Setelah kejadian malam panas itu, Ara tidak lagi keluar apartemen. Ia juga membatalkan pekerjaan sebagai pelayanan restoran. Kini yang ia lakukan hanya berdiam diri di dalam apartemen, ia masih merasa takut untuk keluar apartemen. Ara hanya akan keluar jika ia membutuhkan sesuatu yang sangat penting.
Seperti hari ini, Ara tengah malas malasan di apartemennya. Sejak pagi ia tidak memiliki gairah untuk melakukan apapun, yang ingin ia lakukan hanya rebahan di atas kasur. Bahkan ia tak membersihkan apartemen, dikarenakan ia sedang tidak mood.Saat asik-asiknya rebahan, Ara terpaksa menghentikan kegiatannya karena suara bell apartemennya. Dengan malas Ara pun turun dari kasurnya, dan pergi menuju pintu untuk melihat siapa yang bertamu di siang bolong seperti ini."Ck, ganggu orang aja." Gerutu Ara sambil membuka pintu apartemennya.Namun, saat melihat siapa yang telah mengganggu waktunya, raut wajah Ara menjadi datar tanpa ekspresi. Di hadapannya, ada nyonya Gina dan laki-laki cukup tua, yang Ara yakini bahwa itu Ayah dari nyonya Gina."Ada apa?" tanya Ara dengan angkuh."Ck, beginikah kau menyambut seorang tamu? Sungguh tidak memiliki etika sama sekali," ketus nyonya Gina dengan sinis."Saya tidak memiliki waktu lama untuk berdebat dengan anda, Nyonya. So, to the point saja." Tegas Ara."Kami ingin kau meninggalkan Hasbi." Ucap Kakek Hasbi dengan tegas."Ck, kalian hanya ingin mengatakan hal ini? Sungguh kalian tidak ada pekerjaan sekali," ejek Ara."Dan ingat satu hal, tanpa kalian ingatkan, aku sudah menjauhi Hasbi. Bahkan aku berharap tidak bertemu dengannya seumur hidupku, karena Hasbi hanyalah benalu yang telah merusak hidupku." Ucap Ara menatap tajam dua orang di hadapannya itu."Bagus! Aku harap apa yang kau ucapkan, bukan hanya bualan semata."Nyonya Gina mengambil cek di dalam tasnya dan menyerahkan pada Ara. "Jika kau butuh, jangan berlagak tidak butuh. Secepatnya kau harus pergi dari sini, bila perlu kau tidak boleh kembali lagi ke Indonesia." Tegas Nyonya Gina.Setelah mengatakan itu, nyonya Gina dan Kakek Hasbi pergi meninggalkan Ara seorang diri di depan pintu apartemennya. Sedangkan Ara hanya menatap nanar kepergian dua orang itu, dan setelah itu ia masuk ke dalam dengan membantingkan pintunya sangat kencang.Ara marah pada dirinya sendiri, karena tak bisa melawan nyonya Gina. Bahwa lebih menjijikkan lagi, ia mau menerima cek yang di berikan nyonya Gina. "Sial," umpatnya.Dengan keadaan marah, Ara segera mengemasi pakaian miliknya. Ia sudah memutuskan untuk pergi meninggalkan Jakarta. Ia tak ingin harga dirinya diinjak-injak kembali oleh keluarga Hasbi. Sudah habis kesabarannya saat ini, Ara tak ingin lagi dirinya itu semakin terhina. Apalagi ia memiliki firasat, bahwa ada nyawa di dalam perutnya.Ya, Ara merasakan hal berbeda pada dirinya itu. Ia mencoba abaikan. Namun, keanehan itu semakin nyata. Entah dari emosinya yang tak stabil, keinginan untuk makan sesuatu dan keinginan pergi ke suatu tempat. Ara bukan gadis polos yang tak mengerti apa apa. Walaupun ia tidak pernah bergaul, tetapi ia tau apa yang sedang terjadi pada tubuhnya itu. Namun, Ara berharap apa diduga nya itu salah. Karena bagaimanapun, ia belum siap untuk hamil. Apalagi hamil diluar nikah seperti ini.Disisi lain, tepatnya di dalam mobil. Nyonya Gina dan Ayahnya tampak mengobrol serius sambil menatap apartemen Ara."Kau yakin dia akan pergi?" tanya Ayahnya."Aku sangat yakin, Ayah. Dia pasti akan pergi setelah kita memperlakukannya seperti itu tadi." Balas nyonya Gina dengan percaya diri."Kau memang pintar, Nak." Pujinya pada Nyonya Gina."Tentu saja," balas Nyonya Gina dengan tersenyum puas. Keduanya tertawa keras membayangkan