Ashley baru saja akan kembali pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya saat dia melihat seorang pria tergeletak di jalan. Dia menoleh ke sekitarnya, sepi. Ini memang sudah hampir tengah malam dan karena Bibinya ada di luar kota, Ashley menggantikannya untuk menjaga toko manisan milik Bibinya.Kehidupannya memang berbalik 180° setelah dia memutuskan meninggalkan rumah mewahnya. Ibunya tidak mau melepaskan pria selingkuhannya dan Ashley sudah mengetahui kabar perceraian orangtua Ruby.Gadis berusia sembilan belas tahun itu mengendap mendekati si pria. Begitu di dekatnya, dia langsung mencium aroma alkohol yang sangat kuat. Ashley menepis hidungnya, lalu berusaha membangunkan pria itu dengan menendang kakinya pelan.Tapi pria itu tak bergerak. Ashley menendang kakinya lagi, dan tetap tak ada hasil. Terpaksa Ashley menggunakan kedua tangannya untuk memutar tubuh pria itu agar dia bisa melihat wajahnya.Pria itu adalah James. Setelah berbicara panjang lebar dengan Ruby, James memutuskan m
“Aku tak tahu apa yang kamu sukai jadi aku memesan beberapa makanan.” Ashley sudah menyusun semua makanan yang dipesannya di atas meja sementara dia menyodorkan sebotol mineral pada James.Begitu dia menoleh, Ashley tak bisa mengedipkan matanya saat melihat betapa gagahnya James dalam balutan kaos hitam yang dibelinya. Tubuhnya tinggi hingga nyaris menyentuh candelier bodoh yang terus dipertahankan bibinya walau sudah usang.“Thanks.” James membuyarkan lamunan Ashley.Gadis itu menyentuh pipinya lalu buru-buru kembali duduk. Ashley tidak megerti apa yang terjadi pada dirinya. Dia sudah bertemu banyak pria tampan di sekolahnya, namun tak pernah ada seorang pun yang menimbulkan percikan hangat semacam ini.Apa yang sebenarnya terjadi?“Pukul berapa sekarang?” James duduk di samping Ashley karena di ruangan itu hanya ada satu buah sofa.Ashley menelan ludah sambil mengulurkan tangan, membiarkan James melihat sendiri. “Kamu tidur seharian penuh.”“Astaga, aku pasti sudah menyusahkanmu,” s
Waktu Ruby bangun keesokan harinya, Louis tidak ada di tempat tidur. Dia mengenakan kembali piyamanya kemudian berjalan menuju dapur. Tepat seperti dugaannya, di sana, Louis sudah sibuk. Ruby berdiri di pintu, cukup lama dia melihat dan mengagumi betapa piawainya Louis membolak-balik telur, atau ketika api menyambar penggorengannya saat dia memasukkan sesuatu ke dalam.Ruby bisa melihat Louis terlalu berkonsentrasi dan seluruh tubuhnya terlihat tegang. Dia pun akhirnya sadar jika Louis sedang membuat dirinya sendiri tetap sibuk.“Kamu baik-baik saja?” tanya Ruby dari ambang pintu.Louis melirik begitu menyadari kehadiran Ruby. “Jika maksudmu tentang masalahku dengan James_" Louis terlihat mencampur beberapa adonan lalu memasukkannya ke dalam teflon yang sudah dipanaskan,” _sepertinya aku baik-baik saja.”Louis kemudian mencuci sayuran. “Aku akan mengajakmu keluar nanti malam.”“Kemana?”“Penginapan waktu itu.”Ruby mengernyit. “Apa yang akan kita lakukan di sana?”“Kamu akan mengetah
“Dia benar-benar ibumu?” James menyodorkan sebotol minuman dingin pada Ashley.Gadis itu mengangguk, menempelkan botol ke pipinya yang merah.“Tapi kenapa kamu tidak melawan ketika disakiti seperti tadi?”“Dia sudah agak tidak waras karena diliputi obsesi pada pria yang dicintainya. Aku pikir berdebat dengannya tak akan membuahkan apapun. Sama saja aku berdebat dengan orang gila.”“Kamu baik-baik saja?” James menatap Ashley sungguh-sungguh.“Tidak juga.” Ashley menghela nafasnya dalam. “Tapi ini tidak terlalu buruk. Aku masih bisa hidup dan menikmati hari-hariku. Aku pikir aku baik-baik saja. Sebaliknya, untuk apa kamu menemuiku?”“Ingin mengucapkan terimakasih karena sudah merawatku waktu itu.”“Tidak perlu.” Ashley berdiri. “Aku sedang lelah dan ingin sendiri. Sampai nanti.”“Tunggu.”“Ada apa?” Ashley menoleh.“Jika tidak keberatan, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”“Kemana?”“Kamu akan tahu nanti. Aku jamin kamu akan baik-baik saja dan berterimakasih padaku karena sudah memba
