"Bukan, Kak. Sebelumnya aku tidak tahu bakal bertemu dengan Riana dan kak Hendra di sini. Lagi perusahaan sudah menyediakan penginapan untukku malam ini, Kak."Hendra cuma bisa membeo. Niatnya ingin membawa Selena jalan-jalan pun jadi gagal. Setelah tanpa sengaja bertemu dengan Selena, perasaannya yang mengendap beberapa lama ini kembali berkibar. Namun, sepertinya kali ini juga dia belum bisa menaklukkan hati Selena "Kalau begitu kita makan malam dulu nanti baru ku antar pulang, bagaimana?" Hendra tidak berhenti memikirkan cara agar bisa berduaan, dan coba kembali mengungkapkan perasaannya kepada Selena. "Sekali lagi aku meminta maaf, Kak. Malam ini aku harus menemani Aditya bertemu klien bisnisnya yang mengundangnya makan malam."Hendra menganga, bisa-bisa kebetulan begitu atau itu hanya alasan Selena."Bisa kebetulan ya, Selena." Hendra tertawa kecil sembari menggaruk-garuk kepalanya.Selena terdiam, otak cerdasnya memutar cepat agar Hendra tidak curiga kebohongannya."Iya, Ka
"Saya sudah lapar, Pak," ucap Selena refleks.Mungkin dengan seperti ini Aditya berhenti menyuruhnya hal yang macam-macam.Benar saja Aditya langsung melirik jam tangannya."Ayo, aku juga sudah lapar," ajaknya menyambar ponselnya dari atas meja.Mendahuluinya keluar kamar.***Pagi sekali Selena terbangun, kaget mendapati dirinya yang bertelanjang bulat berada di pelukan Aditya. Sesaat memutar ingatannya ke semalam yang membuat dirinya tertidur bertelanjang bulat. "Ahhk!" pekiknya, cepat-cepat menutup mulut berlari ke kamar mandi. "Ya Tuhan! Apa yang sudah kulakukan ini? Mengapa aku mau-mau saja di perlakukan Aditya seperti ini? Dia pria beristri dan punya anak," desisnya memperhatikan seluruh kulit tubuhnya penuh tanda kepemilikan Aditya. Selena mengerang frustasi. Sampai kapan ia berada dalam jeratan hasrat Aditya? Sekali ia memenuhi hasratnya, Aditya semakin tidak tahu diri bakal mengulanginya."Selena ..."Terdengar suara berat dan samar Aditya dari dalam kamar. Cepat-cepat i
Aditya yang kadung berang karena cemburu menjotos pipi kanan Hendra. Akibat tinjunya yang keras, membuat Hendra yang tidak memiliki persiapan gelagapan. Hanya bisa menerimanya mentah-mentah.Disusul pekikan dari Selena yang kaget melihat kedatangan Aditya, juga Hendra yang sempat terhuyung ke belakang. "Apa yang Anda lakukan ini, pak Aditya?" geram Selena turun dari pangkuan Hendra, langsung memeriksa wajah Hendra."Kakak tidak kenapa-kenapa?" tanya Selena sangat mengkhawatirkannya. Ia memberikan perhatian tulus ke Hendra. Melihat Selena malah memperhatikan Hendra, Aditya menggeram menahan-nahan amarahnya."Selena! Setelah menyelesaikan tugasmu di sini, segera temui aku!" geram Aditya menaikkan dagunya sangat angkuh.Aditya menatap Hendra penuh amarah, dia tahu Hendra hanya mencari-cari kesempatan agar bisa menyentuh Selena."Iya, Pak," sahut Selena terdengar ketus sekedar menghormatinya saja. Bukannya meminta maaf kepada Hendra, Aditya melengos kasar. Disusul segera melajukan mo
Seketika wajah Selena memanas dan berubah warna merah menyala. Tersadar baru saja membongkar aibnya kepada orang lain. Ekspresi wajah yang sama juga ditunjukkan oleh Hendra. Jantungnya hampir saja berhenti berdetak, sangat kaget mendengar pengakuan Selena. Gemuruh dadanya meningkat membayangkan seseorang yang telah merenggut kesucian Selena. Kini pikirannya langsung tertuju pada Aditya."Bagiku tidak mempermasalahkan itu, Selena. Masa lalu mu milikmu, aku hanya ingin kita bersama di masa depan." Hendra meredakan rasa kagetnya berlahan."Jangan, Kak. Tidak seperti yang Kakak pikirkan. Bahkan aku merasa tidak akan ada pria yang akan menerimaku lagi."Hendra tersentak, langsung memeluk Selena."Aku, Selena. Aku mencintaimu lebih dari semua yang kamu pikirkan itu.""Tidak!" Selena mendorong kasar Hendra yang memeluknya erat. Emosinya membuncah mengingat kenikmatan bercocok tanam yang ia nikmati dengan Aditya semalaman.Selena tak berhenti mengutuki kebodohan dirinya. Namun, semuanya s
