"Memangnya apa bedanya dengan hari ini, kenapa mereka tersenyum malu-malu melihat aku yang keluar dari kamar dengan rambut yang basah?", Aku berpikir keras sekarang sambil memperhatikan mereka yang bertingkah aneh menurutku.Rencananya mau tadi malam aku membasahi rambut ini, tapi, aku berpikir ulang. Pertama karena sudah terlalu malam dan kedua, karena entah kenapa tadi malam itu hawanya begitu dingin. Aku takut kedinginan dan ujungnya bisa masuk angin.Masa, baru sehari menikah sudah masuk angin, tidak lucu, bukan. Aku lantas bertanya lagi dengan mama karena menyadari kalau perkataan mama tadi itu aneh."Iih... Mama kok jawabnya begitu. Clara nanya apaan, jawabnya kok lain". Kataku kesal."Mama masak nasi goreng udang kesukaan kamu. Yoga mana? panggil yuk biar kita sarapan bareng". "Ini sudah selesai, mama akan panggil papa kamu". Lanjut mama."Iya, ma".Mama bukannya menjawab pertanyaanku, malah menyuruhku memanggil menantu laki-lakinya itu. Lantas, aku yang masih penasaran bertan
Aku yang malu karena masih menangis pun akhirnya menghentikan tangisanku. Dua puluh menit kemudian, kami sampai di depan sebuah rumah minimalis. Rumah yang bercat putih itu dihiasi dengan taman didepannya. Nampak begitu asri.Mobil pak Yoga pun memasuki gerbang rumah ini. Ada pos penjaga, aku mendengar pak Yoga menyapa penjaga tersebut. Namanya pak mamad."Apa kabar, pak Mamad"."Baik, pak. Hari ini pindah ya, pak?"."Iya, pak. Kenalkan ini istri saya, Clara". Lanjut pak Yoga.Aku pun sedikit menganggukkan kepala, mengiyakan sambil menyapa pak Mamad."Salam kenal ya, pak Mamad". Kataku."Eh, iya, buk". Mungkin dia agak terkejut aku langsung menyebutkan namanya."Jangan kaget pak, tadi kan saya mendengar pak Yoga menyebut nama bapak". Aku seolah mengajaknya bercanda.Hehehe, pak Mamad pun hanya terkekeh kaku.Kemudian pak Mamad pun dengan sigap membukakan pintu gerbang rumah ini. Mobil pak Yoga pun maju perlahan memasuki jalan beraspal rumah ini. Tak lama, kami sampai di depan rumah. K
""Iya, bi. Aku juga tidak perduli". Lanjutku."Apa , non". Nada suara bi Siti agak terkejut."Eh, gak bi". Aku berpura-pura cuek saja.Aku pun segera memakan masakan bi siti dengan lahap. Enak sekali, pantas saja pak Yoga suka cumi saus tiram ini. Aku pun makan dengan lahap. Aku harus punya tenaga ekstra untuk hari ini.Setelah makan, aku pun diantar sopir pak Yoga ke kampus, pak Dodi namanya. Aku bisa gila jika harus berada di rumah itu terus. Memangnya aku istri yang tetap berada di rumah menunggu kepulangan suami. "Oh, No". Aku bicara sendiri di dalam mobil.Pak Dodi hanya melirikku sekilas ketika mendengar aku bicara sendiri. Ah, masa bodoh, pikirku. Tidak terasa sudah dua puluh menit berlalu, mobil yang dikendarai pak Dodi membuatku tiba di kampus. Seperti sudah lama sekali aku tidak mendatangi tempat ini. Padahal baru saja seminggu dan aku mengamati tidak ada yang berubah sedikitpun.Aku pun keluar dari mobil pak Rakha dan mengucapkan terimakasih kepada pak Dodi.Pak Dodi pun b
"Halo, Laura, kau dimana?". Suara devid terdengar frustasi."Jemput aku sekarang, aku akan shareloc!". Kataku agak berteriak. "Oke. Kau baik-baik saja kan?". Tanya Devid penasaran."Iya, cepatlah kemari jangan buang waktu". Kataku menahan emosi yang hampir meledak."Tunggulah, aku akan segera menuju kesana". Devid langsung mengiyakan permintaan Laura.Devid pun segera mematikan sambungan telepon mereka. Tring... Bunyi dari aplikasi hijau itu terdengar. Devid membuka shareloc dari Laura dan mengernyitkan dahi."Apa yang dilakukan Laura di tempat seperti ini?". Devid semakin frustasi dengan tingkah bosnya akhir-akhir ini.Dengan langkah kaki cepat, Devid yang sekarang sedang berada di rumah segera keluar menuju garasi mobil. Devid pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk menjemput bos wanitanya yang arogan itu, Laura.Sementara itu, Laura kini hanya bisa menunggu kedatangan Devid untuk menjemputnya. Tenaga yang dia punya tak mampu membuatnya berjalan jauh. Hanya satu harapa
