Aksi brutalku terpaksa kuhentikan. Para polisi yang datang segera bertindak cepat. Dua polisi menenangkanku dan menahan agar tidak bertindak semakin brutal sementara sisanya mengamankan si Lucas. Tangannya diraih dan langsung diborgol. Melihat kejadian itu Renata kebingungan kenapa polisi membelaku. Ia tidak tahu kalau ini semua sudah kurencanakan. Kejadian pengroyokan tempo lalu sudah kulaporkan dan penangkapan malam ini sudah kubicarakan dengan pihak polisi.
“Maaf Pak Polisi aku kelepasan. Kelewat emosi soalnya. Mohon dimaafkan,” pinta maafku pada Pak Polisi yang mengerti kronologis kasus dan kejadiannya.
“Lain kali jangan bermain hakim sendiri. Terimakasih atas kerjasamanya Pak David,” jelasnya.
“Baik Pak siap. Tapi izin sebelumnya untuk menyampaikan pesan perpisahan sebelum bapak bawa terlapor yang sudah terbukti.”
Bapak Polisi mengizinkanku berbicara ke Lucas.
“Selain maksud yang dari tadi kau tanyakan
Di dalam ruang kerjaku Sheily menjelaskan perkembangan yang lebih detail terhitung dari pertama aku off kerja karena penyembuhan dan pemulihan hingga sekarang.“Awal berjalan lancar meskipun agak kepayahan. Namun semakin lama kelancaran itu harus tersendat saat Pak Lucas ikut campur dan seakan mengintimidasi jika kami tidak menuruti.”“Itu sebabnya kamu sering mengeluh Sheil?”“Benar, Pak. Dari gelagatnya Pak Lucas ingin menyingkirkan bapak pelan-pelan dengan membuat propaganda-propaganda yang mulai disusun jauh hari.”“Sialan si Lucas. Lalu apalagi yang membuatmu kesal. Sheil?”“Kadang Pak Lucas suka marah-marah, Pak. Apalagi jika kami menolak atau menghindar saat ditanya, dia sampai membentak yang membuat seisi ruangan ketakutan Pak.”Keterlaluan Si Pengkhianat Lucas. Kemarin harusnya aku menghajarnya lebih lama. Sampai benar-benar bonyok, sampai tak sanggup berdiri bahka
Aku sudah berada di dalam kamar setelah keributan kecil yang kuciptakan di ruang tamu barusan. Begitu ayah bilang kalau Maria adalah gadis pilihan ayah, aku sontak terkejut dan seketika menujukkan sikap tidak setuju meski tanpa kuucap. Maria yang mendapati ketegangan itu tidak enak hati dan mohon pamit. Ayah mengantar sampai depan rumah sementara aku menahan rasa tidak terimaku yang sebentar lagi berujung marah. Ibu sebisanya menenangkanku.Malam yang seharusnya aku bersantai pulang kerja harus diricuhkan dengan agenda diam-diam yang membuatku tak suka. Begitu ayah kembali masuk rumah usai mengantar Maria sampai depan segera kucecar dengan bertubi pertanyaan.Apa maksud ayah membawa Maria kemari?Siapa Maria memang, sepenting apa dia?Kenapa ayah bertindak gegabah tanpa persetujuanku?Aku tidak kenal Maria, tapi kenapa ayah yakin ia lebih baik dari Renata?Kenapa tidak memberitahuku dulu dan asal ambil
Ibu segera pergi dari kamar setelah menyuruhku untuk lekas istirahat dan tidak terlalu memikirkan rencana ayah besok malam. Ibu sendiri yang akan bilang untuk membujuk ayah agar menunda pertemuan itu. Sebelum tidur ada pesan masuk dari nomor baru. Siapakah malam-malam begini berkirim pesan? Kubuka pesannya dan seketika aku tersenyum-senyum sendiri. Rasa kesal dan sebal disebabkan ulah ayah seakan sirna. Setidaknya ini awal yang baik melepas hari ini dan tenggelam dalam lautan mimpi. Dan sebuah awal yang baik untuk mengawali lembaran baru besok pagi setelah episode tak mengenakkan sebelumnya. Ternyata, pesan itu datang dari gadis yang tadi pagi sempat membuatku kikuk dan gugup. “Maaf mengganggu Bapak malam-malam. Pak Komisaris memberikan nomor Bapak ke saya. Dan Ini nomor saya mohon di-save untuk kemudahan komunikasi kita kedepannya. Shopia.” Sesederhana itu namun rasanya sungguh berbeda. Seperti rasa yang pernah kurasakan dengan Renata namun dalam be
Aku kembali menghambur ke teman-teman kantor yang asyik mengobrol. Belum genap semenit satu orang menagkap sikapku yang tidak biasa.“Pak David? Are you okay?” Pertanyaan salah satu karyawan mengagetkanku.“Ya.. ya.. I`m fine. It`s totally fine. Don’t worry.” Aku mencoba meyakinkan mereka kalau situasinya setidak apa-apa itu. Tapi belum genap aku melanjutkan hape yang saat itu kutaruh di atas meja memekik. Dari layar keluar satu nama yang tak lain dan tak bukan adalah nama ibu. Ibu menelepon lagi setelah tadi kututup paksa. Mendengar dering telepon yang semua bisa mendengarnya semua pandangan menuju ke arahku. Andrew yang duduk di sebelahku menangkap sesuatu setelah mengetahui ternyata ibuku yang menelepon.“Jika itu penting sekali, tidak apa-apa Bapak duluan saja. Kami tidak apa-apa di sini.” Saran Andrew. Yang lain menyepakati dan mendorong agar aku tidak berlarut-larut dalam ketidaknyamanan ini.
