“Ayo kita menikah.”Ini adalah sesuatu yang berjalan di luar dugaan.“Sekarang.”Purbamanik, si putri yang tadinya menyangka bahwa calon suaminya tidak akan memiliki penampilan yang seburuk itu, … mengingat ksatria yang tadi membawanya sampai ke kediaman tua yang suram, kotor, berantakan, lagi terlihat sunyi seperti tak berpenghuni ini saja memiliki visual di atas rata-rata, ….“Di sini. Hari ini.”… Hanya mampu mengulaskan senyuman dengan hati merasa ingin melancarkan banyak satire.“Ya ampun, Tuanku.”Jangan langsung melemparkan amarah, dan bersabarlah terlebih dahulu saja.“Saya saja baru sampai di sini pada beberapa masa yang lalu loh. Saya masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi.”Ini memang di luar bayangannya, terkait dirinya akan mendapatkan seorang pasangan yang sudah di jamin visualnya, … selayaknya pasangan yang didapatkan oleh sang saingan yang terkenal akan ketampanannya sampai seantero negeri.“Kau kan bisa beradaptasi atau apalah itu, setelah kita menikah juga."Bersa
“Mari kita bernegosiasi.”“Hah? Negosiasi? Persetan dengan itu!”“Tuanku.”“Euk …?!”“Ini memang pernikahan politik. Dan di dalam politik itu terkadang ada kesepakatan akhir bersama, supaya kita dapat menjalankan visi dan tujuan secara adil juga merata, bukan?”Seperti langsung tercekat dengan aura misterius yang terasa dari senyuman Purbamanik yang menekan, Arcadika tak mampu untuk bersilat lidah dalam mengucapkan segala pernyataan menyangkal lagi. “Saya percaya Anda tidak akan menekan hak kebebasan Saya sampai sebegitunya. Makanya, mari mulai dari langkah awal untuk menyetujuinya. Maukah Anda mendengarkan semuanya terlebih dahulu?” Arcadika yang awalnya menampakkan raut muka keberatan itu, terdiam sejenak untuk menimang-nimang penawaran.“Jika Anda tidak mau menyetujuinya maka tidak ada pilihan lain. Saya tidak akan pernah mau melahirkan penerus keluarga Anda.”Terlebih lagi, ….“Saya tidak menginginkan seorang suami yang akan berlaku kurang ajar sampai bisa mempermalukan istrinya.
“Ah~ akhirnya, kita pulang juga.”Membaringkan diri berpenampilan kumal di dinginnya lantai kayu asrama untuk para ksatria, ketuanya peleton kecil ksatria tersebut, Sir Satria, yang baru pulang dari pembasmian iblis di daerah perbatasan dekat desa yang memakan waktu selama seminggu lebih itu, … mendadak harus dikejutkan dengan sesuatu.Dia yang tak sengaja menangkap siluet orang besar yang tengah mencoba bersembunyi di bawah kolong meja tempat menyimpan makanan itu pun, sontak mengejutkan rekan-rekannya yang lain untuk kemudian terkejut bersama.“Milord! Apa yang Anda lakukan di sana?!” tanyanya dengan kaget sekaligus heran, seraya menarik orang yang ternyata adalah majikannya untuk keluar dari tempat sempit itu dibantu dengan ksatria lain.“Ya ampun, Anda kenapa?! Apa Anda sudah lama terjebak di sini? Tugas yang dijalankan oleh kami kan lumayan lama, jadi tidak akan pulang kemari sesering mungkin. Bagaimana jika Anda terjebak di sini selamanya dan baru diketahui saat Anda sudah menja
“Selamat atas pernikahan kalian~!”Menyambut dengan antusias pasangan suami-istri baru berganti pakaian setelah memutuskan untuk langsung pulang ke kediaman yang terasa lebih bersih juga rapi, patut untuk ditinggali oleh orang, … baik itu Juan dan istrinya, dengan bangga mempersiapkan perjamuan makan.“Kalian berdua sudah pasti sangat lapar kan? Dengan begitu, ayo cepatlah duduk.”Mempersilahkan Arcamanik untuk duduk dengan Arcadika, Ibu Koki menampilkan gurat senyum penuh arti.“Nah~ karena Head Butler dan Vivi ada tugas untuk membantu Saya di dapur, kami bertiga akan pamit terlebih dahulu ya~!”Seolah-olah sudah menanti hari menggebu-gebu ini, wanita yang sudah berpengalaman dalam menjalani kehidupan cinta ikatan pernikahan, menghilangkan jejak secepat kilat dari hadapan sang tuan dan nyonya rumah sembari menyeret serta sang anak dan sang suami.“….”Pada akhirnya, rasa canggung, menghinggapi keduanya.“….”Beraktivitas dalam diam berupa melilitkan serbet di leher sama seperti apa y
