Lima Tahun yang Lalu.Sepasang Pria dan Wanita sedang bercumbu mesra di hadapan Yoga. Yoga tak sengaja melihat mereka ketika telpon seluler Yoga berbunyi dan Yoga harus mencari tempat untuk menjawab panggilan tersebut. Wanita itu seperti Yoga kenal, kemudian detak jantung Yoga seperti terpacu kuat, alam bawah sadar yoga memberi sinyal kepada otaknya."Itu Laura". Bahkan Yoga kini tak lagi menghiraukan bunyi panggilan yang sudah kedua kalinya itu. Matanya masih tertuju pada dua sejoli yang sedang asyik memadu cinta itu. Ingin sekali Yoga melabrak mereka berdua, tetapi keinginan itu Yoga batalkan. Tring.... Tring... Bunyi ketiga panggilan itulah yang menghentikan langkah Yoga. "Oma" Nama yang tertera di layar telpon itu harus Yoga jawab, sehingga Yoga harus meninggalkan mereka. Keasyikan bercumbu membuat Laura tidak menyadari bahwa kekasih hatinya itu melihat langsung bukti pengkhianatannya."Halo, Yoga. Kamu dimana?". Suara Oma bergetar saat panggilan itu baru saja tersambung."Lagi
"Katakan kepadaku apa yang kau lakukan sebelum datang kesini?". Yoga bertanya dengan serius."Aku dari pemotretan, sayang". Laura kembali berbohong untuk menutupi pengkhianatannya."Jangan berbohong kepadaku, aku melihat semuanya, kau dan lelaki itu". Yoga mencoba berkata dengan pelan untuk menahan emosinya."A-apa?". Laura memundurkan kakinya ke belakang.Laura tidak menyangka bahwa Yoga mengetahui apa yang telah ia lakukan di cafe "Flower" bersama selingkuhannya, pak Kevin. Niat Laura yang hanya bermain-main itu ternyata berbuah pahit sekarang."Aku bisa jelasin, Yoga". Laura kembali maju mendekati Yoga dan berusaha meraih tangan Yoga."Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu yang sudah dipegang oleh lelaki lain, Laura". Yoga berjalan menjauh, tak sudi untuk disentuh."Yoga, tunggu aku. Aku bisa jelasin, aku hanya bermain-main dengan kevin". Laura berusaha mengejar Yoga."Oh, jadi nama laki-laki itu, Kevin?"."Yoga...". Suara Laura memelas."Apa kamu bilang tadi? Kamu hanya bermain-
"Apa aku menemui gadis kecil itu saja ya? Tapi dengan alasan apa?". Yoga berpikir lama.Belum selesai memikirkan alasan, pintu ruangan Yoga diketuk dan tak lama masuklah Frengky. Sahabatnya itu berjalan tergesa ke arah meja dimana Yoga berada di baliknya. Yoga yang melihatnya penasaran hingga mengernyitkan dahi, "Masalah apa yang terjadi sepagi ini". Batin Yoga."Ada kabar buruk, Yoga"."Katakan dengan benar, Frengky. Kabar buruk apa yang datang sepagi ini?". "Laura datang kemari dan sedang menuju kesini". "Siapa yang mengizinkan wanita itu untuk masuk ke area kantorku?". Amarah Yoga muncul."Mungkin karena dulu Laura sering mondar mandir di kantor ini. Pegawaimu mempersilahkan ia untuk masuk". "Jangan asal bicara. Cepat hentikan dia, aku sedang tak mau bertemu dengannya"."Iya, Yoga".Frengky yang mendapatkan perintah untuk mengusir Laura segera membalikkan badan ke arah pintu. Namun, ketika pintu terbuka, kabar buruk yang dikatakan Frengky malah sudah berada di depan mata. Frengk
"Baiklah Clara karena kau telah jujur mengenai pernikahan kalian yang terpaksa. Sekarang aku akan menyampaikan alasanku menemuimu disini". Laura berkata serius."Apa alasanmu yang sebenarnya". "Maukah kau membuat kesepakatan denganku?"."Kesepakatan? denganmu?". Aku malah balik bertanya seolah tak percaya."Iya, kesepakatan yang akan menguntungkan untukmu, dan pastinya untukku juga". Senyum terukir di wajah Laura.Tiba-tiba wanita di depanku ini menawarkan sebuah kesepakatan kepadaku. Aku bersikap lebih waspada sekarang. Dan menerka tentang kesepakatan apa yang menguntungkan bagiku."Lalu apa kesepakatan itu?". "Batalkan pernikahanmu dengan Yoga. Aku akan membantu kamu untuk melunasi semua hutang keluarga kalian". "Apa maksudmu?". Aku berpura-pura tidak tahu."Aku sudah tahu semuanya, Clara. Kau tidak perlu menutupinya?". Kali ini senyum sinis yang terukir di wajahnya.Aku hanya diam."Bagaimana?". Laura menatapku seolah mendesakku untuk memberi jawaban.Ada sedikit keterkejutan di