Louis meringis kesakitan, sudut bibirnya pecah dan mengeluarkan tetesan darah segar. Namun alih-alih marah, dia malah tersenyum pada James seraya berkata, “Tinjumu lumayan juga.”Edd yang duduk di samping Louis pun tersenyum, lalu senyuman keduanya berubah menjadi tawa yang merekah. James tak bisa menahan diri lebih lama lagi. Dia kembali duduk setelah gagal untuk tidak tersenyum.Ketiganya tertawa terbahak-bahak, namun ringisan Louis berikutnya membuat tawa mereka menguap.“Aku yakin kekasihku akan memarahimu untuk ini.” Louis menunjuk lukanya. “Kamu memukulnya terlalu kencang.”“Dia tak akan memarahiku. Tidak akan pernah,” sahut James santai.Louis menarik nafasnya, menempel selembar tissue pada lukanya lalu menatap James dengan tenang. “Maaf, James. Apa yang ku lakukan sangat menyakitimu.”“Memang.” James mengangguk membenarkan. “Kalian berbohong padaku, itu yang tak bisa ku terima.”“Bukan karena wanita itu Ruby?” Louis menatapnya.James menoleh ke luar lewat jendela kaca, terliha
Desiran aneh mengalir dalam darah Liv saat mendengar teriakan Edd. Air mata pria itu seakan meluruhkan sekat dendam yang sudah tertanam bertahun-tahun. Liv tidak pandai menilai, namun dia tahu semua kata-kata itu adalah tulus. Dia mulai mendekap dadanya yang terasa sangat sakit dan sesak.Apa aku salah? Apa semua ini salah? “Bagaimana jika kamu tidak akan menemui Ginnymu?” Louis masih duduk di bawah. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi kayu dan menselonjorkan kakinya.“Kamu selalu mengatakan seperti itu,” desis Edd. “Kalian berdua.” Dia menatap kedua sahabatnya bergantian.“Itu pertanyaan yang tepat.” James berdiri, mengisi kembali gelas Edd yang sudah kosong. “Bagaimana jika kamu tidak bisa menemui gadis itu?”“Bukankah sudah ku katakan pada kalian?” gerutu Edd. “Aku, Eddsen William tidak akan menikah seumur hidupku.”Wajah Liv semakin memerah, begitu pula kelopak matanya yang terus mengeluarkan air mata. Dia seperti memiliki banyak stok air mata di sana untuk menangisi apa yang dil
“Kamu baik-baik saja?” Ruby menemui Liv yang duduk sendirian. “Dimana Ashley dan James?”“Berjalan-jalan,” jawab Liv dengan tak bersemangat.“Aku tahu perasaanmu pasti kacau setelah mendengar pembicaraan mereka,” gumam Ruby. Di sampingnya Liv masih enggan bicara, seolah gadis itu butuh waktu untuk sendiri. Ini bukan sekedar kacau, tapi hancur. Perasaan Liv benar-benar hancur.“Kamu tidak mau membahasnya denganku?” Ruby kembali bertanya.Sepi.Liv masih tak bicara dan hanya diam menatap nyala api yang mulai habis. Ruby menghela nafasnya. Sepertinya dia bisa menunggu di dalam rumah saja. Berhubung James dan Ashley sedang berduaan, dia tak mungkin mengikuti keduanya.Ruby berdiri, bermaksud meninggalkan Liv. Namun begitu dia melangkah, dia mendengar suara Liv. “Menurutmu, siapa yang salah?”Ruby menoleh, mendapati Liv masih terpaku pada perapian.“Aku atau dia?” Liv mengangkat wajahnya menatap Ruby.“Aku tidak bisa mengatakan siapa yang salah,” ujar Ruby. “Karena kalian berdua memiliki
Wajah Ruby berubah tegang saat mendengar desisan nama yang disebut oleh Louis. Angela? Dia kah Angela mantan kekasih Louis? Dia kah wanita yang membuat Louis tidak sanggup membuka pintu hatinya bagi wanita lain?Remasan erat jemarinya membuat Ruby sadar. Tatapan Louis intens padanya seolah menjawab keraguan di wajah Ruby. Louis mengelus lembut pipi Ruby, menatapnya sangat lama, lalu berkata, “Aku tidak akan menukarmu dengan apapun.”Ini bukan perkara menukar siapa-siapa. Kenyataannya adalah wanita itu berdiri di sana, menunggu kedatangan Louis. Wanita yang dicintainya kembali saat keduanya baru saja memulai hubungan mereka.Baru saja!“Kamu mau aku turun menemuinya atau tidak?” bisik Louis.Ruby melepas genggaman tangan Louis. “Jika aku mengatakan tidak, kamu tidak akan menemuinya?”“Tentu saja!” Louis menjawab dengan cepat. “By, hanya kamu wanita dalam hatiku saat ini. Aku hanya akan mendengarkanmu.”“Tapi sepertinya dia sudah menunggumu sangat lama. Bagaimana kalau kamu turun dan me