"Halo, Laura, kau dimana?". Suara devid terdengar frustasi."Jemput aku sekarang, aku akan shareloc!". Kataku agak berteriak. "Oke. Kau baik-baik saja kan?". Tanya Devid penasaran."Iya, cepatlah kemari jangan buang waktu". Kataku menahan emosi yang hampir meledak."Tunggulah, aku akan segera menuju kesana". Devid langsung mengiyakan permintaan Laura.Devid pun segera mematikan sambungan telepon mereka. Tring... Bunyi dari aplikasi hijau itu terdengar. Devid membuka shareloc dari Laura dan mengernyitkan dahi."Apa yang dilakukan Laura di tempat seperti ini?". Devid semakin frustasi dengan tingkah bosnya akhir-akhir ini.Dengan langkah kaki cepat, Devid yang sekarang sedang berada di rumah segera keluar menuju garasi mobil. Devid pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk menjemput bos wanitanya yang arogan itu, Laura.Sementara itu, Laura kini hanya bisa menunggu kedatangan Devid untuk menjemputnya. Tenaga yang dia punya tak mampu membuatnya berjalan jauh. Hanya satu harapa
"Eh, apa pak Rakha pernah bertemu denganmu, Clara?. Tatapan matanya kepadamu itu begitu berbeda". Pertanyaan Tya sontak membuatku bingung."Eh. Aku baru melihatnya hari ini, Tya". Kataku jujur."Iya benar. Sikap pak Rakha itu aneh menurutku". Sasha malah mengompori."Udah ah. Apa sih maksud kalian? Kalau pak Rakha mendengar perkataan kalian, kan aku jadi gak enak. Dikiranya kita berpikir macam-macam". Kataku sedikit kesal."Iya, ya. Udah kamu istirahat dulu disini". Kata Sasha menengahi perdebatan kami.Aku hanya diam dan menggangguk. Mereka lantas pergi ke ruangan kelas untuk kembali mengikuti mata kuliah selanjutnya. Aku sekarang terbaring sendirian di klinik kampus. Tercium dengan sangat menyengat bau-bau obat khas rumah sakit.Huffttt... Aku menghembuskan nafas pelan. "Kenapa lagi aku bisa pingsan seperti ini, memalukan. Apalagi kata mereka aku digendong oleh dosen baru itu". Kini aku bicara sendiri.-----Suara deru mesin dan debu yang berhamburan di belakang di sebuah mobil biru
"Pak Yoga". Suara Clara begitu pelan terdengar di telingaku."I-Iya, Clara". Aku berkata tergagap."Bagaimana keadaanmu, apakah sudah membaik?". Aku kini khawatir dengan keadaanya."Sedikit lebih baik". Suara Clara masih terdengar pelan.Clara lantas berusaha duduk di atas ranjang dan menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur. Nampak raut lelah di wajah cantiknya, kemudian aku melihat Clara menutup matanya sebentar seolah ingin menyatukan sisa kekuatannya sore ini."Aku akan pindah ke kamarku Yoga". Kini Clara bicara."Kau tidur disini saja dulu untuk sementara". Kataku tegas, sedikit terhenyak akan perkataannya barusan."Kalau aku tidur disini, kau akan tidur dimana?". Clara bertanya penasaran."Dimana saja, di kamarmu juga boleh". Yoga berkata sambil berpikir."Jangan bicara omong kosong, aku menjadi tidak enak padamu". Clara masih mencoba untuk membantah perkataan Yoga."Kalau kau tidak enak kau bisa membayarnya". Aku mengajukan sebuah kompensasi.Clara kemudian mengernyitkan
Klek.... Bunyi pintu yang terbuka dan terdengar jugalah langkah kaki dan suara Yoga memenuhi ruangan ini, begitu juga ruang di telingaku. Aku melototkan mataku, sepertinya Yoga akan duduk di meja ini."Tuhan, bagaimana ini, apakah Yoga akan mengetahui aku sedang bersembunyi di sini?". Kini langkah Yoga semakin mendekat, degup jantungku pun kian menaik kencang. Aku mendengar suara pak Yoga juga semakin dekat ke arahku."Atur ulang semua jadwal meeting hari ini. Aku akan bereskan masalah itu sekarang". Perintah Yoga kepada sekretarisnya.Klik. Panggilan itu terputus. Yoga meletakkan handphonenya di atas meja. Clara terkejut dan spontan menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara. "Kenapa lagi masalah itu kembali datang. Dan kenapa mereka harus memakai Laura sebagai model produk mereka". Suara Yoga penuh amarah."Laura?". Kataku dalam hati.Aku mendongakkan kepalaku untuk sedikit mengintip ke luar dari balik bawah meja. Ada Yoga di samping meja sebelah kanan yang nampak dipenuhi amar
