“Jadi, apa yang Anda rencanakan sekarang? Sampai-sampai berniat untuk menunda kepulangan ke istana, ….”Mengubah wujudnya kembali ke bentuk manusia, Sir Serunting yang mencoba untuk mendengarkan penjelasan dari Lutung di malam kedua mereka bertiga–sudah termasuk Pohaci–berbincang, … menginterogasi sang majikan.“… Your Royal Highness?”“Uk uk ak! Ak ak uk!”“….”Membungkam mulut dan lebih memilih untuk melirik ke arah sang penerjemah, si peri kecil yang dapat mengerti dengan baik akan bahasa hewan, … sang ksatria berdarah setengah goblin itu pun, melakukan kontak mata yang mengisyaratkan meminta bantuan.“Ughh! Kenapa tidak paksa Master untuk berubah ke wujud aslinya saja?! Itu merepotkan!”“Beliau masih belum mau.”“Arhh, dasar!”Walau pada awalnya dia memang menggerutu, tetapi tetap saja Pohaci segera melakukan apa yang diminta, … untuk menerjemahkan ucapan dari majikan mereka.“Akhem! Master mengatakan, bahwa dia ingin dibuatkan kolam yang cantik untuk temannya itu.”“Gunanya apa?”
“Uwaah, rambut Anda panjang sekali.”“Iya! Bukan hanya panjang saja, mereka juga terasa sangat lembut!”Hanya dalam beberapa hari saja kembali mengakrabkan diri dengan sendirinya bersama dengan teman bicara baru, … Purbasari yang dalam sejenak mampu melupakan kerinduannya terhadap semua saudari di rumah dengan melampiaskannya melalui interaksi bersama para putri elf bersaudara, … tersenyum malu-malu begitu mendapati pujian.Saat ini, ketujuh gadis elf itu tengah sibuk dengan aktivitas masing-masing.Ada yang mengupas buah-buahan hasil buruan Lutung. Ada yang memintal benang khusus dari sihir untuk membuatkan sesuatu semacam pakaian. Ada yang bermain-main berdua di kolam air. Ada yang bermain bersama monyet. Ada yang berinteraksi bersama burung ciung hijau dan makhluk kecil berjuluk peri. Juga ada yang menyisir beserta mengepang rapi rambut Purbasari.Semuanya, para gadis-gadis elf yang cantik-cantik juga baik-baik itu, benar-benar membuat Purbasari merasa nyaman dengan kehadiran
“Hilang?!”“Itu sungguhan?! Kakak tidak sedang bercanda kan?!”Mengabaikan pandangan dari adik-adiknya dan lebih memilih untuk menyibukkan diri bergerak menyibak semak belukar di sekitar kolam tuk mencari selendang, Nawang Wulan menampik.“Aku tidak bercanda.”Melihat kakak tertua mereka sampai bergerak secara sembrono begitu dalam mencari sesuatu yang dikatakannya sudah hilang, … tentu secara otomatis membuat adik-adik Nawang Wulan menjadi tergerak untuk membantu.Namun, sayang sekali.Meski mereka bertujuh sekali pun mencarinya selama hampir berjam-jam, bahkan sampai memasuki batas waktu malam, … selendang sutra jingga yang penampakannya itu bersulam benang emas juga disiram oleh banyaknya kilauan bubuk permata, … tetap tidak dapat ditemukan.“Maaf.”Pada akhirnya, Nawang Wulan pun harus menerima kenyataan.“Karena waktu kita pergi sudah dibatasi, kita harus segera pulang.”Si putri elf tertua yang menghela nafas berat untuk mencoba berlapang dada terhadap situasi menyulitkan untuk
“Sampai jumpa!”Sampai kapan pun, sang putri yang diasingkan, telah mantap tuk berjanji.Dia, Purbasari, … tidak akan pernah melupakan kebaikan dari ketujuh gadis elf peneman yang baik hati juga ramah terhadapnya ini.“Mari bertemu lagi lain kali.”Berpamitan dengan hati yang berat, kemudian cepat pergi meninggalkan ketujuh elf tersebut tuk mencari teman penghapus lara juga kesepiannya di hutan yang pertama ada, … Purbasari secara antusias melantunkan nama.“Lutung~? … Lutung?”Nama monyet hitam besar. Lutung Kasarung.“Ak!”Sensitif begitu menangkap gelombang suara seseorang yang sedang memanggil-manggilkan namanya, Lutung, si monyet bersangkutan yang tadinya sedang bernegosiasi dengan burung ciung versi manusia, … lekas berlari terpontang-panting, untuk datang ke asal suara.“Ak ak …! Uk …?”Akan tetapi, betapa herannya monyet ini, begitu yang ditemui olehnya sekarang ialah seorang gadis yang tak mampu ia kenali.“Pfft, kenapa bengong begitu?”Tertawa kecil bersamaan dengan mengelap
