Aditya tertawa kecil mengekori kedua pasangan paruh baya itu. Pikirnya, Selena pasti sudah melarang kedua orangtuanya bicara dengan dirinya. "Apa yang kamu inginkan, Anak muda?" Gerah sang Pria tesebut bertanya, melihat Aditya seolah tak berhenti mengikuti mereka. Pun sok kenal saja. Sang wanita juga terlihat menunjukkan raut wajah tidak senangnya dengan sikap Aditya itu. Berkali-kali melayangkan pandangan sinis ke Aditya. Tapi, Aditya yang kukuh dengan pikirannya hanya menanggapinya santai. "Aku tahu Selena yang melarang Anda, Tuan dan Nyonya berbicara padaku, 'kan?" ujar Aditya kepedean melipat kedua tangannya di dada, punggungnya menyandar di dinding pembatas tangga, dan salah satu kakinya diangkat dengan bertumpu di ujung sepatu pantofelnya. Sang pria tersebut mengumpat tidak jelas sebelum mendorong bahu Aditya kasar, gegas menarik tangan sang Istri segera pergi dari sana. Namun, Aditya yang tidak setuju mendapat perlakuan keduanya yang dia anggap sebagai orang tua Selena
"Argh! Kurang ajar!" Aditya menggeram seraya melajukan mobilnya menuju perusahaan. Tergesa keduanya masuk ke ruangan private sebelum Julia melihat mereka. "Apa yang sangat penting itu, Paman?" gegas Aditya bertanya. "Tuan Collins sudah menetapkan tanggal pernikahanmu dengan Julia, jadi tidak ada waktumu mempertahankan Selena!" ujar paman Grove serius. "Tidak, Paman! Bagaimanapun aku tidak akan merelakan cinta sejati ku dengan orang lain, alih-alih bersama Hendra! Paman juga tahu bagaimana perasaanku padanya selama ini!" "Yah, aku tidak memaksamu, Aditya. Tapi itulah yang aku dengar dari Tuan Collins! Terserah kamu mau percaya padaku atau kukuh dengan pikiranmu mempertahankan Selena!" Aditya terdiam, seolah mencerna ucapan paman Grove. Dia bertekad harus bisa mempertahankan cintanya kepada Selena sebelum Hendra berhasil mendapatkan cinta Selena. "Kapan Kakek menentukan tanggal pernikahan?" tanya Aditya pasrah. "Awal bulan depan, artinya dua minggu tiga hari lagi dari hari ini.
Setelah hanya memutar-mutar Aditya memutuskan kembali ke kos Selena, dia harus bisa memastikan Selena pergi dengan siapa. Takut Sharon hanya mengada-ada saja.Pucuk dicinta ulam pun tiba, orang yang dia cari sedang ada di luar pagar. Dengan mudah Aditya mencegat langkah Sharon yang lantas tergesa hendak masuk sesaat melihat dirinya turun dari mobil."Aku cuma mau bertanya sama kamu!" ujar Aditya merentangkan kedua tangannya di pintu pagar menghalanginya masuk. Menajamkan pandangannya ke wajah Sharon yang mengeras itu. "Jika tentang Selena, aku sudah katakan tadi. Jadi, pergilah sebelum aku meneriakimu maling!" kata Sharon tidak perduli sikapnya yang kurang sopan itu."Oke, baik. Sebenarnya aku cuma ingin tahu Selena pergi dengan siapa, tidak lebih!""Aku sudah katakan ia pergi ikut dengan suaminya. Apa kamu masih kurang jelas mendengar?" "Bukan, bukan, Selena belum punya suami. Anak yang ada padanya itu anakku!" ungkap Aditya tidak lagi memikirkan aibnya bisa saja tersebar dan hany
Tidak ingin rencananya dengan Tuan Collins berantakan, alih-alih mendapatkan bonus dari kesepakatannya dengan Tuan Collins. Paman Grove juga terancam dipecat sebagai penasehat Aditya.'Tidak bisa begini!' batinnya mengejar Aditya.Paman Grove sudah hafal karakter Tuan Collins, setelah mendapatkan semua yang dia inginkan, dirinya pun tidak akan berguna lagi bagi Tuan besar itu. Artinya, dirinya menjadi pengangguran."Aditya! Aku mohon dengarkan penjelasanku!" Aditya tidak menggubris hanya mempercepat langkahnya menuju parkiran mobil. Dia sudah tidak tahan harus menunggu sang Kakek mendapatkan yang dia inginkan. Sama saja dia bakal kehilangan kesempatan memiliki Selena. "Oke, aku mengakui kalau aku sengaja melakukannya, Aditya! Aku hanya takut keluarga Selena tidak bisa menerimamu- yang malah akan merusak nama baikmu nantinya. Aku memang tidak mengatakan alasan ini padamu, Aditya, semata-mata karena aku takut kamu terbawa emosi saja," papar paman Grove terus berusaha meyakinkan Aditya