"Eh, apa pak Rakha pernah bertemu denganmu, Clara?. Tatapan matanya kepadamu itu begitu berbeda". Pertanyaan Tya sontak membuatku bingung."Eh. Aku baru melihatnya hari ini, Tya". Kataku jujur."Iya benar. Sikap pak Rakha itu aneh menurutku". Sasha malah mengompori."Udah ah. Apa sih maksud kalian? Kalau pak Rakha mendengar perkataan kalian, kan aku jadi gak enak. Dikiranya kita berpikir macam-macam". Kataku sedikit kesal."Iya, ya. Udah kamu istirahat dulu disini". Kata Sasha menengahi perdebatan kami.Aku hanya diam dan menggangguk. Mereka lantas pergi ke ruangan kelas untuk kembali mengikuti mata kuliah selanjutnya. Aku sekarang terbaring sendirian di klinik kampus. Tercium dengan sangat menyengat bau-bau obat khas rumah sakit.Huffttt... Aku menghembuskan nafas pelan. "Kenapa lagi aku bisa pingsan seperti ini, memalukan. Apalagi kata mereka aku digendong oleh dosen baru itu". Kini aku bicara sendiri.-----Suara deru mesin dan debu yang berhamburan di belakang di sebuah mobil biru
"Pak Yoga". Suara Clara begitu pelan terdengar di telingaku."I-Iya, Clara". Aku berkata tergagap."Bagaimana keadaanmu, apakah sudah membaik?". Aku kini khawatir dengan keadaanya."Sedikit lebih baik". Suara Clara masih terdengar pelan.Clara lantas berusaha duduk di atas ranjang dan menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur. Nampak raut lelah di wajah cantiknya, kemudian aku melihat Clara menutup matanya sebentar seolah ingin menyatukan sisa kekuatannya sore ini."Aku akan pindah ke kamarku Yoga". Kini Clara bicara."Kau tidur disini saja dulu untuk sementara". Kataku tegas, sedikit terhenyak akan perkataannya barusan."Kalau aku tidur disini, kau akan tidur dimana?". Clara bertanya penasaran."Dimana saja, di kamarmu juga boleh". Yoga berkata sambil berpikir."Jangan bicara omong kosong, aku menjadi tidak enak padamu". Clara masih mencoba untuk membantah perkataan Yoga."Kalau kau tidak enak kau bisa membayarnya". Aku mengajukan sebuah kompensasi.Clara kemudian mengernyitkan
Klek.... Bunyi pintu yang terbuka dan terdengar jugalah langkah kaki dan suara Yoga memenuhi ruangan ini, begitu juga ruang di telingaku. Aku melototkan mataku, sepertinya Yoga akan duduk di meja ini."Tuhan, bagaimana ini, apakah Yoga akan mengetahui aku sedang bersembunyi di sini?". Kini langkah Yoga semakin mendekat, degup jantungku pun kian menaik kencang. Aku mendengar suara pak Yoga juga semakin dekat ke arahku."Atur ulang semua jadwal meeting hari ini. Aku akan bereskan masalah itu sekarang". Perintah Yoga kepada sekretarisnya.Klik. Panggilan itu terputus. Yoga meletakkan handphonenya di atas meja. Clara terkejut dan spontan menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara. "Kenapa lagi masalah itu kembali datang. Dan kenapa mereka harus memakai Laura sebagai model produk mereka". Suara Yoga penuh amarah."Laura?". Kataku dalam hati.Aku mendongakkan kepalaku untuk sedikit mengintip ke luar dari balik bawah meja. Ada Yoga di samping meja sebelah kanan yang nampak dipenuhi amar
Aku tiba-tiba terdiam dan tak bisa berkata-kata, kini tubuh kami saling menempel. Yoga berada di atas tubuhku, aku bisa mendengar deru nafasnya yang menggebu. Aku menyadari posisi kami yang mungkin saja bisa membangkitkan jiwa lelaki Yoga."Apa yang akan kau lakukan?". Aku berkata segera ketika merasa wajah Yoga kembali mendekati wajahku dan deru nafasnya kembali menerpa hidung."Boleh aku menciummu lagi?". Suara serak Yoga terdengar deket sekali bahkan hembusannya lembut menerpa wajahku.Aku hanya diam dan mengangguk pelan. Aku benar-benar terhipnotis oleh Yoga sekarang. Kini, kurasakan nyata bibirnya menyentuh bibir lembutku, seketika aku memejamkan mata seolah menikmati cumbuan mesra dari Yoga.-----POV Yoga"Kesepakatan kita akan deal jika pak Yoga menyetujui model yang dipakai untuk produk kami adalah Laura Chyntia". Pak Roger, salah satu mitra kerjasama dalam pemasaran produk kosmetik, memberitahu aku di detik akhir perjanjian kerjasama kami. Aku yang mendengarkan persyaratan