Share

Please love me my husband
Please love me my husband
Author: Lintang Author

Prolog

Hari ini aku berpamitan kepada Ibu Rahma untuk pergi ke Kota, kebetulan seminggu lagi aku sudah mulai belajar di perguruan tinggi. Hal yang ku nantikan sejak kecil akhirnya terjadi juga, aku di terima di sebuah Universitas tinggi di Kota Malang.

Dengan bermodalkan uang tabungan yang selama ini aku sisihkan dari penjualan kue online dan uang saku dari Ibu panti aku menginjakkan kakiku di Kota asing ini. Kota yang tak pernah ku singgahi sebelumnya. 

Aku mencoba mencari kamar kos yang sesuai dengan badget yang ku punya. Dengan uang Rp300.000 akhirnya aku mendapatkan kamar kos yang ku cari, jaraknya lumayan jauh dari tempat kuliahku, tapi tak apa aku bisa berjalan kaki untuk menuju Universitasnya.

Sehari berada di Malang aku sudah mendapatkan teman baru, dia bernama Alya. Kebetulan sekali dia satu jurusan denganku, maka kami putuskan untuk sekamar untuk menghemat uang kami.

Akhirnya hari pertama masuk kuliah tiba, dengan rasa semangat yang tinggi aku dan Alya memantapkan langkah supaya cita-cita kami bisa terwujud.

Hari-hari kami lalui dengan suka cita, hingga acara pengukuhan mahasiswa baru di laksanakan. Kakak kelas kami melakukan acara di terimanya kami di Universitas dengan mengadakan makan-makan di sebuah cafe di daerah Batu, tepatnya Kota Batu.

Kota yang berhawa dingin namun mempunyai hawa yang begitu sejuk dan segar, Kota ini berada di sebuah kaki gunung panderman menjadikan Kota ini berhawa dingin. Banyak sekali pariwisata yang terdapat di Kota ini, selain air terjun, paralayang, serta Jatim Park Group berada di sini juga.

Aku menyukai pemandangan di Kota ini, walupun hari sudah malam tapi cafe ini menunjukkan view yang bagus dari rooftop. Banyak sekali kerlap-kerlip lampu yang berada di sebelah utara Kota ini.

Karena tidak begitu suka dengan suasana ramai dan kebiasaan malam di Kota ini, aku sengaja memisahkan diriku di ujung cafe ini untuk sekedar berchat ria dengan keluargaku yang berada di Jawa Tengah.

Tanpa ku sangka mataku melihat seorang lelaki dengan penampilan rapi duduk di depan mejaku, ia terlihat frustasi dan tercium bau menyengat dari mulutnya seperti bau alkohol. 

Aku tundukkan pandanganku, dan fokus dengan ponsel yang ku pegang. Tapi pria itu nampak memperhatikanku dengan seksama, walupun aku sudah bersikap acuh dan menvoba mengalihkan perhatiannya terhadapku tapi mata pria itu tetap saja mengawasiku.

Di saat aku mulai lengah dengan keadaan, pria itu menghampiriku menutup mulutku dan menyeretku ke sebuah toilet yang tak jauh dari tempat dudukku sebelumnya.

Aku berusaha menjerit sekuat tenaga namun dekapan tangannya di mulutku tak mampu membuatku berkata apapun, dengan cepat ia mengunci toilet itu dan kembali menghampiri diriku. Walaupun sudah berteriak tapi percuma teriakanku tak akan terdengar karena toilet ini mempunyai peredam suara.

Aku menangis sejadi-jadinya, sambil merapatkan diriku ke ujung tembok. Berharap ia tak menghampiriku, namun dugaanku salah setelah menguncmenolongku  melepaskan gesper miliknya, lalu membuka kancing bajunya dan melepasnya dengan asal, terakhir dia membuka resleting celananyanya dan mengusap kemaluannya.

Ku jatuhkan tubuhku ke lantai kamar mandi lalu merapatkan kakiku kuat-kuat, tanganku mengepal dengan keras bersiap dengan apapun yang akan terjadi nanti.

Jantungku berdegup dengan kencang, dan aku tak mampu menggambarkan perasaanku saat ini. Aku takut, berharap ada orang yang bisa menolongku Alya, ya Alya aku menjerit meneriakan namanya sambil berlari ke arah pintu.