raut wajah Ara tengah menangis."Mari kita rayakan keberhasilan kita ini," ucap Ayahnya."Tentu saja." Keduanya tertawa kembali, apalagi saat keduanya melihat Ara pergi membawa koper. Itu artinya, usaha mereka memang benar-benar berhasil."Lihat, Ayah. Dia pergi," ucap Nyonya Gina dengan diakhiri tawa keras."Kau memang hebat, Nak. Ayah bangga padamu."Namun, tawa mereka tak berlangsung lama. Kedua pasang mata itu melihat keberadaan Hasbi yang mencegah Ara untuk pergi, bahkan tak segan segan Hasbi memohon pada Ara untuk tidak meninggal kota itu. Melihat pemandangan itu, Nyonya Gina dan Ayahnya turun dari mobilnya, dan pergi menghampiri Hasbi yang tengah membujuk Ara."Biarkan saja ia pergi! Mama sudah memberinya uang yang cukup banyak untuk kelangsungan hidupnya itu." Ketus Nyonya Gina saat tiba didekat putra satu-satunya itu."Mama." Hasbi sangat terkejut melihat keberadaan Mamanya, di tambah dengan kedatangan Kakeknya yang juga ada disana.Disini lah Hasbi bisa menebak, bahwa Mama dan Kakeknya yang membuat Ara bersikeras untuk pergi meninggalkan kota Jakarta kembali."Tidak perlu terkejut seperti itu, Nak. Kau pasti sudah tau apa yang kami lakukan pada gadis kecil itu." Ucap Kakeknya dengan menatap Ara yang perlahan menjauh dari mereka."Kalian keterlaluan!" Hasbi segera melangkah pergi meninggalkan Mama dan Kakeknya.Sedangkan Ara yang lebih dulu pergi dari sana, kini sedang berada di dalam taksi. Karena sebelumnya ia sudah memesan taksi, agar kepergiannya lebih mudah.'Aku harap setelah meninggal negara ini, aku bisa hidup lebih baik tanpa ada hinaan lagi.' Gumam Ara sambil menatap kearah luar jendela mobil. Perlahan Ara menutup matanya, hingga akhirnya ia terlelap dengan tenang.Ara sudah memutuskan tinggal di LA, karena disana ada satu cabang milik Omnya, yang memang sudah diberikan pada Ara. Disana Ara ingin memulai karier sekaligus hidup barunya, tanpa ada seorang pun yang mengenal dirinya. Ara juga sudah mengatakan pada Mars, dan Mars hanya bisa mendukung apa yang sudah menjadi keputusan keponakannya itu. Walaupun Mars sedikit curiga, mengapa Ara ingin sekali pergi dari Indonesia. Tetapi, ia tidak ingin menanyakan hal itu, baginya itu privasi Ara. Ia tak berhak mencampuri urusannya.Disisi lain, Hasbi tengah mengamuk saat kehilangan jejak Ara. Ia tak menyangka Ara akan pergi secepat itu, tanpa meninggalkan jejak."Sial! Bagaimana kalau dia mengandung anakku nanti?" gumamnya sambil memukul setir mobil.Ya, Hasbi mengejar Ara hanya karena takut wanita itu hamil. Ia tak juga ingin membalas semua kesalahan di masa lalu, walaupun Ara tidak tau apa-apa. Rasanya dosa Hasbi semakin banyak, apalagi setelah meniduri Ara malam itu. Dan jika sampai ketakutannya yang satu ini terjadi, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.Karena hari semakin sore, akhirnya Hasbi memutuskan untuk pulang. Ia akan meneruskan pencarian nanti malam, karena dirinya saat ini sedang membutuhkan istirahat yang cukup untuk mencari Ara kembali.Malam semakin larut, bahkan jam sudah menunjukkan angka 01.00. Tetapi, Hasbi tampak tidak menyerah mencari keberadaan Ara. Hasbi terus-menerus mencari Ara, hingga ia tak menyadari, ponsel miliknya terus saja berdering. "Kau menemukannya?" tanya Hasbi pada bodyguard, yang ia suruh untuk mencari Ara. "Ya, Tuan. Pesawat yang ditumpangi Nyonya Ara, pergi menuju LA." Balas bodyguardnya. "Siapkan semuanya, saya ingin malam ini kita berangkat ke LA. " "Baik, Tuan."Bodyguard itu pergi untuk menyiapkan penerbangannya. Sedangkan, Hasbi kembali ke dalam mobilnya untuk beristirahat. Saat membuka ponsel, ia sangat terkejut mendapati begitu banyak panggilan tak terjawab dari Angel, tunangannya. Namun, bukannya menelpon balik. Hasbi malah mematikan ponselnya, karena ia memang sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun termasuk kedua orangtuanya dan tunangannya itu.Tak lama, bodyguard Hasbi pun datang dengan membawa koper kecil. "Apa isi koper itu?" tanya Hasbi dengan bingung, karena ia tak menyu
