Bima berdiam diri di dalam mobil dan tatapannya terpaku pada titik tengah kemudi, sementara pikirannya melayang jauh memikirkan mengapa Risa berkata bahwa suaminya telah meninggal padahal pria itu masih sehat bugar sampai detik ini.Lebih dari itu, Nathan pun tampak begitu senang dengan keberadaan sang ayah yang Bima yakini telah terpisah selama ini. Sekarang dia sendirian, sementara Risa pergi bersama sang anak dan juga pria yang mungkin sudah bercerai dengannya.“Tapi kenapa dia berbohong? Apakah sulit mengakui bahwa dia bercerai dengan suaminya?”Bima tertawa tidak mengerti. Sekarang dia benar-benar bingung harus bagaimana lantaran Risa tidak pernah bilang pernah bercerai dan alasannya menjadi ibu tunggal adalah ditinggal mati sang suami. Dia takut jika di antara wanita itu dan ayah Nathan masih ada hubungan yang belum berakhir.Pria berusia tiga puluh tiga tahun itu menghela napas, kemudian menyalakan mesin mobil dan membawanya pergi dari depan TK Stasiun Pelangi. Apa pun yang sed
Setelah Danu meneleponnya kemarin malam, Jillian tidak berhenti berpikir mengapa pria itu bertanya soal agen real estate seolah-olah akan membeli sebuah unit apartemen di ibukota. Untuk beberapa saat, dia merasa cemas jika sahabatnya itu telah bertemu dengan seseorang yang tidak seharusnya.Jika memang seperti itu, Jillian tak tahu harus bagaimana. Apakah dia harus membantu Risa pergi, atau membiarkan Danu kembali pada rencana awalnya di masa lalu, yaitu merebut anak laki-laki yang telah berusia enam tahun itu.“Ah ….”Pria itu menghela napas panjang sambil menyugar rambut ke belakang.“Seharusnya aku meminta wanita itu pergi saat itu sebelum Danu menemukan mereka.”Jillian memukul keningnya menggunakan tangan yang mengepal dengan pelan, lalu menggeleng dan menepis pikirannya yang tidak menentu.“Tidak. Bisa saja mereka belum bertemu. Jakarta itu luas, rasanya tidak mungkin mereka bisa bertemu secepat itu.”Di saat Jillian tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, seorang wanita melangk
“Sudah, jangan bicara lagi. Mama harus kembali bekerja.” Risa tidak mau meladeni omong kosong anaknya sebab hal itu hanya akan menyudutkan dirinya. Terlebih lagi, Nathan hanyalah anak-anak biasa yang jika keinginannya tidak dituruti, maka dia akan merengek tanpa henti sampai orang-orang dewasa di sekitarnya mengalah. Setelah sang ibu berbalik dan menjauh, Nathan melambaikan tangan dengan senyum lebar. Meski ibunya sering kali marah-marah dan menghukumnya tanpa ampun, satu-satunya orang yang Nathan sayangi di dunia ini adalah wanita itu. “Mama jangan jemput, ya! Papa yang akan mengantarku nanti sore!” Tanpa mendengar teriakan Nathan, wanita itu melangkah masuk ke dalam taksi yang telah menunggu selama lima menit dengan argometer tetap berjalan. Risa mungkin bersikeras membatasi Danu dan anaknya setelah ini, tetapi dia tidak tahu jika apa yang dilakukannya sekarang ini menjadi satu dari banyaknya cara mereka bisa melewati batas. Setelah tiga puluh menit berkendara, Risa tiba di kant
Orang-orang terkejut melihat kedatangan Laras yang membawa keributan. Mereka mengira jika wanita itu baru saja memergoki sang suami yang tengah berselingkuh dengan perempuan lain seperti ini.“Sedang apa kau di sini bersama kekasihku?!” Laras masih melotot lebar, sementara Risa hanya bisa terdiam karena rasa terkejutnya.Wajah ibu satu anak itu basah, juga pakaiannya yang mendadak tembus pandang karena berwarna putih. Risa lantas menatap Laras yang pasti sangat marah karena bantuannya terlihat sia-sia. “Ini tidak seperti yang kau pikirkan,” katanya.“Kau pikir aku–”Danu beranjak, mencengkram siku Laras dan membawanya pergi dengan paksa. Tak peduli jika orang-orang menganggapnya sebagai laki-laki tidak punya malu dan lain sebagainya.“Lepaskan aku! Aku belum selesai berbicara dengannya!”Nathan yang melihat Danu pergi bersama wanita kasar itu segera turun dari kursi dan menghampiri sang ibu yang menunduk sambil mengibaskan bajunya yang basah. “Mama tidak apa-apa? Kenapa tante itu jaha
