Langkahku ini terasa berat pada akhirnya. Ini adalah tahun ketiga, dimana kehidupanku semakin rumit selama berada di Korea. Padahal, selangkah lagi pendidikanku akan selesai, tetapi kekhawatiran semakin menggebu di dalam hati. Perasaan yang tak bisa ku ungkapkan dengan apapun itu sebenarnya. Sudah sebulan lamanya, Sin juga tidak menghubungiku. Apakah dia benar-benar sibuk dengan pekerjaannya atau dia sedang melupakanku sementara waktu? Ah, seharusnya aku memyadari sesuatu diantara kami. Seorang superstar pasti tidak akan memiliki banyak waktu luang sepertiku, gumamku selalu di dalam hati. Terakhir pertemuanku dengannya adalah pada saat malam itu, malam ulang tahun Lee Sin.
"Saengilchukka habnida... Saengilchukka habnida... Saranghae uri Lee Sin, Saengilchukka habnida."
Nyanyian ini terdengar lebih syahdu di telingaku. Aku pun ikut bernyanyi dengan wajah berseri-seri. Sin juga terlihat sangat bahagia. Dia mengenakan kemeja biru muda, jas hitam, dan celana panjang hitam
Lagi-lagi aku melamun tentang Lee Sin. Aku sama sekali tak menyangka hubungan kami akan berakhir secepat ini. Sudah lebih dari sebulan, Sin tak pernah lagi menghubungiku. Sebenarnya tak ada siapapun yang mengharapkan ini terjadi. Dimana dia dan apa yang terjadi dengannya, aku sama sekali tak tahu. Setiap aku mencoba menghubungi Sin, teleponnya selalu tidak aktif. Satupun pesan singkat yang ku kirim tak pernah dibaca dan dibalas. Ada apa sebenarnya??Aku mulai mengenang kembali semua kebersamaan kami sebelum Sin benar-benar menghilang dariku.Kami sampai di Jeju. Tepat sebulan setelah makan malam itu, kami menjalin hubungan yang aku sendiri tak tahu harus mendeskripsikannya seperti apa. Aku hanya menikmati hubungan itu dengan seorang idola Korea, Lee Sin. Mungkin akan banyak pro dan kontra dalam hubungan kami, tetapi kami tak perduli. Belum lagi, Lee Sin juga tak ingin siapapun mengetahui hubungan kami. Masalah pekerjaan adalah nomor satu baginya dan aku tak bisa memung
Kembali aku menguak cerita lama yang masih bersemi indah di dalam hatiku. Malam ulang tahun Lee Sin yang sangat berarti untukku. Saat itu, Professor Hyuna menyarankanku untuk memberikan sebuah syal pada Lee Sin di hari ulang tahunnya. Menurut Hyuna, Sin pasti akan selalu memakai syal ini kemanapun dia pergi. Dengan begitu, syal pemberianku akan selalu menjadi pendamping dimana pun dia berada."Bagaimana? Kau tertarik??" tanyanya dan mendekatiku yang masih memilah-milah syal yang pantas untuk Lee Sin.Aku masih bingung. "Semua syal yang ada di sini benar-benar bagus, Unnie," jawabku.Professor Hyuna tertawa kecil melihat wajahku yang kebingungan. Dia juga ikut membantuku memilih kado ulang tahun Lee Sin."Apakah kau tahu warna kesukaannya?" tanyaku dengan wajah memelas pada Hyuna. Aku memutar kedua bola mataku."Hitam, putih, dan abu-abu. Ku pikir seperti itu warna kesukaannya," jawab Hyuna lagi."Hitam, putih, dan abu-abu? Dia benar-benar ti
Aku berjalan perlahan menuju gerbang kampus. Suasana hatiku masih kacau walaupun sudah tak ada lagi yang terjadi. Bullyan yang ku terima beberapa bulan yang lalu sudah memudar perlahan-lahan. Mereka tak lagi melihatku dengan sinis. Mi Hee benar, ini hanya sementara saja dan akan segera berakhir. Ku harap tak akan terulang lagi di dalam hidupku. Di saat bersamaan, telepon genggamku berdering.“Nae…” jawabku dengan pelan.“Oediyeo?” tanyanya dengan nada yang tidak biasa.“Aku di kampus. Ada apa??”“Aku pikir kau harus bolos hari ini.”“Waeyo?”“Kau pulang saja. Aku tunggu di rumah sekarang…”Klik. Telepon terputus.Suara Mi Hee terdengar berbeda dari biasanya. Dia juga tiba-tiba menyuruhku pulang di saat seperti ini? Ku pandang gerbang kampus yang sedikit lagi ku jangkau. Apakah a
Aku masih menangis. Ku pandangi foto diriku dan Lee Sin bergandengan saat di Jeju. Dia begitu ceria. Dia begitu menawan. Sampai aku tak menyangka ini terjadi padanya. Kenangan itu kembali terngiang di ingatanku. Saat Lee Sin mengungkapkan semua perasaannya yang begitu kuat untukku.“Sebenarnya apa yang membuatmu begitu mencintaiku, Lee Sin?” tanyaku padanya.“Hm, apakah kau harus tahu?” jawabnya menggodaku.“Nae… Aku masih tidak percaya seorang idol Korea menyukaiku. Ini sebuah keajaiban, kan?” jawabku sambil tertawa kecil.Dia mengencangkan pelukannya di pinggangku. “Aku juga tidak tahu. Mungkin ini yang disebut cinta. Aku tidak punya alasan apapun untuk mencintaimu,” jawab Lee Sin.“Oya?”“Nae. Aku benar-benar mencintaimu…”“Kau yakin?” ulangku lagi.“Kalau aku sudah mengatakan ya, berarti itu adalah kejujuran. Selama ini j