Setelah keadaan Ara membaik, Mars segera melakukan pembayaran, dan membawa pulang Ara. Sesampainya di apartemen, Mars menyuruh Ara untuk istirahat di kamarnya. Sedangkan, dirinya akan beristirahat di kamar sebelah. Tengah malam, Ara terbangun dari tidurnya dengan tiba-tiba. Netranya menatap jam dinding yang saat itu menunjuk angka 3 dini hari. "Kenapa aku sangat ingin makan sushi," gumamnya dengan bingung. Karena, tak biasanya ia terbangun dini hari dan menginginkan sesuatu. Ara pun turun dari kasurnya, dan melangkah menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia membuka pintu kulkas, dan menatap apakah masih ada persediaan sushi miliknya. Namun, Ara dibuat kecewa. Karena, sushi yang diinginkannya itu tidak ada. Terpaksa Ara kembali ke dalam kamarnya dengan raut wajah sedih. Pagi harinya, Mars bangun lebih dulu dari Ara. Ia juga sudah menyiapkan semua makanan untuk sarapannya bersama Ara. Tak lama, Ara datang dengan wajah kantuknya. "Pagi, Nak." Sapa Mars, menatap Ara yang masih beranta
Seorang laki-laki melangkah dengan tergesa-gesa menuju ruang VIP yang ada di Bar tersebut. Dia baru saja mendapat pesan dari nomor yang tidak ia kenal, pesan itu berisi foto seorang wanita tengah berbaring di atas brankar rumah sakit dengan wajah pucat. Saat pintu dibuka kasar oleh laki-laki itu, suara bariton menyambutnya. "Akhirnya kau datang juga," ucap seseorang itu. "Aku tidak ingin membuang-buang waktu untuk basa-basi, Tuan. Sekarang cepat katakan, dimana Ara?" tanya Hasbi dengan emosi yang sudah di ubun-ubun. Ya, laki-laki itu adalah Hasbi. Laki-laki yang sudah berani meniduri Ara, bahkan sampai membuat Ara hamil di luar nikah. Sedangkan seseorang itu adalah, Mars, Omnya Ara. Ia sengaja mengirim pesan berisi foto Ara, karena ingin menjebak Hasbi."Kenapa kau tampak terburu-buru sekali, anak muda?" ejek Mars, dengan meminum minuman yang ia pesan beberapa menit lalu. Hasbi mengepalkan tangannya, pria dihadapkannya benar-benar membuat Hasbi bertambah emosi. "Berapa uang yang
Di sebuah kamar bernuansa putih, sepasang manusia baru saja menyandang status suami istri tengah duduk di balkon kamar itu. Keduanya baru saja selesai melaksanakan pernikahan yang dihadiri oleh kerabat dan orang terdekat mereka saja. "Kau tidak bahagia?" tanya laki-laki itu. Wanita itu hanya diam, tak merespon laki-laki yang kini berstatus suaminya. Bukan karena tidak bisa bicara, tetapi ia memang malas membalas pertanyaan suaminya. "Jawab, Ara!" ucab Hasbi membuat Ara jengah. "Kau sudah tau jawabannya, bukan? Lantas, mengapa bertanya kembali?" tanya Ara dengan sinis. "Maafkan aku," lirih Hasbi. Kesalahan begitu fatal pada Ara, ia sudah membuat Ara menjadi yatim. Lalu, keluarganya sudah membuat Ara tak mengingat apapun, dan satu lagi kesalahan paling fatal, ialah menghancurkan masa depan Ara. "Maafmu tidak bisa mengembalikan semuanya, Hasbi. Masa depan ku tetaplah hancur, dan itu karena mu!"Selepas mengatakan itu, Ara pergi menuju kamar mandi. Ia ingin menenangkan pikiran dan