"Apakah Laura menemuimu?". Yoga bertanya tanpa basa basi."Iya". Kataku ketus. Aku kesal sepagi ini sudah melihat wajah tampan Yoga."Apa katanya?". Yoga penasaran terlihat dari sikapnya saat ini."Dia memintaku membatalkan pernikahan denganmu". Jawabku jujur."Ap-apa?". Yoga tak percaya Laura meminta hal tersebut."Lalu apa jawabanmu?". Yoga bertanya lagi."Menurutmu aku harus menjawab apa". Aku mencoba mempermainkan laki-laki yang arogan ini. Aku tersenyum kecil saat melihat reaksinya. Dia nampak sedikit kesal dengan pertanyaan yang sengaja aku ajukan. "Ayolah, Clara". "Apakah aku harus memilih membatalkan pernikahan kita atau kau saja yang membatalkannya?". Aku menyuruhnya untuk memilih.Lelaki berhidung mancung itu mendongakkan kepalanya ke arahku, nampaknya sekarang dia kesal. Permainanku berhasil. "Kau tahu Clara kau tak bisa membatalkan pernikahan ini begitu saja?"."Kenapa tak bisa?. Pak Yoga juga tahu sendiri kan alasan aku menikah denganmu. Pak Yoga juga terpaksa menikah
"Aku sudah mengetahui perasaanmu terhadap Clara". Aku berkata dengan sangat yakin."Perasaanku?. Jangan sok tahu, Frengky". Aku menepis perkataan sahabatku ini."Apakah kau sudah mulai mencintai Clara, Yoga?". Bukannya mendapat jawaban dari Yoga, aku malah menangkap satu dokumen yang dilempar ke arahku. "Jangan bicara sembarangan". Aku sengaja melemparkan satu dokumen kepada Frengky karena berkata omong kosong."Baiklah, aku akan menutup mulutku". Aku langsung berjalan ke arah meja untuk menaruh dokumen penting itu.Yoga hanya melirikku sebentar dan kembali berkutat dengan seabrek dokumen di atas mejanya. Aku bernafas lega, pertanyaanku tadi tak berbuntut panjang.-------Aku kembali ke kamar dengan membawa manekin berisi gaun pengantin yang dibawa Yoga, "Berat sekali". Kataku pelan.Aku lantas memandangi gaun putih yang berada di kamarku sekarang. Memang benar-benar indah, batinku.-----Satu hari sebelum acara pernikahan.Tidak terasa, empat hari telah berlalu, begitu cepat waktu b
Akhirnya pesta pernikahan aku dengan pak Yoga telah selesai. Aku sudah berada di dalam kamar pengantin kami. Yoga, laki-laki yang sudah sah menjadi suamiku sepertinya masih di luar, mungkin sedang mengobrol dengan tamu. "Kenapa dia tadi berprilaku aneh ketika aku bersalaman dengan Radit?". Aku mengingat kejadian di atas pelaminan kami."Ah, terserah sajalah mumpung pak Yoga belum ada kayaknya aku mau mandi dulu", pikirku.Aku begitu capek dan penat, sepertinya mandi air hangat akan merilekskan tubuh ini. Aku pun masuk ke kamar mandi, tak perlu butuh lama untuk diriku mandi. Setelah selesai, aku membuka pintu kamar mandi, dan terkejut melihat pak Yoga yang sedang duduk di ranjang. Pak Yoga sedang asyik memainkan handphonenya, mungkin sedang mengurus pekerjaanya. Aku melangkahkan kaki ke luar dari kamar mandi dan sepertinya aku menyadari sesuatu. "Ah", spontan aku berteriak.Teriakkan dari mulutku itu sukses mengejutkan pak Yoga sehingga menoleh ke arahku. Aku malah berteriak sekali
"Kenapa handphone itu ada padamu?". Pak Yoga bertanya kepadaku."Eh, ini handphone pak Yoga kayaknya ketinggalan deh karena buru-buru keluar tadi". Aku yang belum sempat mengutak-atik handphonenya kesal setengah mati.Aku dengan hati-hati menggunakan kata-kata untuk tidak mengungkit kejadian setengah jam yang lalu."Terima kasih". Jawabnya singkat.Aku diam dan tak berkata lagi, karena memang aku merasa tak ada lagi yang bisa kukatakan."Aku mau mandi dulu, kalau mau tidur silahkan. Jangan menunggu aku". Yoga berkata lagi.Aku hanya melihat punggung pak Yoga yang menjauh dariku. Aku kembali membaringkan tubuhku di kasur. "Sebaiknya aku tidur saja, lagi pula siapa yang ingin menunggumu. Jangan berpikir aneh ya, pak Yoga". Aku mencoba membela diri."Akh... ", Aku berteriak dalam hati.Yoga segera menuju kamar mandi setelah mengambil handphone yang dipegang oleh Clara. Aku mendengarkan degup jantungku yang masih berdetak kencang. Untung saja, Clara tidak membuka benda pipih ini. Aku bel