“Maaf kak, jadi ngagetin,” ujar Maria. “Iya, gak apa-apa,” aku hanya membalas singkat. “Boleh aku duduk di tempat yang kelihatannya sangat nyaman ini?” Ia meminta izin. “Iya,” jawabku masih singkat dan dingin. “Sepertinya kakak tidak menghendaki perjodohan ini,” ia langsung to the point. Aku belum siap dengan jawaban itu. Segera kualihkan ke pembahasan lain. “Oya, kenapa kamu kesini? Bukannya di dalam sedang membahas hal penting.” “Ibu kakak yang menyuruhku menemani kakak. Barangkali kakak butuh ditemani.” “Tidak. Aku sedang ingin sendiri. Kamu kalau mau masuk lagi juga gak apa-apa,” jawabanku makin ketus. Ia tidak menyerah. “Gak ah. Enakan disini. Biar.. saling akrab dan mencoba mengenal lebih dekat. Bukankah sebentar lagi kita akan…” Belum genap melanjutkan aku segera memotong. “Akan apa? Kamu serius ya dengan perjodohan ini? Kamu mau saja dijodohin? Kamu memang tahu aku pria baik-baik?
Ayah benar-benar membawaku pada situasi hati serumit ini. Tapi cepat atau lambat aku harus katakan sejujurnya. Meski itu pahit dan meluaki dan meskipun aku akan dibenci, dicaci atau dihindari. Aku tak peduli jika ini sudah menyangkut hati dan prinsip. Hanya tinggal waktu baiknya untuk katakan sejujurnya.Tapi setelah kupertimbangkan kembali rasanya aku perlu menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya.Aku tak begitu menggubris sindirian mereka. Aku izin masuk duluan karena sudah terlalu lama di luar meski alasan sesungguhnya adalah menghindari mereka.Tak beberapa lama kemudian kami kembali ke dalam. Kali ini kami melanjutkan obrolan di ruang tengah karena sudah selesai makan-makan.“Bapak lihat kalian sudah semakin dekat ya. Semoga kalian cocoklah dan disegerakan.”Pak Herman membuka obrolan itu dengan mengatakan sesuai perspektifnya saja tanpa melihat dari sudut pandang kami.“Iya benar. Semakin akrab. Tidak salah nih
Ini bukan zaman Siti Nurbaya yang sarat akan perjodohan. Ini zaman sudah modern dan tidak semetisnya disamakan dengan zaman dahulu. Soal cinta adalah urusan hati dan tidak bisa dipaksakan. Aku tidak bisa membayangkan hidup berdua tanpa cinta di hati. Bagaimana bisa para orang tua yang menjodohkan anaknya tanpa mempertimbangkan perasaan keduanya? Dan bagaimana bisa mereka tetap mempertahankan egonya tanpa terlebih dahulu meminta izin kepada anak-anaknya?Sekali lagi ini bukan zaman dulu yang bisa seenaknya menjodohkan anaknya dan anaknya harus mau. Zaman sudah berubah. Pola pikir dan perilaku manusia pun berubah. Dalam hal apapun khususnya jodoh. Biarlah anak memilih siapa jodoh terbaiknya dan orang tua cukup mendoakannya saja jika tidak mau mendukungnya.Tidak perlu dipaksa dan memang tidak semetisnya terjadi pemaksaan dalam urusan jodoh ini. Banyak kasus terjadi di luaran sana. Terpaksa menerima perjodohan tapi berujung kandas karena terjadi ketidak cocokan. Memang ad
Di dalam ruangan kerjaku dimana kebetulan Sheily ada di dalam saat mengantarkan berkas yang harus kutandatangani, aku dah Sheily berbincang ringan.“Bapak terlihat sangat gugup saat bertemu Bu Shopia barusan. Seperti tidak sewajarnya gitu.”“Maksudnya Sheil?”“Maaf jika lancang bertanya Pak. Bukankah selama ini kepada client atau partner kerja yang lain bapak selalu tampil profesional dan tidak segugup itu?”“Memang tadi aku tidak profesional dan segugup itu Sheil?”“Jika sempat kurekam dan dibolehkan tentu itu jawaban yang tepat untuk pertanyaan Bapak.”Pertanyaan Sheily sepagi ini membuatku sadar kalau aku bertingkah tidak sewajarnya. Memang cinta bisa mengubah apapun menjadi apapun yang lainnya. Benci menjadi suka, panas menjadi dingin, pahit menjadi manis, susah menjadi mudah dan seterusnya. Lalu, sikapku yang tak kusadari tadi ternyata efek dari mencinta dan j