Aku tiba-tiba terdiam dan tak bisa berkata-kata, kini tubuh kami saling menempel. Yoga berada di atas tubuhku, aku bisa mendengar deru nafasnya yang menggebu. Aku menyadari posisi kami yang mungkin saja bisa membangkitkan jiwa lelaki Yoga."Apa yang akan kau lakukan?". Aku berkata segera ketika merasa wajah Yoga kembali mendekati wajahku dan deru nafasnya kembali menerpa hidung."Boleh aku menciummu lagi?". Suara serak Yoga terdengar deket sekali bahkan hembusannya lembut menerpa wajahku.Aku hanya diam dan mengangguk pelan. Aku benar-benar terhipnotis oleh Yoga sekarang. Kini, kurasakan nyata bibirnya menyentuh bibir lembutku, seketika aku memejamkan mata seolah menikmati cumbuan mesra dari Yoga.-----POV Yoga"Kesepakatan kita akan deal jika pak Yoga menyetujui model yang dipakai untuk produk kami adalah Laura Chyntia". Pak Roger, salah satu mitra kerjasama dalam pemasaran produk kosmetik, memberitahu aku di detik akhir perjanjian kerjasama kami. Aku yang mendengarkan persyaratan
"Ini adalah ciuman pertamaku". Clara bicara dengan pelan.Ketika mendengar itu aku sudah memastikannya secara langsung. Aku tahu ini adalah ciuman pertamanya, itu sebabnya jiwa kelakianku kian menggelora. Ada rasa lega ketika tahu bahwa aku lah yang pertama kali melakukan semuanya kepada Clara.Kini aku bertanya lagi kepada gadis kecil yang sudah menjadi istriku ini. "Bolehkah aku melakukannya?". Seperti ragu, Clara kini sedang berpikir. Mungkin saja dia merasa ini terlalu cepat, tapi apa salahnya kami juga sudah menikah dan halal bagi kami untuk melakukannya. Aku sepertinya mendapatkan jawaban, Clara sekarang memberikan aku senyuman termanisnya. Aku mengerti arti senyuman yang diberikan oleh Clara."Aku akan melakukannya, Clara". "Tapi...". Clara masih ragu dan belum melepaskan pegangan tangannya di salah satu tanganku yang masih menempel di salah satu kancing bajunya."Aku telah jatuh cinta padamu, Clara. Aku tidak berbohong. Jadi, apakah kita bisa menyatukan cinta kita berdua?". A
"Yoga, ini aku, Laura. Apakah kau sudah memutuskan untuk menyepakati kesepakatan itu. Aku tunggu di kantormu siang ini, bye". Begitulah isi pesan yang dikirim Laura ke suamiku tadi malam. "Kesepakatan?". Apa maksud Laura?. Kini aku menerka-nerka.Suara gemericik air di kamar mandi tidak terdengar lagi, buru-buru aku meletakkan benda pipih itu di atas meja. Pak Yoga pasti telah selesai membersihkan diri. Aku tak mau ketahuan sudah mengutak-atik ponselnya.Sambil berbaring, aku kembali memikirkan kembali isi pesan Laura. Kesepakatan apa yang sedang ia tawarkan kepada Yoga?.Pintu kamar mandi pun terbuka, pak Yoga keluar dengan hanya menggunakan handuk. Mataku tak sengaja melihat dada bidang suamiku itu. Pak Yoga yang melihat aku menatap bagian itu, terkekeh pelan. Aku kembali ketangkap basah olehnya."Mau lagi?". Yoga berkata menggodaku."Tidak". jawabku singkat.Lantas aku memalingkan pandanganku seketika dan berbaring membalik arah dan menutupi tubuhku. Aku malu sekali saat ini. Kena
Ada apa, pak Dodi?". Suara khas Yoga terdengar di ujung telepon."Halo, pak Yoga. Maaf pak, bisa bapak ke rumah sakit sekarang, non Clara jatuh dari tangga"."A-apa?". Suara yoga agak keras terdengar hingga mengejutkan bi Siti.-----Dua jam yang lalu"Kau mulai lagi". Frengky menyapaku pagi ini dengan kiasan kembali."Mulai apa?". Kataku cuek.Kemudian aku berjalan pelan untuk memasuki ruangan kerjaku yang berada di lantai paling atas gedung ini. Frengky mulai ikut berjalan dan berada di belakangku. "Apa yang membuatmu senang, aku sudah mulai mendengar suara siulanmu lagi". Frengky mulai mensejajarkan langkahnya."Ah, kau bisa saja". Yoga kini tersenyum."Aku yakin kau telah jatuh cinta". Kata Frengky yakin."Tebak sajalah, kau penasaran rupanya". Yoga mempermainkan kata agar tidak ketahuan."Baiklah, aku yakin dengan pendapatku, Yoga". "Terserah kau saja.""Ada kabar buruk untukmu". "Kabar buruk apa, katakan jangan berbelit". "Ada Laura di ruanganmu". Kini Frengky serius berbicar