Sampai di depan pintu gerbang rumah, dadaku semakin berdebar. ini bukan pertama kalinya aku mengenalkan seorang kekasih pada kedua orang tuaku atau adik-adikku, sebelumnya pernah. Bahkan 2 kali aku sempat hampir menikah, tapi selalu gagal dan gagal lagi, itulah, mungkin bukan jodohku.
Kini, aku kembali membawa seorang pria ke hadapan keluargaku, orang tuaku, antara siap dan tidak siap, aku takut jika nantinya akan mengecewakan mereka lagi. Apalagi setelah terakhir kali mereka tahu aku pacaran, aku tak pernah lg menyampaikan kalau aku punya kekasih.
"Yuk masuk kak," ajakku pada Kak Andra, aku mencoba terlihat tenang, tapi dadaku benar-benar berdebar tak karuan.
"Iya, makasih," jawabnya.
Orang tuaku sudah duduk di ruang tamu, mereka sedang menonton televisi bareng. Sedangkan adik-adikku tengah bersenda gurau bersama beberapa teman-temannya di halaman rumah. Ku persilahkan Kak Andra masuk
Sudah 2 jam lebih aku menunggu suamiku pulang, tapi tak nampak juga tanda-tanda ia akan datang. Pesanku juga tak dibacanya, entah berapa kali pula aku melakukan panggilan padanya, namun tidak di jawab. Hatiku benar-benar terasa panas, aku gelisah, dadaku berdebar hebat.Awas aja nanti kalau pulang ya, terima amukanku, sekali aja ketahuan aneh-aneh, apalagi sampai main perempuan, ku potong anunya, biar sekalian hancur. Aku ga main-main lo ya, kalau sampai benar terjadi perselingkuhan, biar adil burungmu yang aku bunuh.Fikiranku semakin kacau, hatiku dag dig dug tidak karoan, rasanya ingin mencari suamiku ke tempat ia pamit, tapi kondisiku tidak memungkinkan. Aku tengah hamil mudax mana mungkin aku berjalan kaki menuju kesana, arahnya lumayan jauh dan sedikit menanjak. Akhirnya akun tertidur karena lelah menunggu suamiku pulang.Beberapa menit aku terbangun karena mendengar suara sepeda motornya, ku buka mat
Entah kenapa aku merasa begitu minder, engga percaya diri, aku selalu merasa diriku bukanlah wanita cantik, walau kerap kali suamiku selalu bilang aku cantik. Aku rasa dia sudah menipuku dengan pujian itu, mana mungkin aku cantik.Melihat wanita di luar sana, semua aku lihat cantik dan berseri, bahkan para wanita jadi-jadianpun begitu cantik di mataku. Hari ini, suamiku mengajakku jalan-jalan, kebetulan ia libur. Yang penting keliling, udah aku suka."Bunda hari ini mau kemana?" tanya suamiku yang sudah terlihat begitu manis di mataku."Bunda hampir lupa yah, hari ini mau kontrol kehamilan bunda, gimana kalau kita ke klinik dulu," ajakku padanya."Oke, baiklah, terus habis itu mau jalan lagi? Atau mau langsung pulang?" Suamiku duduk di depan meja rias, sedangkan aku masih sibu dengan barang bawaanku."Tadi ayah bilang apa? Katanya mau ngajak bunda jalan-jalan, giman
"Ayah ... Bunda pengen selfie," ucapku pagi ini, suami sudah siap dengan pakaian dinasnya, begitupun aku yang sudah dandan secantik mungkin, cantik versiku."Ayah mau kerja, bunda," jawabnya sembari menyemprotman parfum ke beberapa bagian pakaiannya."Selfi sebentar saja, ayah, ga habisin waktu 5 menit juga kok." Aku mendengus kesal."Iya, nanti aja, ayah jalan dulu ya, bunda." Suamiku langsung pergi begitu saja. Malah ia juga tak mencium pipiku ataupun keningku. Bikin kesel aja.Aku tak menjawab ucapannya, bergegas pergi masuk ke dalam kamar, menyalakan televisi, kemudian memainkan ponselku. Lagi-lagi air mataku mengucur begitu saja.'Kok ayah, ga romantis lagi sih ya?''Kok ayah ga pernah cium pipi atau keningku ya?''Kok ayah ga mau di ajak selfi? Apa dia malu ya selfie sama istrinya?'Per