Keheningan masih tercipta di mansion milik Mars, ketiga orang dewasa itu saling membisu, diantara mereka tidak ada yang berniat untuk membuka suara, setelah mendapatkan paket misterius berisi foto kecelakaan yang dialami oleh Ayah Ara. "Buang saja fotonya jika tidak penting," ucap Ara, setelah lama terdiam. Ia sebenarnya sangat penasaran siapa yang kecelakaan itu. Tetapi, melihat reaksi kedua laki-laki di hadapannya itu, membuat Ara memutuskan berberi usul untuk membuang foto itu. "Ya, kau benar, Nak. Sebaiknya kita bakar aja fotonya," balas Mars, dengan mengambil foto foto itu, lalu membawanya keluar untuk dibakar. Sedangkan Hasbi masih diam membisu, dalam benaknya banyak sekali pertanyaan yang muncul. Siapa yang mengirim foto itu? Apa maksud mengirim foto itu? Apakah untuk menghancurkan hubungannya dengan Ara? Ataukah foto itu sengaja dikirim agar Ara cepat mengingat kembali kejadian 9 tahun yang lalu?"Hasbi," panggilan Mars, membuat lamunan Hasbi buyar seketika. Ia berdiri da
Pagi hari, kediaman Mars di hebohkan kembali oleh sebuah paket. Namun, kali ini paket itu bukan berisi foto, melainkan berisi boneka kecil milik Ara dulu. Tetapi, orang yang memilikinya tampaknya tidak mengenali boneka kesayangannya itu. "Bonekanya cantik banget," ucap Ara tiba-tiba. Hasbi dan Mars hanya diam, tak menanggapi ucapan Ara. Mereka kini sedang berpikir keras, siapa yang selalu mengirim paket misterius itu ke rumah mereka, dan apa tujuannya. "Sepertinya kita memiliki musuh," ujar Mars, membuat Ara melepaskan boneka itu dari tangannya. "Maksudnya?" tanya Ara tak mengerti. Jika benar mereka memiliki musuh, itu artinya ia berada dalam bahaya. Tapi, siapa musuhnya? Ara merasa ia tak memiliki musuh."Tidak ada," ucap Hasbi dengan cepat. Hasbi tidak ingin Ara tahu, bahwa mereka memiliki musuh. Karena, Hasbi takut kekhawatiran Ara berpengaruh pada kandungannya. Apalagi kandungannya masih terbilang cukup rawan, dan Hasbi tidak ingin hal buruk pada Ara dan kandungannya. "Sepe
Satu minggu berlalu. Namun, paket misterius itu tak berhenti datang. Setiap hari, selalu ada paket di bawah pintu. Semua orang yang ada di mansion itu mencoba tidak menggubris. Namun, tampaknya si pengirim paket itu tak mau menyerah dan terus menerus mengirim paket berisi barang-barang milik Ara dulu. Entah dari mana pengirim paket itu mendapatkan semua barang Ara, yang pasti ada seseorang yang telah mengambilnya di tempat Diana dulu menyimpan barang-barang itu. "Kenapa setiap hari selalu ada paket misterius seperti ini? Apakah kalian memiliki musuh diluar sana?" tanya Ara yang sudah frustasi, karena gangguan paket itu. "Ara, tenang dulu. Kau jangan pikirkan paket itu, karena itu hanya orang iseng saja," ucap Mars menenangkan Ara. "Orang iseng? Jika memang ia iseng, lalu mengapa setiap hari mengirimnya? Apakah dia tidak capek mengirim barang-barang aneh ini pada kita?" tanya Ara. "Sudah jangan dipikirkan, aku dan Om akan mencari tahu siapa orang yang sudah mengirim paket ini pada
Ara terus melangkahkan kakinya menuju lantai dua. Namun, saat dipertengahan jalan, Ara terpaksa menghentikan langkahnya saat sebuah suara memanggilnya. "Ara," suara bariton itu berasal dari atas tangga, Ara mendongak dan menemukan Mars sedang berdiri menatapnya. Ara tersenyum, lalu melangkah lebih cepat untuk menghampiri Omnya. "Ada apa?" tanya Ara setelah berada di dekat Mars. "Kau habis darimana?" tanya Mars pura-pura tidak tahu. "Bukannya sudah Ara bilang, kalau Ara pergi keluar sebentar.""Darimana?" tanya Mars kembali. "Beli ini," Ara menunjukkan sebuah es krim pada Mars. "Aku sedang ngidam es krim, Om. Karena itu tadi aku pergi sebentar keluar," lanjut Ara. "Kenapa kau tidak minta saja pada Hasbi untuk membelikannya?""Hasbi sedang menelpon rekan kerjanya, dan membahas tentang pekerjaan. Jadi, Ara tidak enak mengganggunya hanya untuk membeli sebuah es krim," jawab Ara. Mars tersenyum, mengagumi kepintaran Ara dalam menutupi kebohongan."Ya sudah, istirahat lah. Kau pasti