"Apa maksud Kak Hendra?" Kaget Selena cuma bisa balas bertanya. Tengkuknya terasa berkeringat dingin dengan pertanyaan itu. Seakan-akan Hendra tahu apa yang ia pikirkan sekarang. Hendra tersenyum kecil seraya menghela napas. Kemudian hanya menutup buku di genggamannya sebelum meletakkannya ke atas meja.Sesaat hanya menatap dalam wajah cantik Selena, gadis itu tergugu dan salah tingkah jadinya. Khawatir Hendra malah akan membahas pertanyaannya tadi. Sebisa mungkin ia berusaha tetap tenang meski telapak tangannya sudah banjir keringat."Selena, kamu mencintaiku?" Spontan Selena mendongak. Matanya melotot tajam sebelum mengangguk cepat. "Iya, Kak," sahutnya. Pikirnya, tidak ada lagi gunanya jujur dengan perasaannya yang masih ragu-ragu.Hendra merangkul hangat bahunya. "Aku bukan meragukan perasaanmu padaku, tapi aku tidak mau kamu terpaksa melakukannya, Selena.""Tidak, Kak. Hatiku sudah bulat menikah dengan Kakak. A-aku malah berpikir tentang perasaan Kak Hendra saja.""Kamu tida
“Bayar 500 juta untuk semalam!"Selena mungkin sudah gila mengatakan hal tersebut. Namun, ia tidak punya pilihan lain. Uang 500 juta itu harus sudah ada besok, sebagai ganti rugi karena Selena telah memecahkan guci keramik milik bosnya.Pria tua bertubuh gempal yang ditabraknya tak sengaja terlihat berasal dari kalangan orang kaya. Selena pikir, tidak ada salahnya mencoba, meski ia harus mengorbankan harga dirinya.Pria tua itu hanya tertawa kecil. Tampak, ia begitu tertarik pada tubuh molek Selena yang tertutup pakaian kerjanya."975 juta kalau kamu masih bersegel. Tapi jika terbukti tidak perawan lagi, kamu harus mengembalikan uangku tiga kali lipat!"Mulanya, Selena membelo mendengar jumlah fantastis tersebut. Tak berselang lama, barulah ia mengangguk setuju. “A-aku jamin, aku masih perawan.”Pria itu mengangguk dingin, lalu meminta Selena mengikutinya menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka.Tanpa banyak kata, pria tua yang belum ia ketahui namanya itu membawanya
Pil kontrasepsi sudah didapat, meski Selena harus berkorban menahan lirikan sinis pegawai apotek. Sekarang, ia tinggal hanya harus mencapai kantor sebelum jam tujuh tepat.Dengan napas yang memburu karena berlari sedari tadi, juga menaiki tangga alih-alih lift … Selena akhirnya sampai tepat waktu di lantai lima–tempat ruangannya berada.“Akhirnya….”Selena mengelap peluh yang membanjiri dahi dan wajahnya. Kemudian dengan tergesa-gesa, ia membuka pintu ruangan. Di saat yang bersamaan, seseorang keluar dari ruangan tersebut dan membuat Selena yang juga tergesa-gesa menabraknya.BRUKKAHKK!Selena pun tersungkur ke lantai, wajahnya hampir mencium ujung sepatu pria yang masih berdiri di sana. Dengan gusar, Selena mengangkat tubuhnya untuk memberi pelajaran ke orang yang berani menghalangi jalannya. Namun ..."P-pak Aditya?" Selena ternganga melihat pria yang menghalangi jalannya adalah sang Pimpinan, dan ruangan di depannya yang adalah ruangan pimpinan, bukan ruangannya.Cepat-cepat Se
"Di mana aku menaruhnya?!"Begitu mengingat tasnya sempat jatuh di ruangan Aditya tadi, Selena langsung buru-buru ke kantor. Bisa tamat riwayatnya kalau sampai Aditya menemukan pil tersebut, apalagi jika sampai pria itu mengetahui fungsi pil itu.Sayangnya, ruangan Aditya terkunci sehingga Selena tidak bisa masuk ke sana. Satu-satunya yang bisa ia cek kemudian adalah ruangannya sendiri.Laci kerjanya jadi sasaran Selena untuk diobrak-abrik. Penjuru ruangannya pun tak kalah dari pantauannya. Namun, yang ia dapati hanya ruangannya jadi berantakan, tanpa menemukan pil yang ia cari.“Hah….” Selena mendesahkan rasa kecewa. Pil itu mungkin bisa ia beli lagi, tetapi yang menjadi pikirannya adalah … bagaimana jika ada yang menemukan dan mengetahui kalau ialah pemiliknya?Saat akan keluar dari ruangan, terdengar suara langkah kaki melangkah lalu berhenti di depan pintu ruangannya. Selena melirik ke arah jam dinding. "Jam sembilan? Siapa yang masih ada di lantai lima di jam segini, ya?" gumam