Hari ini suami mendadak di tugaskan lagi ke tempat ia tugas semasa muda, wilayah yang tidak ada jaringan telpon, apalagi akses internet, kecuali numpang wifi di perusahaan yang berdiri disana."Kok mendadak sih sayang?" rengekku, aku memasang wajah cemberut dan lesu."Bunda mau ikut kesana?" tanya suami.Aku jengkel, kenapa dia harus bertanya? Seharusnya dia itu peka, dan bilang, ayo bunda, ikut, kita tinggal disana sama-sama, bisa kan kayak gitu. Kalau cuma sekedar bertanya, itu berasa dia ga niat buat ngajak aku tinggal disana bareng."Bunda bingung." Akhirnya kata itu yang keluar dari mulutku. Hatiku berontak suami pergi, tapi sudah menjadi tanggung jawabnya menjalankan semua perintah atasan. Dan sudah menjadi resikoku memilih menjadi pendampingnya, harus siap di tinggal tugas."Ya sudah, bunda disini saja ya, nanti ayah pasti sering pulang kok. 1 minggu sekali a
Tidurku semalam tak nyenyak, bunyi-bunyi aneh terdengar di telingaku, membuatku gelisah dan tak tenang. Ku lirik jam dinding, jarum kecil sudah menunjuk angka 4 pagi, akun terbangun dan tak bisa tidur lagi. Televisi ku nyalakan dari semalam sampai pagi ini, untuk menghalau rasa takutku.Tanganku sibuk mencari-cari ponselku yang entah terselip dimana, ahh ... Ini dia, ternyata di bawah bantal yang biasa di pakai suamiku. Tak ada notifikasi apapun.Aku berharap mentari cepat muncul, ingin segera pagi dan mendapat kabar dari suamiku. Aku beranjak ke kamar mandi, mencuci muka, lalu menuju dapur. Ku buka kulkas, ku keluarkan beberapa bahan untuk ku masak.Sayur sop, juga daging ayam yang sudah di potongan-potongkan suami sebelum dia berangkat kemarin. Andai saja, mungkin aku takkan sesibuk ini. Pengen nangis rasanya.Setelau semua selesai, dari masak dan bersih-bersih rumah, aku bergeg
Hari berganti, rasa kesal merasuki jiwaku, bisa-bisanya suamiku ga ngabarin sama sekali, apa dia ga sayang? Kalau memang benar sayang bukan seperti ini. Oke, liat aja nanti, kalau telpon atau chat, akupun bisa acuhkan.Hari ini rasa malas merasuki ragaku, aku memilih untuk memesan makanan matang saja. Ku rebahkan diriku yang terasa sedikit lemah, mungkin efek hamil muda. Tiba-tiba aku ingin rujak, tapi disini ga ada yang jual rujak.Setelah sarapan aku bergegas mengambil uang di laci meja, uang yang memang di siapkan suamiku untukku. Aku pergi ke warung ibu Queensy."Bu, ada buah?" tanyaku."Ada apel sama semangka bu, mau? Atau mau salad buah? Bisa saya buatkan," ucapnya."Boleh deh bu, saya mau salad buah aja." Aku duduk menunggu pesanananku jadi, seraya menunggu ku periksa ponselku. Ahh, akhirnya suamiku mengirim pesan padaku.[Bunda, maaf ya,
"Ueeekkkk ... Ueeekkkk ... " Pagi ini kembali merasakan ngidam yang sudah sekian lama tak ku rasakan, dadaku sampai sesak karena memaksakan muntah.Ku ambil minya angin dan ku hirup-hirup, aku sudah tidak peduli lagi dengan suami yang tak berkabar. Cukuplah aku mengejar dia yang seakan-akan mengemis cinta. Aku kelah harus meminta perhatian terus, sedang diapun tak mau peduli.Hari ini aku memilih tidak memasak, keadaan sedang tidak baik, rasanya lemas sekali. Rumah ku biarkan kotor, hanya badan yang ku bersihkan, untuk dandanpun aku mulai malas. Rambut hanya ku sisir seadanya.[Bu, pesan gado-gado ya bu, bisa antar? Sekalian sama camilan, apapun, bawakan saja yang banyak ya bu. Nanti aku bayar sekalian.] aku mengirim pesan kepada ibu Queensy.[Baik bu, sabar ya, sebentar suami saya yang antarkan kesana.] balasnya.Setiap pesan makanan apapun, selalu suaminya yang an
Pagi ini suasana hatiku sedang tidak baik, ada rasa kecewa yang masih mendesak memenuhi ubhn-ubun. Curiga dengan tingkah laku suami yang seakan-akan menghindariku dari semalam."Bunda, masak apa?" tanyanya padaku yang sedsng sibuk mengaduk isi dalam wajanku. Aku terdiam tak menjawab dengan sepatah katapun."Kok diam, sayang? Ayah salah apa lagi?" tanyanya tanpa rasa berdosa sedikitpun. Aku masih diam saja."Ngambek kenapa lagi, sayanf?" lagi-lagi ia melemparkan pertanyaan padaku dengan rasa tanpa bersalahnya itu.Dipeluknya tubuhku dari belakang, di ciuminya leher jenjangku, aku berusaha menepisnya. Sedikitku senggol dia mencoba melepaskan pelukannya."Jangan ganggu, masih masak," gerutuku."Kenapa sih, sayang? Seneng sekali istrinya ayah ngambek, apa apa? Coba bilang sama ayah." Ia mencoba membujukku. Aku masih saja diam tak mau menjawab.