Namun perkiraanku itu salah, pria itu malah menangkap tubuhku dan mendudukanku di atas wastafel. Aku berusaha memberontak tapi sayang tenagaku tidak kuat melawan tenaganya yang cukup kuat.

Aku tak kurang akal saat ia berusaha membuka celana jinsku dengan paksa, ku tendang tubuhnya sampai ia jatuh tersungkur di bawah sana. Aku berusaha lari dari hadapannya tapi sayang aku terpeleset dan jatuh tersungkur. 

Mungkin ini adalah nasibku, ia berhasil menangkap dan memperkosaku. Mataku terpejam saat benda tumpul itu memenuhi rongga kewanitaanku, tangan yang tadinya mencengkramnya dengan kuat kini mengendur.

"Sakit tuan, tolong lepaskan aku" pintaku dengan air mata yang teris mengalir.

"Diam, atau kau aku bunuh. Wanita memang jahat dia mampu menahlukkan pria dengan kecantikannya, dan mengambil semua yang ia mau. Tapi setelah mendapatkannya ia pergi meninggalkanku dan pergi bersama wanita lain" ujarnya dengan penuh nafsu dan meracau tidak jelas.

Lalu dengan sekuat tenaga pula ia hentakkan tubuhnya dengan kasar, sehingga aku semakin kesakitan. Beberapa menit kemudian ia melepaskan tubuhku dan meninggalkanku begitu saja, aku yang hancur hanya bisa menangisi keadaan diriku yang mengenaskan. Aku memungut celanaku untuk ku pakai dan masuk ke dalam bilik toilet untuk membersihkan kotoran yang menempel di antara kakiku.

Berkali-kali aku mengumpat kata-kata kotor untuknya, berharap aku tidak akan bertemu dengannya kembali. Sekian lama aku di dalam toilet tiba-tiba Alya memanggil namaku.

"Freya... Apakah kau di dalam?" tanyanya dengan memeriksa setiap bilik toilet.

Dengan cepat ku buka pintu bilik dan memeluk tubuh Alya dengan erat.

"Hai kau kenapa Rey, kenapa keadaanmu seperti ini?" Alya mengguncang tubuhku, melihatku dari ujung kaki sampai rambut.

"Alya a... Aku... Aku..." ucapanku terputus, karena aku tak mampu mengungkapkan perasaanku sesuangguhnya kepada Alya.

"Coba katakan pelan-pelan, aku mana tau kalau kau tidak bilang" ujarnya yang makin membuatku tidak bisa mengatakan apapun.

Tubuhku masih gemetar, bahkan suhu tubuhku mendadak demam. Akhirnya Alya menyimpulkan kalau aku sedang sakit dan tidak sedang terjadi apapun dalam dirinya.

Alya menyentuh keningku dengan pelan.

"Kau sakit Freya, ayo kita pulang. Lagipula acara sudah selesai sepuluh menit yang lalu, aku mencarimu saat kau tidak terlihat oleh mataku" ucapnya sambil menggandeng tanganku keluar dari cafe itu.

Kami pulang dengan menggunakan sepeda motor, kali ini Alyalah yang memboncengku. Sepanjang perjalanan tak ada obrolan yang keluar dari mulutku, begitu juga dengan Alya. Sepertinya ia masih penasaran dengan apa yang aku alami tapi mulutku seakan terkunci dan tidak mengatakan pengalaman menjijikan sepanjang hidupku.

Aku tidak akan mengatakan hal ini kepada siapapun aku terlalu malu untuk mengungkapkannya, walaupun ada sebagian dari mereka memilih untuk melaporkan aib ini ke pihak berwajib agar pria kurang ajar itu mendapatkan hukumannya. Tapi tidak denganku, selamanya aku akan bungkam, aku tidak akan memberitahu siapapun tentang hal ini termasuk ibu panti dan Alya sekalipun.

Sebelum kami benar-benar tiba di tempat kos, sekali lagi Alya menawariku sebuah makanan untuk di bawa pulang. Tapi mulit ini seakan terkunci dengan rapat, aku hanya bisa menggeleng cepat. Aku merasa Alya kesal denganku karena aku selalu menggeleng setiap ia mewariku sesuatu, tapi aku hanya bisa melakukan itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status