Selena terdiam, bingung hendak bertanya ke Aditya. Niatnya kembali ke perusahaan Collins belum ia pikirkan matang-matang. Tapi dengan surat dari Aditya itu, ia tidak perlu pikir-pikir lagi. Tanpa izin ke Aditya yang sibuk dengan Julia, Selena keluar mengejar paman Grove. Untung-untung pria itu belum pergi."Paman Grove?" desis Selena jelas mengenali punggung paman Grove sesaat sebelum pintu ruangan yang bersebelahan dengan ruangan Aditya tertutup. Selena terhenti, bingung harus menghampiri paman Grove ke ruangan itu. Karena ia juga tidak pernah memasuki ruangan tersebut.Sejenak hanya mematung di sana, sampai suara cekikikan Julia begitu jelas di pendengarannya. Pantas saja kedengaran, keduanya ikut-ikutan keluar dan ada di belakangnya.Pura-pura tidak melihat, Selena fokus pada ponselnya sampai Aditya berlalu. Tapi pria itu tidak kunjung berlalu, Selena penasaran berputar badan cepat. Tak disangka-sangka Aditya yang berdiri di belakangnya tadi, kini berhadapan merapat dengannya.
"Selena, kamu tidak jadi dikembalikan ke perusahaan Collins, ya."Lekas Selena mengangkat kepala, takut-takut ia bertanya, "Kenapa, Tuan?" "Mmm, karena Joyce sudah mengantikan posisimu di perusahaan Collins. Katanya dia bisa meng-handle nya."DEGG.Apa artinya Tuan Collins mau memecatku? Selena meneguk liur, makin bingung jadinya. Beberapa saat lalu ia ngotot mau resign, sekarang malah jadi ketakutan sendiri kalau sampai di pecat."Baik, Tuan." Selena tertunduk lemah. "Tapi, ruangan kamu bukan di sini lagi, Selena. Karena mulai besok Julia yang duduk di sini. Mungkin dari sekarang kamu bisa singkirkan barang-barang mu, ya. Kamu tahu sendiri, Julia tidak suka dengan barang-barang orang lain."Selena tercengang. Makin yakin Tuan Collins sebenarnya ingin memecatnya namun merasa berhutang budi karena ia berjasa mengembangkan perusahaan Adiguna Jaya."Baik, Tuan. Izin bertanya, ruangan saya di bagian mana, Tuan?" tanyanya tak bersemangat "Kamu ke ruangan staf biasa ya. Oiya, mengenai g
Tergesa-gesa Selena menghampiri Hendra di depan kos. "Selena, kamu sudah---""Kak Hendra bilang apa ke Riana?" potong Selena tidak sopan.Hendra yang terdiam menaikkan salah satu alisnya. "Bilang ke Riana?" ulangnya.Diiyakan anggukan cepat-cepat dari Selena. "Aku cuma bilang mau kemari, lalu, dia merengek-rengek ikut. Itu saja!""Bukan itu, tapi soal Baby Lea!"Hendra tidak langsung menjawab. Kemudian mengikis jarak dengan Selena, berhenti setelah berjarak beberapa centimeter saja."Aku melakukan itu demi cintaku padamu. Aku hanya menunggu kapan kamu membalas cintaku, Selena." Lembut Hendra menyentuh kedua bahunya. "Aku tidak ingin dirimu jelek di mata Riana. Sekarang aku tanya padamu, apa itu salah?"lanjutnya.DEGGSejenak Selena merasakan kepalanya berputar-putar. Ia bahkan tidak menyangka sejauh itu Hendra mencintainya.Bagaimana kalau Hendra tahu kejadian kemarin? Selena menelan liur. Ingat ia sudah berjanji tidak mengulangnya dengan Aditya."Ahh, begitu ya, Kak. A-aku pikir t
Mata Selena tertuju pada kertas di atas meja. Penasaran segera menyambar dan membacanya. Seketika tubuhnya bergetar sampai harus mencengkeram erat sisi meja menahan tubuhnya. Bagaimana bisa Aditya mengirimkan surat yang sama ke Hendra? "Maafkan aku," desis Selena kepalang malu. Wajahnya menunduk dalam, meremas kuat kertas di tangannya. "Selena, tidak ada yang perlu meminta maaf. Lupakan saja semuanya, aku siap menerima kemungkinan besar kehamilanmu nantinya." GLEKK Bulu kuduknya berdesir. Ia masih berhadapan dengan manusia apa malaikat? Setulus apa cinta Hendra sampai bisa bicara seperti itu? Apa dia masih seperti itu setelah tahu siapa Aditya bagi Baby Lea? "Aku tidak sudi mengandung darah dagingnya. Apa kak Hendra masih mau membantuku?" Hendra tidak mempermasalahkannya, tapi cintanya yang terlalu besar ke Selena cuma mengangguk. "Kamu yakin Aditya tidak menanyakan hal itu nanti, Selena?" "Lupakan saja, Kak. Sekarang kita pulang ya!" Minder dirinya terlalu k