“Tada~ hadiah spesial untuk Anda!”Menghadiri pesta minum teh kecil-kecilan yang hanya diadakan berdua antara sang ratu kerajaan saat ini bersama dengan dirinya, Countess of Jaya, … Pelita memberikan buah tangan berupa set lengkap pakaian bayi berbahan kualitas atas.“Ohoho, Saya tidak sabar untuk menanti tuan atau nona muda ini lahir.”Dia yang merasa dispesialkan karena menjadi salah satu orang selain dari komandan ksatria kepercayaan Ratu, Tumang, yang tahu kehamilan ini … sering kali menyalahi julukannya yang disebut nyonya pelit, untuk membakar uang dalam memberikan banyak sekali hadiah pemberian berhubungan barang-barang bayi.“Ya ampun.”Tersenyum ringan terhadap pemberian dari sepupu suaminya ini, sang ratu tersebut, Purbararang, … mengucapkan terima kasih banyak.“Padahal, Anda tidak usah repot-repot memberikan hadiah mahal ini.”“Tidak apa-apa, jangan khawatir.”Pelita yang akhir-akhir ini mengurangi kebiasaan untuk merokoknya jika sedang berada di dekat jangkauan Purbararan
“Ah, … maaf sudah berlaku merepotkan. Ini juga, ukkh … memalukan.”Mengusap wajah sembabnya dengan perasaan malu, Pelita yang sudah merasa lega sehabis menumpahkan segala isi dan curahan hatinya kepada Purbararang, … bermaksud hendak pulang dengan diantarkan oleh sang komandan ksatria kepercayaan Ratu sendiri, saking dirinya begitu dihormati ini.“Tidak apa-apa.”Menggenggam tangan Pelita tuk menguatkan, Purbararang juga menambahkan pelukan hangat sebagai penghiburan. “Endit, saat kamu memiliki masalah … datang dan ceritakanlah padaku juga. Okay?"“S-sungguh? Bolehkah Saya melakukan itu?”“Ya! Aku bahkan akan berusaha membantumu dengan sebisa mungkin!”Menghilangkan sosoknya yang seperti wanita matang menjadi sosok anak gadis yang terlihat cengeng dan hanya bisa melakukan hal selama itu menangis, … Pelita merasakan bahwa pipinya sudah dilanda oleh banyak rona merah.“Terima kasih,” ucapnya bersyukur, terlontar jauh berasal dari lubuk hati yang terdalam.Pamit dan segera menghampiri s
Hukum … mati?“Gulp.”Meneguk ludahnya tegang dan memandang Purbararang dengan mata bening yang mengosong dalam, Purbasari yang melepaskan genggamannya pada Lutung demi bisa menguatkan diri dengan mengepalkan kedua telapak tangannya sendiri, … lekas menjawab dengan lantang.“Aku terima!”Dia memberikan keputusan yang sudah membuat para saksi–terkecuali sang Duke of Jaya–terkejut, dan Purbararang semakin membludakinya dengan tatapan kebencian.“Jika itu syarat dari Teteh untuk mengizinkanku kembali pulang, ….”Demi permasalahan demikian, demi bisa kembali merasakan hangatnya kasih sayang juga eratnya dekapan dari sang kakak kandung yang tersayang, … yang bahkan tak Purbasari sadari bahwa orang bersangkutan tersebut sudah tak merasakan sedikitnya kepedulian semacam itu lagi, … sang putri yang cantik lagi baik hati ini, rela mempertaruhkan nyawa.“… Aku akan menerimanya!”°°°BU-BUNG!Gendang sudah di tabuh, tanda dari tantangan pertama … akan segera dimulai!“Tantangan pertama! … Lomba
GLUDAK~ GLUDAK~Suara roda kereta kuda yang terdengar nyaring di momen sunyinya kesenjangan interaksi di antara dua orang berjuluk terkenal, berupa “Anjing Ratu” juga “Nyai Endit”, … tampak membuat kecanggungan yang lebih mengarah ke rasa tidak nyaman, semakin menaik.Mengalihkan perhatian sendiri-sendiri dengan cara sendiri pula, baik itu si anjing ratu, Tumang, … yang menyandarkan kepalan tangannya di jendela kereta kuda tuk menopang wajah bosan.… Maupun si Nyai Endit, Pelita, … yang nekat merokok di ruangan bersirkulasi udara terbatas seperti itu, … sama-sama tidak memiliki ketertarikan untuk bersikap ramah satu sama lain.Semuanya perseteruan mereka dimulai dari awal pertama bertemu, … sewaktu Pelita datang-datang menghadiahkan seorang buronan sebagai hadiah pernikahan sang majikan.… Disambung dengan momen di mana statusnya diangkat menjadi seorang Countess, si orang–berjenis kelamin wanita–kepercayaan tambahan, … persaingan yang termaksud secara sembunyi-sembunyi untuk keduanya