Selena meremas pulpen di genggaman tangannya. Takut-takut iapun bertanya."Kenapa belum pulang, Pak?" Lama tidak menunggu respon Aditya, Selena melanjutkan ucapannya."Tapi pekerjaan saya juga sudah selesai di---""Besok kita harus ke perusahaan Wiguna."Apa? Ia tidak boleh ke perusahaan Wiguna, itu atas perintah Tuan Collins juga. Selena mencari-cari cara agar ia tidak dipaksa ikut ke sana. "Tapi pekerjaan saya di---""Kebiasaan kamu selalu membantah, ya! Sadar tidak yang Bos siapa, yang bawahan siapa? Apa tidak ada hal lain yang kamu pikirkan selain membantahku, Selena?" 'Dia kenapa lagi?'Arghh! Rasanya ingin sekali meremas-remas mulutnya yang pedas itu. Tak terbayangkannya malam ini harus satu ranjang lagi dengan Aditya. Tak perlu lagi menduga-duga, ia sudah tahu apa yang akan terjadi."Tapi saya---""Tunggu," potong Aditya mengangkat tangan menyuruhnya berhenti bicara, melirik ke ponselnya yang baru ia letakkan di sampingnya. "Kakek?" pekiknya, sejurus raut wajahnya langsung
Telinga Selena memanas, kalau Aditya mau membayar tubuhnya tak harus di parkiran. Bisa di dalam kamar tadi. Di luaran ini banyak telinga yang bisa mendengar. Atau itu yang diinginkan Aditya? Ingin mempermalukan dirinya! Agar semua orang tahu kalau ia cuma wanita jalang!Selena tertawa getir, kalau bukan butuh uang ongkos pulang naik pesawat, ia sudah mencampakkan balik ATM Aditya itu. Tapi ... sekarang iapun tidak mau lebih merendahkan dirinya di hadapan Aditya. Ia tidak butuh ATM nya."Saya cukup diberi ongkos kepulangan saya saja, Pak. Kebetulan saja saya tidak membawa ATM saya," ujar Selena melunak, coba-coba bernegosiasi dengan Aditya guna menaikkan harga dirinya.Aditya menyeringai tipis menatap Selena dengan tatapan yang sangat merendahkan."Baru kali ini aku melihat wanita sepertimu bersikap ..." Aditya sengaja menggantung ucapannya menunggu respon Selena yang memanas.Selena tidak tahan lagi dengan penghinaan Aditya. Wanita seperti apa maksudnya? Apa perlu aku beberkan kepe
Matanya melotot, bergumam, "Tuan Collins!"Selena langsung mengangkatnya tanpa memberitahu Aditya. "Iya, saya---""Selena, tolong buat rincian pengeluaran perusahaan selama kamu di luar kota. Biar lebih mudah mengirimkannya ke bagian keuangan.""Ba---"Tut tut.Seperti biasa Tuan Collins langsung memutuskan obrolan sepihak.Selena mengekorkan sudut matanya melirik Aditya, tapi pria itu tampaknya tidak tahu kalau Tuan Collins yang barusan menelepon.Selena bisa membayangkan raut wajah Aditya yang langsung memucat jika sampai tahu. Hahaa, sekarang rasakan pembalasanku! Selena diam-diam tertawa senang.Biaya hotel? Tunggu, sepertinya aku menyimpan kwitansi pembayarannya. Selena merogoh saku tasnya. Untungnya ia menyimpannya, jadi tidak perlu bertanya ke Aditya.Tiket pesawat sekali saja, biaya hotel, biaya makan ... Selena mengingat-ingat berapa uang Aditya habis saat makan malam kemarin.Ahahh! Aku ingat 680 ribu rupiah dibagi dua jadi 340 ribu. Selebihnya makanan disediakan hotel.Set
Tak mau berlama-lama dengan rasa penasarannya, Selena cepat-cepat merobek sisi amplop."Cek? Untuk apa dia memberikan cek ini?" gumam Selena semakin terbelalak dengan nominal yang tertera di sana."S-satu milyar? Ini untuk apa sebenarnya?" desisnya tiba-tiba ketakutan telah lancang membuka amplop.Otak cerdasnya memutar, mungkin cek itu cuma dititipkan untuk ia pegang. "Ohh, shit! Mana amplop?" Buru-buru mencarinya dalam tas. Untungnya ia menemukannya. Setelah merapikannya kembali, Selena turun guna menghampiri Aditya yang sudah menunggunya."Pindah duduk ke depan," titah Aditya melirik Selena yang duduk di kursi belakang dari kaca kecil mobil. Tanpa pikir-pikir lagi Selena menurut saja berpindah duduk. Tak ada artinya berdebat dengan Aditya, yang ada mereka akan bertengkar lagi."Kenapa masih belum dibuka amplopnya, Selena?" tanya Aditya melihatnya hanya memegang amplop yang dia berikan.Hahk! Aditya tidak tahu saja sudah dibuka tadi, tapi ia tutup lagi karena takutnya."Ehh, s