Aditya terbelalak kaget. Bangkit menghampiri Selena, menariknya keluar dari ruang meeting. Aditya mengabaikan panggilan Julia yang menyuruhnya tetap di sana."Apa-apaan kamu!" gertak Aditya menghempas tangan Selena dari cengkeramannya sesaat mereka di parkiran mobil depan. Selena mundur hingga punggungnya membentur pintu mobil Aditya. Sejenak Selena mengelus-elus pergelangan tangannya, sebelum melipat tangan di dadanya."Apa-apaan gimana maksud Anda?" tantang Selena menaikkan alisnya. "Sadar yang kamu lakukan di depan mitra perusahaanku tadi, Selena? Kalau kamu mau resign, tinggal pergi saja! Tak perlu membuat drama guna menarik simpati mitra perusahaanku!" berang Aditya mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Selena yang mengeras. Selena terdiam, dalam hati mengutuki sikapnya yang memalukan tadi. Tapi, ia melakukannya untuk membalas Aditya yang tega mengumbar rahasia panas mereka.Tanpa mengucap apapun lagi, Selena kembali masuk ke ruangan meeting. Setelah mengambil tasnya ia ber
"Riana!" Selena berjingkat menghampirinya. "Apa yang sudah dikatakan Kak Hendra padamu?" tanyanya langsung memucat.Riana mengedikkan kedua bahunya bersamaan, salah satu alisnya sengaja diangkat tinggi."Katanya dia melakukannya denganmu sebelum kamu pindah dari perusahaan Wiguna waktu itu. Yah, kamu menghilang tiba-tiba, Kak Hendra mencari mu dan menemukanmu. Sudah!"Selena meneguk liur kesulitan. Dari mana Hendra bisa membuat cerita mengharukan seperti itu? Bertemu juga ketika ia meminta tanda tangannya di perusahaan Bramasta.Tapi, hatinya tersentuh dengan ketulusan Hendra itu. Padahal sekalipun Hendra tidak pernah menyentuh tubuhnya, tapi sampai-sampai mau berkorban untuk Baby Lea dan dirinya."Riana, tolong bantu aku," pinta Selena menangkup kedua tangannya di dada. "Kamu kenapa?" Heran Riana bertanya, dahinya mengernyit."Tapi kata Hendra kedua orangtuamu belum tahu masalah---""Ohh itu, aku yang memberi tahu mereka duluan. Lalu, Kak Hendra menjelaskan lagi ke Mami dan Papi." S
Selena menyikut kaki Hendra agar segera meralat ucapannya. Agaknya pria tampan ini terlalu bersemangat meyakinkan Tuan Bramasta sampai tidak memikirkan resikonya."Bagaimana denganmu, Selena? Kamu sudah membicarakannya dengan kedua orangtuamu?" tanya Tuan Bramasta menggeser pandangannya ke Selena.Selena kaget, sekilas melirik Hendra di sampingnya. Ia bingung menjawab karena semua ini hanya akal-akalan Hendra saja. "Aku---""Sudah beres, Dad. Kedua orang tua Selena terbuka dengan hubungan kami, justru mereka mengkhawatirkan keluarga Bramasta, Dad," ucap Hendra memotong ucapan Selena."Khawatir bagaimana maksudmu, Hendra? Baby Lea anakmu, harus kamu pertanggung jawabkan, kan?" ujar Tuan Bramasta bertanya."Iya, Dad. Mereka mengkhawatirkan status sosial keluarga Bramasta." Hendra menurunkan nada suaranya, takut Selena tersinggung dengan ucapannya barusan."Miskin kaya itu tidak masalah bagi Papi. Kalau Selena pilihanmu, nikahi dia. Bukan malah seperti sekarang ini keadaannya! Apa yan
Aditya menggeram, dia tidak menyukai sikap tidak sopan Selena. Kemudian kembali masuk ke mobil namun hanya duduk."Kenapa malah bengong?" ketus Selena bertanya."Maumu apa? Siapa yang mengizinkanmu resign?" Aditya memutar badan menghadap Selena yang lantas membuang mukanya."Apa itu perlu? Terserah saya mau resign atau mau lanjut. Satu lagi, saya yakin Anda belum amnesia ucapan Anda di ruang meeting kemarin!""Hahk! Aku tidak benar-benar mengatakannya. Aku cuma kesal saja melihatmu yang tidak bisa menghargai---""Menghargai Julia maksudnya?" sarkas Selena memotong ucapan Aditya. "Ada apa denganmu, Selena?" Bingung Aditya bertanya dengan sikapnya yang ketus. "Aku tidak sedang bicara Julia!"Alih-alih menjawab Selena cuma membisu, kedua tangannya melipat di dada. Harusnya dia tahu apa kesalahannya. Oke, aku tunggu sampai dia meminta maaf atas kesalahan yang tidak termaafkan itu. "Selena?" "Cukup! Saya sudah muak dengan kepura-puraan Anda, pak Aditya!" Aditya mengernyit bingung apa