"Apa lagi maksudmu? Aku benar-benar tidak mengerti," tanya Pine seraya mengusap wajahnya frustrasi.
Mobil berhenti, mereka sekarang sudah tiba di depan gerbang Kastel Raltz. Perkataan Kevin yang panjang lebar ini membuat Pine tidak menyadari bahwa kini dia sudah kembali ke Raltz.
"Kita sudah tiba, Pine," ucap Kevin setelah memarkirkan mobilnya di dalam kastel yang kemudian langsung turun dan memutar, menuju ke sisi Pine berada.
Cetak!
Kevin membuka pintu dan mengulurkan tangannya, "Maaf jika ini terlalu berat. Lebih baik kamu beristirahat terlebih dahulu. Kita akan lanjutkan kembali obrolan ini nanti."
Namun, Pine hanya menyenderkan tubuhnya di kursi, tidak bergerak satu inci pun. “Nanti…? Kamu masih ingin berbicara setelah semua obrolan panjang itu? Bahkan itu bukan obrolan jika hanya kamu yang terus berbicara.”
"Pine..." panggil Kevin.
"Aku benar-benar lelah, Vin.”
Gail menunjukkan dua buku yang ia pegang sejak tadi ke Al, "Kau tahu buku apa ini? Ini adalah buku tentang Kerajaan Aima.”Al menghela napasnya dengan sangat panjang, "Aku sudah membacanya. Pergilah sekarang.”Gail tersenyum, "Buku yang kau baca hanya sebagian kecil bagian dari seri buku mengenai dokumentasi Kerajaan Aima. Buku ini adalah buku nomor empat dan nomor delapan, membahas mengenai Ratu Aima dan Pangeran Kerajaan Aima."Al mengerutkan keningnya, "Seri katamu?""Hal umum bagi suatu kerajaan untuk memiliki dokumentasi mengenai kerajaannya bukan? Tentu saja Aima juga memilikinya. Mereka memiliki sepuluh buku dalam rangkaian serinya,” jelas Gail.Gail mengikuti alur yang tidak tercetak jelas di bagian sampul buku, "Lihat, ini menunjukkan angka empat. Buku ini adalah buku nomor empat dalam seri Aima. Buku yang aku pegang ini—" ia mengambil buku lainnya, "—adalah nomor delapan.""Sedangkan b
PRANG!!!Beberapa menit kemudian, kaca jendela yang ada di kamar Diana hancur berkeping-keping. "Apa kau gila!?" teriak Rai yang langsung menerobos masuk dengan memecahkan kaca jendela.”"Apa yang kau lakukan, hah!?!" seru Rai marah dan langsung menarik tangan Diana yang berdarah."Kau terlalu lama, vampir bodoh," balas Diana santai, "Kau bisa mencium bau darahku bukan? Jika aku lakukan ini, kau pasti akan langsung datang.”"Kau benar-benar gila!!!" Rai langsung merobek bagian bawah pakaian Diana dan membalut lukanya.Diana hanya menatapnya dalam diam. Ia kemudian memandang ke arah jendela yang kini sudah hancur, “Tapi bagaimana kau sampai ke sini? Apa vampir... bisa terbang?”“Diamlah!” bentak Rai.Tap. Tap. Tap.Suara derap langkah kaki para prajurit terdengar di telinga Diana. "Mereka akan segera datang!” ucap Diana dan Rai bersamaan."Kau...
Perlahan, Diana menyentuh darah di wajahnya dan memandang horor ke mayat para prajurit vampir yang sudah tercerai-berai, "Apa kau harus melakukannya…?”"Ya..." jawab Rai ringan. "Kita pergi sekarang sebelum mereka datang lebih banyak.”Diana menutup mulutnya merasa mual, “Tapi… mereka??”"Tutup saja matamu," ujar Rai."Ayo kita pergi," ajak Rai yang langsung menyeret Diana ke arah pintu."Bukan ke sana," ucap Diana yang ternyata tidak menutup matanya. "Kita akan kabur lewat jendela.""Hah!?""Kita akan kabur lewat jendela. Meloncat ke bawah sana," ulang Diana dengan mata yang kini telah terpejam.Rai hanya diam tidak bergerak, mencerna semua kegilaan yang dikatakan wanita di hadapannya. Setelah wanita ini melukai dirinya sendiri, sekarang dia malah menyuruh mereka berdua untuk kabur meloncat dari jendela.Rai adalah vampir, dan mendarat dengan selamat ke bawah sana b
