Share

Bab 3 Grup Chat

Ariel menatap si mungil Reyna sembari menghela napasnya. Anaknya yang telah menolongnya dari hasrat Richard, suaminya sendiri. Ariel jongkok dan menatap wajah Reyna yang tampak memohon ingin bersamanya.

"Reyna takut tidur sendiri, kah?" tanyanya pada si gadis mungil itu.

Reyna mengangguk.

"Reyna, kau sudah besar!" tiba-tiba Richard menyergah dari dalam dan membuat Ariel dan Reyna terperanjat.

Pria itu berjalan menuju pintu, menatap wajah anaknha dengan tatapan tajam. "Kau terus meminta ditemani tidur sama mamamu. Kau sudah besar dan kau harus berani! Lawan rasa takutmu itu!"

Mata Reyna memerah dan ketakutan melihat ayahnya yang begitu tegas, ia tampak menahan tangis atas kemarahan ayahnya.

"Sudah Richard ... akhir-akhir ini Reyna memang sering mimpi buruk," terang Ariel berusaha membela putrinya.

"Kau ini, selalu saja memanjakannya!" balas Richard.

"Aku bukan memanjakannya tapi aku tidak mau Reyna merasa kesepian."

Ariel lalu jongkok dan memeluk Reyna yang ketakutan karena ulah ayahnya. "Sudah ... jangan takut, ya ...."

Reyna mengangguk sambil menahan tangisnya. Ariel lalu menggendong Reyna dan pergi menuju kamar gadis mungilnya. Ariel membaringman Reyna dan ia juga baring di samping Reyna.

"Mama ...."

"Ya, Sayang?"

"Kok ayah sering marah-marah sih?"

"Ayah tidak marah, Sayang ... hanya mau lebih tegas mendidik Reyna saja."

"Tapi ayah juga sering marah ke mama ...."

Kali ini Ariel diam sambil menghela napas. Lima tahun berlalu namun hubungan ia dan Richard tidak harmonis. Ariel akui ia sering menolak Richard dan Richard pun sama sekali tak pernah memperlakukan Ariel dengan lembut. Walau Ariel tahu Richard masih mencintainya, buktinya hingga saat ini pria itu enggan menceraikan Ariel.

Tapi bagaimana pun, itu tidak akan mengubah pandangan pria itu. Baginya, Ariel bukanlah wanita yang baik.

.

.

.

Tiba-tiba handphone Ariel berdering, menandakan adanya notifikasi chat. Ia lantas melihat notifikasi itu. Matanya membulat saat ia melihat nomornya dimasukkan ke dalam grub siswa-siswa SMA satu angkatan dengannya. Ariel langsung mencari tahu apakah Dhani juga bergabung di grub itu, tapi begitu melihat info di grub bahwa Dhani tak ada di grub itu ia pun menghela napas panjang. Ada rasa lega tapi di sisi lain ada rasa sedih juga.

Ariel pun membaca-baca isi obrolan chat grup itu. Sesekali ia tertawa membacanya walaupun ia tak ikut nimbrung untuk chat di sana.

tiba-tiba ada nomor tanpa nama dan photo profil masuk ke dalam grup itu. Ariel tak mau pusing dengan mencari tahu siapa gerangan hingga ia membaca chat di grup itu.

"Tuh, Dhani ... susah betul diajak masuk grup."

Mata Ariel membulat. Ternyata itu adalah nomor Dhani. Tanpa sadar sudut bibir Ariel melengkung ke atas, ia langsung memantau chat di grup itu.

"Hehe ... iya. Terima kasih sudah diajak masuk," balas Dhani.

"Di sini ada Ariel juga loh. Mari kita panggil dia."

Ariel langsung keluar dari aplikasi chat itu dan meletakkan handphone-nya di meja. Ia bisa merasakan jantungnya berdegub kencang. Entah mengapa segala yang berhubungan dengan Dhani membuat ia berdebar. Mungkinkah rasa cinta itu masih ada?

Ariel kembali mengambil handphone-nya dan membaca chat di grub itu.

"Mana ini si Ariel?"

"Ariel lagi urus suami dan anaknya mungkin."

Dan Ariel menemukan chat dari Dhani. "Hehehe ... jangan ganggu dia. Kasihan ...."