Kepalaku pusing. Aku ingin muntah. Tolong aku! Help me! Siapapun yang ada di sampingku sekarang, aku ingin muntah... Tolong! Tolong bantu aku!!!Ku gerakkan kepalaku dengan pelan. Masih dalam keadaan tak sadar, aku disambut sebuah botol air mineral. Ternyata ada sekilas bayangan tepat berada di sampingku. Di samping kursiku."Oh... Maaf!" seruku saat melihat seorang pria berkulit putih dengan hidung mancung dan lengan yang sedikit berotot menyodorkan botol itu padaku.Dia tersenyum dengan botol yang masih dipegangnya, "Tidak apa-apa. Apa kau sudah lebih baik sekarang?" tanyanya sambil memperhatikan seluruh bagian wajah dan tubuhku dengan sangat teliti.Aku mengangguk. "Aku sudah lebih baik.""Ini, ambillah! Wajahmu berkeringat," ujarnya dan juga menyodorkan sebuah sapu tangan berwarna biru muda padaku.Tanpa pikir panjang lagi, aku mengambilnya dan menyapukannya ke seluruh permukaan wajah. Sekilas ku lihat ada sulaman huruf GJ di sapu
Mi Hee. Gadis Korea yang berambisi memiliki kekasih seorang idol. Tak disangka banyak yang telah dikorbankannya untuk sekedar melihat idol yang sangat dikaguminya. Hampir seluruh teman-teman di sekolahnya dulu mengejek dan meremehkan impiannya itu. Mereka tak sadar bahwa dengan ejekan itu membuat Mi Hee semakin berpacu untuk menggapai mimpi-mimpinya. Ah, Mi Hee memang seorang gadis yang luar biasa. Sungguh bahagia memiliki sahabat baru sepertinya. Dia juga sering mengajakku mengunjungi beberapa tempat terhebat di Seoul. Mulai dari tempat syutingnya Boys Before Flower, Full House, dan masih banyak lagi. Aku benar-benar sangat bahagia. Setahun berlalu, sudah melekat dalam benakku wangi aroma alamnya, musim dinginnya yang menusuk tulang, dan hidung-hidung mancung dengan wajah tirus yang berseliweran di sekelilingku. Aku sudah sangat hafal dengan itu semua. Mi Hee membuatku lupa akan Indonesia, kampung halamanku."Memangnya apa yang sedang kau kejar di sini?" Mi Hee memandangku d
Aku meronta kesakitan. Jari kelingkingku terpijak seseorang saat keluar dari dalam ruangan yang bising itu. Berdarah. Air mengucur deras dari ujung kuku kakiku. Aku bersandar pada sebuah bangku taman yang sedikit basah karena embun malam ini. Ku regangkan tanganku dan menekuknya satu persatu. Dalam waktu kurang lebih 2 jam di dalam sana sudah membuatku kuyup keringat, lelah, dan terluka. Ditambah lagi, aku harus kehilangan Mi Hee. Dia berlari dengan sangat cepat. Itu membuatku terpisah darinya. Aaarrghhh... Aku ingin mengutuk diriku sekarang. Kenapa sampai seceroboh ini??? Saat sedang asyik memijat bagian belakang kaki, aku melihat sebuah bayangan di bawah lampu taman yang berada tak jauh dariku. Sesegera mungkin aku beranjak dari bangku dan...."Ayo... Ayooo!!!" Seseorang kembali menarik tanganku dengan kuat sambil berlari ke arah yang berlawanan dari rumahku.Aku tersontak kaget dan tak bisa berkata apa-apa selain ikut berlari dengannya. Siapa orang ini? Kenapa dia s
Hari ini aku merasa tidak enak badan. Terasa seperti remuk redam. Mungkin karena aku berdesak-desakan di acara Konser kemarin bersama Mi Hee. Punggungku ngilu seperti ditusuk-tusuk. Bagian betisku juga agak kram karena banyak berlari dan… ya, jempolku juga tak kalah perihnya dari betis dan punggung ini. Entah berapa lama lagi aku harus membalutnya dengan kain kasa. Aku sudah tak sabar ingin memakai sepatu."Kau akan ke supermarket hari ini?” tanya Mi Hee padaku saat kami sedang berada di kantin siang ini.Aku mengangguk sambil menyuapkan buah pisang ke dalam mulut.“Apa aku perlu ikut?”Aku menggeleng. “Tidak usah! Kau masuk kelas saja. Aku tidak masalah, kalaupun pergi sendiri!”“Jeongmal?”“Nae!”“Erm, jangan lupa membeli lobak!”“Iya, aku sudah tahu itu!”“Dan…” Dia berhenti dan mulai tersenyum aneh padaku.A