juga dengan kelakuan Ulfa.Ulfa sangat tahu Angkasa punya istri dan anak, tetapi masih saja menggoda suami orang. Sepertinya senang kalau dijadikan Angkasa istri kedua. Angkasa jelas tidak akan mau menceraikan Aluna karena dia mencintai istrinya. "Iya bagus deh, Ibu dukung kamu menikah dengan Angkasa, bila perlu kamu bujuk Angkasa buat cerai dengan Aluna. Gak suka Ibu dengan Aluna itu, sudah
Bukan Aluna cemburu pada Ulfa tetapi apa harus Angkasa menjawab telepon wanita itu dengan menjauh darinya, takut sekali kalau Aluna mendengar apa yang Ulfa dan Angkasa katakan. "Mas, kamu jalan dengan Mbak Aluna?" Kenapa Angkasa harus jujur dengan Ulfa, untuk apa dia jujur pergi dengan istrinya sendiri. Ulfa ini bukan siapa-siapa untuk Angkasa. Dia menjemput Ulfa kerja, itu hanya karena menghindari pertengkaran dengan Ibunya. Angkasa capek kalau harus selalu ribut terus. Makanya dia turuti saja. Sepertinya Ulfa menganggap kedekatan di antara mereka berbeda. Angkasa sepertinya salah menuruti kemauan ibunya. "Iya, Ul. Kenapa?" tanya Angkasa sambil melirik Aluna dan anaknya sedang menikmati liburan mereka. "Gak apa, Mas. Aku pikir, Mas Angkasa sudah gak baik dengan Mbak Aluna, makanya deketin aku," ucap Ulfa dengan begitu beraninya. Dia juga mau tahu, selama ini Angkasa menganggapnya apa. Wanita yang spesial atau hanya teman ngobrol. "Oh gak Ul, aku sayang istri dan anakku, maaf ka
"Lihat istrimu Angkasa, kurang ajar! Setiap Ibu ngomong selalu di jawab sama dia, inilah kalau tidak ada orang tua, tidak ada didikan yang benar," ucap Rose sambil menunjuk wajah Aluna. Aluna menatap tajam wajah Rose. Berdesir darahnya, berdebar jantungnya. Dia bukan tidak ada didikan tetapi capek menghadapi mertua yang tidak punya hati dan mulut yang berlebihan membicarakan keburukannya. Sebenarnya apa salah Aluna? Karena dia tidak punya orang tua, karena miskin makanya dihina terus menerus seperti ini. Dia mampu berhasil, selama ini Aluna terlena. Dia hidup dalam naungan Angkasa karena tahu suaminya mencintainya. Aluna diam saja saat Mertua dan Kakak Iparnya mengumpatnya habis-habisan. Tidak ada yang membelanya. Angkasa saja diam dan hanya membiarkan Aluna dan Ibunya bertengkar tanpa menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi atau Angkasa beritahu kalau Aluna itu sudah pilihannya dari awal. "Iya, Bu. Aku salah didikan, dulu, sebelum aku menikah dengan Mas Angkasa, aku wanita yang pen
"Jangan, dia mau sekolah, ya! Memang kamu ada uang buat sekolahin dia, ada kamu?" Rose menjelitkan matanya menantang Aluna. Selama ini dia diam-diam bergerak, membuat bisnis dan melebarkan sayapnya, semua usaha apa pun itu, Aluna geluti demi mendapatkan uang yang cukup untuk menghidupi Rangga. Sekarang dia punya tabungan yang banyak, dia percaya anaknya akan lebih baik hidup dengannya daripada hidup dengan mertua dan suaminya. "Ada Bu! Aku punya usaha, aku ini kerja bukan pengangguran. Aku memang bukan wanita karir seperti Ulfa yang setiap hari Ibu bangga-banggakan tetapi aku berani bertaruh, masih besar pendapatanku yang hanya berjualan nasi ini daripada dia yang kerja di ruangan AC!" Mulut Aluna sudah tidak bisa lagi dikontrol, sakit hatinya. Dia ingin agar Rose tahu, dia juga manusia. Jangan selalu merendahkannya karena Aluna juga bisa membela dirinya. Saat tidak ada satu orang pun yang membelanya, Aluna akan berdiri pada garis paling depan, memberikan tubuhnya sendiri untuk dib
Mana ada seorang ibu yang tega meninggalkan anak dan suaminya. Mana ada di dunia ini. Mana ada seorang ibu yang mau melihat anaknya menangis dan menyiksa fisik maupun batinnya. Tidak ada! Seorang Ibu, berharap kebaikan untuk anaknya, menginginkan anaknya mendapatkan prestasi yang tinggi, segala macam pun dia gunakan bahkan sampai dia harus kelaparan. Ibu harusnya begitu. Aluna bukan tega meninggalkan anaknya. Angkasa membawa Rangga kabur, Aluna tahu itu bentuk pertahanan Angkasa agar Aluna tidak meninggalkan mereka. Angkasa sudah salah pada Aluna. "Pulanglah, Sayang!" Angkasa mendapati Aluna tidak ada lagi di rumahnya dan semua barang tidak ada sisa. Satu helai baju pun tidak ada yang Aluna tinggalkan. Itu kalau Angkasa mau tahu keseriusan Aluna berpisah dengannya. "Kenapa, Mas? Butuh denganku?" Aluna menahan gemuruh hatinya, saat ini dia sudah pada titik terlelah dan ingin menyerah. Mertuanya tidak seperti mertua lain, Mertuanya berbeda, tidak suka dengannya dan bahagia dengan p