Ariel tersenyum membaca chat itu namun juga agak sedih karena sepertinya Dhani benar-benar tak ingin ada di hidunya lagi.

"Kau lagi apa?"

Ariel terperanjat mendengar suara Richard. dengan cepat ia menoleh dan benar saja pria itu sudah berdiri di belakangnya. "Ri-Richard, sejak kapan kau ada di sana?"

Richard memandang Ariel dengan tatapan curiga. "Kau sendiri apa yang kau lihat di hanphone-mu itu sampai tidak menyadari kedatanganku?"

Ariel diam menelan ludahnya sendiri. Richard melangkah maju lalu merebut handphone Ariel. Pria itu mengecek semua photo di galeri dan daftar chat di handphone Ariel. Beruntung ia tak menemukan sesuatu yang mencurigakan di sana karena Ariel jarang berkomunikasi dengan orang-orang jika itu bukan urusan penting.

Ariel memutar bola matanya dengan bosan akan sikap suaminya itu. Inilah yang membuat Ariel tidak akan pernah mencintai pria itu.

"Ayah!" Reyna berlari menuju Richard dan memeluk ayahnya.

"Bagaimana tadi di sekolah, Reyna?"

Reyna langsung bercerita dengan sangat bersemangat hingga Richard membawanya duduk di sofa dan memangkunya. Pria itu mendengarkan semua cerita Reyna dan beberapa kali menanggapinya.

Ariel sendiri hanya diam melihat putri dan suaminya itu. Dulu yang ia tahu, Richard adalah pria lembut dan itu masih tapi bukan untuknya.

Tidak lama kemudian handphone Ariel berdering, tanda ada notifikasi chat yang masuk. Ariel mengernyit karena nomor yang tak tersimpan di kontaknya, membalas chat dari orang yang tak ia kenal bukanlah kebiasaannya.

Tapi entah mengapa Ariel malah membuka chat itu.

"Hai, Ariel ... bagaimana kabarmu? Ini aku, Dhani."

Ariel sontak terperanjat kaget hingga tangannya bergetar. Tapi ia tak berani membalasnya, hanya membaca chat itu. Richard tiba-tiba menoleh ke arah Ariel. "Ada apa denganmu?"

"Tidak ada."

"Wajahmu tiba-tiba pucat."

"Aku?" Ariel tampak salah tingkah tapi dengan cepat ia menyadarinya. "Kepalaku agak pusing sepertinya."

Ariel lalu pergi dari ruangan itu dan menuju k kamarnya. Ia cepat menghapus chat dari Dhani karena takut tiba-tiba Richard memeriksa handphonenya.

Akhirnya malam telah tiba. Setelah makan malam Richard pulang ke rumah istri keduanya dan sepertinya pria itu akan lama kembali lagi. Ariel tentu senang karena ia tak pernah ingin pria itu mengunjunginya namun tidak bagi Reyna yang merindukan sosok ayahnya.

Ariel kini berbaring di samping Reyna dan menunggu hingga gadis mungil itu tertidur. Ariel teringat akan chat dari Dhani. Tadinya ia tak mau memedulikan chat dari pria itu namun entah mengapa ada suatu dorongan dari dalam dirinya untuk membalas chat dari Dhani.

Ia pun mengambil handphone-nya dan mencari nomor Dhani di chat grup itu.

"Dhan, kabarku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

Ariel tidak berharap bahwa Dhani akan segera membalas chatnya. Namun, ternyata hanya selang beberapa detik handphonenya berdering tanda ada chat masuk.

"Baguslah. Aku baik-baik juga. Oh, iya. Kalau tidak salah anakmu umurnya empat tahun ya?"

"Iya, jalan lima tahun."

"Um ... anakku sudah masuk sekolah dasar tahun ini."

"Anakmu?"

Ariel tampak shock. Ia keluar dari aplikasi chat itu sesegera mungkin dan tak mengindahkan beberapa kali notifikasi chat yang masuk di handphone-nya.

Ariel tak menyangka, ternyata saat malam itu Dhani sudah memiliki anak dengan wanita lain. Entah saat itu Dhani telah bercerai dengan mantan istrinya atau masih berstatus suami orang.

Tiba-tiba Ariel merasakan ada yang menusuk-nusuk tepat di dadanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status