Share

Mabuk

Hari sudah larut malam, tapi Abrar dan Noval masih berada di sebuah cafe yang tak jauh dari rumahku. Ia masih bingung dengan apa yang akan ia putuskan, di sisi lain ia masih begitu mencintai kekasihnya Karin.

Sudah begitu banyak minuman yang ia tenggak malam malam ini, bahkan Noval sudah tidak mampu menghentikan Abrar yang terlihat begitu kalut dengan suasana hatinya.

Deringan suara ponselnya berkali-kali terdengar, tapi Abrar enggan untuk menerima atau melihat siapa penelpon itu.

"Sudahlah Brar, kita pulang sudah malam. Cafe juga udah mau tutup, besok kita fikirkan lagi tentang masalah ini" ajaknya sambil menarik lengan Abrar.

Bukannya menurut Abrar malah menarik paksa tangan Noval.

"Kau gak tau perasaanku saat ini, jadi tolong tinggalkan saja aku sendiri. Aku terganggu dengan celotehanmu yang tanpa henti!" ujarnya sedikit keras.

"Baiklah, aku akan pergi. Tapi jaga dirimu baik-baik ya?" sambil menunjukkan jari-jarinya ke arah Abarar dan belalu pergi meninggalkan sahabatnya.

"Aku sudah besar, aku juga bisa menjaga diriku sendiri!" celotehnya dengan terus minum. Kelihatannya Abrar sudah sangat mabuk malam ini.

Noval tak begitu saja meninggalkannya di cafe itu, ia menunggu Abrar di parkiran mobil. Bahkan Mama Abrar mulai menelpon dirinya.

"Ya tante..." jawabku, setelah sambungan telpon tersambung.

"Apa Abrar sedang bersamamu Val?" tanya Mama Rose.

"Ya, tante. Tapi Abrar sedang mabuk sekarang, saat saya memintanya agar segera pulang ia malah mengusir saya. Sekarang saya sedang di parkiran mobil menunggunya dari dalam mobil." 

"Tolong bawa dia pulang ya Val, tante khawatir soalnya."

"Iya tan." 

Selesai menutup sambungan telpon itu, Noval berinisiatif untuk kembali ke dalam cafe. Kali ini ia harus bisa membawa sahabatnya itu pulang, karena Mamanya begitu menghawatirkan keadaannya.

Baru saja menyentuh lantai cafe, Noval melihat Abrar sedang di bopong oleh kedua pelayan cafe untuk membawanya pergi dari cafe ini. Noval segera berlari menghampirinya.

"Abrar?, kau kenapa?" tanyaku kepadanya tapi nampaknya Abrar sudah begitu mabuk, bahkan menjawab pertanyaanku saja ia tak mampu.

"Teman anda mabuk berat Mas" ujar salah satu pegawai cafe.

"Biar aku yang membawa dia pulang" ujarku sambil mengambil alih lengan Abrar dan membopongnya masuk ke dalam mobil.

"Kau ini merepotkan saja, kalau suntuk mending di rumah saja. Menyebalkan!" gerutunya sambil terus membopong tubuh Abrar.

Bukannya menurut saat di bopong, Abrar malah memukul kepala Noval.

Bukkk...

"Meskipun mabuk, tapi telingaku tidak tuli. Kau berbicara apapun terhadapku aku masih bisa mendengar!" ucapnya dengan terus berbicara ngelantur mengatakan bahwa ia masih mencintai Karin.

🌺🌺🌺🌺🌺

Kini mobil yang membawa Abrar telah sampai di rumahnya, terlihat Rose sudah menunggu anaknya di teras depan rumah. Rose panik saat Noval mulai membukakan pintu untuk Abrar.

"Tante kenapa menunggu di luar, ini sudah larut malam. Kenapa tidak menunggu di dalam saja?" Noval berusaha mengeluarkan tubuh Abrar untuk di bawa masuk ke dalam rumah.

"Tante khawatir Van, takut terjadi apa-apa sama Abrar." 

Noval membawa Abrar ke dalamnya, setelah itu meminta ijin pulang kepada Rose. Karna ia tak mau kedua orang tuanya juga menghawatirkan keadaannya, dengan penuh kasih sayang Rose sangat berterima kasih karena Noval sudah membantu Abrar pulang ke rumah.

Lantas tidak begitu saja Rose pergi dari kamar anaknya, ia nampak mengganti baju serta menyeka tubuh Abrar agar lebih segar.

Tapi mulut Abrar selalu mengigau kalau ia masih sangat mencintai mantan kekasihnya Karin, entah apa yang membuat Abrar seperti ini. Padahal Abrar telah berkali-kali di hianati oleh kekasihnya tapi tetap saja ia selalu memaafkan perempuan itu.

Fajar mulai menyingsing di ufuk barat, sinarnya yang terang mengusik Abrar yang tengah terlelap tidur. Saking silaunya ia menyibakkan selimutnya dan menutup mukanya menggunakan selimut itu.

"Sayang, bangun nak sudah siang. Kamu gak ke bengkel?" tanya Rose sambil membawakannya sarapan.

Dengan malas Abrar membuka selimut yang menutupi mukanya.

"Kepalaku pusing Ma, sepertinya aku tidak akan ke bengkel" ujarnya sambil duduk di kepala ranjang.

"Makan dulu, Mama sudah bawakan sarapanmu." 

Abrar mengambil sehelai roti untuk di makannya, di saat Abrar memakan sarapannya tiba-tiba Mama membuka suaranya.

"Nak, sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kenapa semalaman kamu tidurnya ngigau terus. Apa ini ada kaitannya dengan perempuan yang kau hamili itu?" Mama mendekati ranjang Abrar.

Dengan wajah yang kusut serta rasa bersalah yang tinggi, akhirnya Abrar menceritakan apa yang ada di dalam hatinya. Mama mengerti apa yang sebenarnya terjadi kepada putranya, walaupun putranya itu salah karena telah memperkosa seorang gadis. Tapi ia senang karena anaknya mau bertanggung jawab atas masalah ini.

"Jadi kapan Mama bisa ketemu dengan perempuan itu Nak?" tanya Mama Rose.

"Hari ini apa Mama bisa?, soalnya kemarin aku sudah bilang kalau hari ini Mama akan datang menemuinya" terangnya.

"Bisa Nak, Mama bisa sekali. Apa lagi kalau putra Mama bisa langsung menikah dengan perempuan itu, Mama pasti senang sekali" ujarnya dengan senyum.

Mereka berdua pergi ke rumah kos Freya dan Alya selepas sarapan pagi. Rose berharap putra agar bisa cepat menikah dengan perempuan itu, supaya ia bisa melupakan mantan kekasihnya Karin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status