“Pesta berburu?”“Ya. Ini pesta berburu tahunan yang akan selalu diselenggarakan di pertengahan akhir musim gugur.”Beberapa minggu telah berlalu lagi.Arcamanik yang menjalani hari dengan tenang dalam membantu Arcadika mengelola kepemimpinannya secara sukarela setelah tidak jadinya proses malam pertama di waktu itu, … menelengkan kepalanya dengan wajah penasaran. “Mungkin kamu pasti merasa sumpek untuk terus-menerus berlalu lalang di mansion yang membosankan ini. Jadi, jika kamu mau … ayo menyegarkan mata dengan pergi ke Dukedom.”Arcadika yang sudah berangsur-angsur berubah rajin, mengurangi berbicara kasar atau kotor, juga lebih kurusan daripada sebelumnya lagi ini, … menjalankan petuah dari ksatria pemberi sarannya untuk memepet hati sang istri yang sudah mulai terbuka perasaannya, … sambil menampilkan senyum yang lembut.Walau setelah hari penyatuan tempat tidur berdua gagal dilaksanakan sekali pun, tetap saja, … sampai saat ini pula mereka betul-betul tidur sekamar berdua.Mesk
“Manik.”“…?”Sungguh.Semuanya seketika menjadi berbeda begitu Arcamanik dikunjungi oleh ibu mertua yang menyuruh istrinya ini untuk pulang ke istana tempat kelahiran, demi merebut takhta dari orang berstatus saingan yang hampir sepenuhnya dilupakan.“Apa makanannya tidak enak?”Segalanya tak serupa lagi. Yah.“Atau kamu sedang tidak enak badan?”Arcadika yang sudah merindukan sosok Arcamanik yang malu-malu menyanggah perasaannya itu, tidak merasa nyaman jika terus mendapati istrinya jadi pendiam begini.Padahal ini sudah sembilan belas hari berlalu semenjak ibunya datang kemari. Akan tetapi, obrolannya di waktu itu yang mengakibatkan Arcadika melihat sisi Arcamanik yang menangis dengan rapuh, … sepertinya masih terngiang-ngiang secara jelas di dalam kepala.“Anu, itu … apa caraku memegang sendok ini benar?”Bahkan, meski Arcadika kali ini sengaja menyalahi peraturan tata krama di meja makan yang biasanya akan membuat istrinya mengomel panjang lebar hanya untuk mengembalikan suasana
Kalau saja Arcamanik pikir-pikirkan lebih dalam lagi, benarkah ia itu sangat-sangat membenci sang saingan,… si saudari tiri yang lebih tua darinya selama beberapa bulan saja?-“Ayo kita pergi bersama-sama!”-Padahal ibunya sudah sering kali memperingatkannya untuk tidak berdekatan dengan putri tertua ayahnya itu, akan tetapi, … tawarannya yang manis untuk Arcamanik kecil dulu, tak bisa untuk ditolak segera.-“Um!”-Sejujurnya, pada awalnya dia tidak sebenci ini.-“Tidur cukup dua jam saja. Kau harus menggunakan banyak sisa waktu di hari-harimu untuk mengisi otak kopongmu itu dengan banyaknya pelajaran.”-Sebetulnya, dia pula tidak menginginkan tuk mulai menorehkan banyak bibit kebencian yang ditaburkan oleh ibunya begitu. -“Dasar anak bodoh. Bisa-bisanya kau kalah saing dengan j*lang kecil itu?!”-Akan tetapi, karena tekanan yang ibunya berikan kepadanya yang selalu saja diteriakkan keras-keras sembari menampar, menoyor, atau pula mencengkeram kerah pakaiannya demi menghukumnya supay
“Baik anak-anak, biar Ibu perkenalkan.”“….”Terpaku menatap anak perempuan yang berdiri di depan kelas juga di samping ibu guru sebagai murid baru, seorang anak laki-laki berambut coklat lempung pucat dan mata coklat agak kemerahan, … melebarkan matanya terpesona.“Nama teman baru kalian ini adalah Rarasati. Dia dan keluarganya baru saja pindah tempat tinggal untuk menetap di kota kita.”“Halo.”Tentang bagaimana mungkin pipi miliknya ini bisa memerah seketika tatkala mendengarkan suara dari murid baru tersebut yang berpenampilan seperti boneka, dengan rambut hitam dan mata hitam kelamnya berpadu bersama raut muka yang cenderung kurang berekspresi dengan baik, … anak laki-laki itu tidak tahu dengan pasti.Yang jelas.“Salam kenal.”Murid laki-laki yang baru menginjak kelas 4 sekolah dasar itu sepertinya mulai mengerti apa itu pubertas yang kerap kali muncul pembahasannya di pelajaran buku IPA.“Panggil aku Raras.”°°°“Psst! Dengar tidak? Ayahnya Raras katanya sedang gencar-gencar me