Gail melempar kedua buku yang tepat mengenai kaki Al, membuatnya harus merunduk saat mengambilnya. "Aima dulu adalah kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja. Namun, Raja melakukan kesalahan besar, dia mengkhianati perasaan Ratu yang sangat mencintainya,” jelas Gail.“Dia berselingkuh dengan wanita lain dan membuat sisi gelap Ratu bangkit—“ tiba-tiba Gail mengerang kesakitan, "Urgh...!"Al menggunakan buku yang ia pegang dan mendorongnya kuat-kuat ke leher Gail. "Jangan menceritakan hal yang aku tahu, atau aku akan menggunakan buku ini untuk menghabisi nyawamu!""Buku nomor empat… dengan judul Ratu Aima… bercerita tentang para Ratu Aima... termasuk Ratu Malka… ratu yang berkuasa… sebelum Aima runtuh…" jelas Gail susah payah seraya mendorong mundur buku tersebut menjauhi lehernya dengan telunjuk.Gail terbatuk-batuk lalu mengatur napasnya sebelum melanjutkan kembal
"Maksudmu Kevin?" tanya Al mengingat Gail mengatakan Kevin yang menyuruhnya datang ke Haltz."Bukan! Bukan dia!"Namun, Al tidak peduli. Dia malah memanggil seorang pelayan yang lewat tidak jauh dari sana. "Oi, kau! Kemarilah!"***Di dalam kastel, Ika yang sedari tadi berada di kamar Diana akhirnya tergelitik untuk melihat ke luar jendela. Alasannya sederhana, karena Diana selalu melakukannya, menatap kosong ke arah luar jendela, seakan-akan ada sebuah film yang terputar di sana.Ika menjadi penasaran dan mencobanya, tapi dia malah mendapati Al sedang bersama dengan pria asing di halaman belakang. Dia langsung saja berteriak memanggil Iki yang sedang berada di kamar mereka."IKI!!! CEPAT KEMARI!!!" teriaknya cukup kencang hingga Iki harus datang dengan muka masam."Jangan berteriak. Jika Al mendengarnya, maka dia akan mengamuk," jelas Iki yang memasuki kamar."Aku ada pertanyaan,&rd
“Tapi bukankah ini menarik,” ujar Iki.“Apa maksudmu?”“Dua pemimpin klan jatuh hati pada manusia. Ini benar-benar di luar dugaan bukan?”Ika mengangguk, “Tapi aku merasakan salah satu pemimpin ini tidak jatuh hati dengan manusia.”Iki mengerutkan keningnya, “Tidak jatuh hati dengan manusia? Apa maksud perkataanmu?”Ika menggeleng, “Lupakan. Aku hanya mengucapkan kata yang tidak penting.”“Benarkah?” Iki meragu.“Ya, lebih baik kita pergi dari sini, sebelum aku menghancurkan jendela dan meloncat keluar untuk memakan manusia di bawah sana.”***Gail terus melanjutkan cerita mengenai buku kedelapan. "Pangeran Aima, itulah judulnya. Bercerita tentang Pangeran Aima, tentu saja.”"Pangeran? Haahhh... Mungkin kau harus mengganti judulnya dengan Putri Aima," komentar Al.
Dalam langkah berlarinya, Diana sesekali memegang kepalanya. Pandangannya terkadang memburam, namun dia segera menggelengkan kepala dan kembali kepada realitas yang ada, berusaha melupakan bahwa ada sesuatu yang salah pada tubuhnya.Namun, bagaimanapun ia berusaha tidak memikirkannya, Rai yang sejak tadi melihat gerak-gerik wanita ini akhirnya berhenti, membuat Diana yang tidak tahu apa-apa menjadi terheran-heran."Ada apa?" Rai bertanya tapi Diana tidak menjawab."Aku bertanya ada apa?" tanya Rai sekali lagi."Ada apa apanya?" Diana mengembalikan pertanyaan karena ia tidak mengerti.Telunjuk Rai terangkat dan mengarah ke kepala Diana. "Kepalamu... ada apa dengan kepalamu?""Huh?" Diana refleks memegang kepalanya, memikirkan maksud pertanyaan Rai, "Kepalaku tidak ada apa-apa.”Rai memperhatikan Diana dengan intens. Vampir ini pun tidak mengatakan apapun lagi dan langsung menarik tangan Diana, membuat wanita ini
Pria ini menadahkan tangannya, dan seorang prajurit maju untuk memberinya sebuah gulungan kertas. Gail memperhatikan dengan saksama dan menyadari itu adalah gulungan resmi kerajaan."Bacalah," pria ini lalu melempar gulung ini ke Al, "Aku lelah berbicara dengan makhluk setengah-setengah.”"Huh...? Stempel Phoenix warna merah?" ucap Gail ketika Al membuka gulungan tersebut.***Phoenix de Haltz-Berdasarkan perintah resmi klan yang dikeluarkan olehYang Mulia Raizel Harrison de Haltz.-Phoenix de Haltz, mengumumkan bahwa:-V E R O D E H A L T--Merupakan pemimpin dari Divisi Pengamanan Eksternal Wilayah Klan Haltz, akan mulai mengambil alih seluruh kekuasaan, tan