Sekitar pukul sebelas siang, Risa baru bisa bernapas lega setelah semua pekerjaannya selesai. Wanita itu meregangkan tubuh dan mendengar bagaimana persendiannya berbunyi, lalu setelah itu meminum suplemen agar tetap fit, baru setelahnya memeriksa ponsel yang sejak tadi tersimpan di dalam laci.Melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari Miss Sera membuatnya mengernyitkan dahi dan perasaan cemas begitu saja hadir di dalam dada. Risa lantas membuka pesan yang juga dikirimkan oleh wali kelas Nathan dan seketika itu pula dia beranjak seraya mengambil tasnya.“Bu Ani, tolong sampaikan izin saya kepada Pak Andre, ya? Anak saya ada di rumah sakit sekarang,” pinta wanita itu dengan suara yang terdengar cemas.“Iya, Bu. Nanti saya sampaikan. Kalau begitu pergilah,” balas wanita bernama Ani tersebut.Dengan perasaan tidak menentu, Risa melangkah lebar meninggalkan kantor. Dia benar-benar khawatir dengan keadaan Nathan yang tiba-tiba memburuk sampai harus dilarikan ke UGD padahal pagi tadi
Selama dua hari ini Nathan diharuskan menjalani rawat inap agar bisa dipantau langsung oleh para ahli. Karena Danu, anak itu mendapat perawatan intensif dan Risa tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun sebab semua tagihan dibayarkan langsung oleh laki-laki yang bertanggung jawab menjadi ayahnya itu.Meski pada awalnya Risa menolak dan tetap bersikeras membayar tagihan sendiri, sifat keras kepalanya kalah oleh Danu yang lebih keras kepala dan tegas daripada wanita itu.Kemarin sore dokter sudah mengatakan jika Nathan berhasil melewati malamnya dengan baik, dia diperbolehkan pulang siang harinya dan sekarang Risa sedang membereskan beberapa barang milik anaknya untuk dibawa pulang. Namun, tiba-tiba saja anak itu mengatakan sesuatu yang membuat sang ibu bergeming.“Nathan mau pulang ke rumah papa.” Nathan mengulangi ucapannya ketika sang ibu tidak menanggapi. “Tapi Nathan tidak mau kalau tidak ada Mama. Nathan mau pulang ke rumah papa bersama Mama.”Risa menarik resleting tas dengan ka
Saat itu Risa tengah membuka lemari es yang kosong melompong, bahkan lemari-lemari kabinet di dapur pun belum diisi apa pun. Jika memang Danu sudah tinggal di rumah tersebut selama beberapa hari, seharusnya ada persediaan makanan atau minuman meski sebatas mie instan dan air putih kemasan.Salah Risa juga terlalu mengharapkan dan berpikir jika dirinya hanya perlu datang demi Nathan, tanpa peduli apa yang harus dipersiapkan sebelum datang ke rumah Danu. Wanita itu berbalik menatap sang anak yang duduk di meja makan sambil menopang dagu, menunggu apa yang akan ibunya masak untuk makan malam ini.“Mama harus pergi ke supermarket. Kamu mau ikut atau di sini saja?” tanya Risa, “tidak ada yang bisa Mama masak di sini. Orang itu benar-benar tidak peduli pada siapa pun.”Risa membuang muka ke arah samping dan bersamaan dengan itu Danu muncul dari kamarnya setelah membersihkan tubuh. Rambutnya masih agak basah dan dia hanya memakai kaus lengan pendek warna putih juga celana panjang berbahan ri
“Ah! Kurang ajar! Bisa-bisanya dia memberiku penawaran?!”Risa menggerutu di balik pintu toilet. Jam istirahatnya sudah berjalan selama lima belas menit yang lalu, tetapi wanita itu terus menerus mengurung diri di bilik toilet dan melampiaskan amarahnya pada lantai yang sejak tadi diinjak-injaknya dengan kasar.Semalam setelah Danu mengajaknya untuk rujuk, Risa berlalu pergi tanpa kata-kata dan berbaring di sebelah Nathan meski baru tertidur sekitar pukul tiga pagi. Setelah bangun, dia lagi-lagi teringat penawaran kembaran Kaya yang membuat emosinya lantas menggunung padahal saat itu masih pagi.Bahkan hal itu pun memengaruhi pekerjaannya hingga Ani yang duduk bersebelahan dengan Risa sering dibuat kaget karena tiba-tiba wanita itu menghentakkan kaki tanpa sebab sambil mendengkus keras-keras seperti sedang menahan sesuatu.“Dia pikir dia siapa? Dia tidak punya otak, pantas saja tidak merasa bersalah.”Risa beranjak berdiri, kemudian membuka pintu dan keluar dari ruang sepetak itu. Keb