"Setiap hari aku selalu menghabiskan waktu dengannya, bermain permainan apapun yang bisa kami mainkan. Namun, walaupun ada kami berdua di kamar ini. Mite hanya memberikan kami satu porsi makanan dalam sehari, dan jumlahnya pun tidak akan cukup untuk satu orang.”
“Tapi Dion tidak pernah mengeluh, dia bahkan tersenyum dan berkata, “Apa kau suka buah, Diana? Bagaimana dengan mangga?” Aku mengangguk dan mengatakan aku menyukainya."
"Lalu dia meminta izin padaku untuk pergi sebentar. Melalui jendela, dia pergi menyelinap keluar. Aku terkejut, ternyata dia pergi untuk memanjat pohon mangga yang ada di depan rumah kami. Memetik tiga buah mangga dan membawanya ke hadapan aku. “Ini bukan daging atau makanan yang lezat. Tapi aku jamin buah ini akan menjadi makanan favoritmu.”"
Pine tertawa disela ceritanya, namun Kevin memandangnya dengan iba. Bagaimana mungkin bukan h
"Aku menaiki sebuah mobil. Namun mataku ditutup, yang aku rasakan hanya rasa dingin yang teramat sangat. Lalu saat ikatan dibuka. Aku menyadari bahwa aku berada di sebuah ruang bawah tanah. Di sana, aku bertemu untuk pertama kali dengan seseorang,” kata Pine.“Apa orang itu adalah Pangeran Zahra?” tanya Kevin.Pine mengangguk, “Ya, dia adalah Pangeran Zahra, orang yang kau ceritakan sebelumnya, dan ternyata kita mengunjungi tempat yang sama. Bukankah ini takdir?” dan Kevin hanya terdiam."Pate akhirnya mengatakan semuanya, dan aku langsung memuntahkan semua isi perutku. Pate mengatakan bahwa darah yang aku minum selama ini adalah darah wanita itu. Aku langsung lemas mendengarnya. Terlebih ia mengatakan bahwa aku akan mendapatkan jantung baru. Jantung wanita itu."Kevin menggebrak meja, “APA!? APA KATAMU!?” Pine hanya tersenyum, baginya itu persoalan masa lalu, namun tidak untuk Kevin.&ldqu
Ann menghampiri Rai dan Diana yang masih berada di lantai dua, sedangkan Josh berada di luar kafe mempersiapkan segalanya. Wanita ini pun mendekat dengan perlahan."Semua sudah siap, Yang Mulia," ucap Ann."Ayo pergi, Diana," kata Rai dan Diana menganggukDi luar kafe, Diana berjalan mendekati Josh dan Annie. Ia kemudian membungkukkan dirinya, "Terima kasih atas pakaian dan semuanya, Bibi Ann.”Ann tersenyum lembut, "Tidak usah dipikirkan, itu hanya baju lama.”"Diana..." panggil Rai yang sudah menunggunya seraya membukakan pintu mobil. Diana tersenyum pada mereka lalu masuk ke dalam mobil.Setelah menutup pintu, Rai tidak langsung masuk ke mobil, dia menghampiri ke dua orang ini. "Kalian tahu keadaannya bukan?" dan Josh mengangguk."Hanya tolong jaga anak itu. Dia cerdas namun terkadang juga ceroboh," balas Ann."Kalian masih menyimpan botol pemberian Al?" tanya Rai"Ya. Josh yang menyimpann
"Oi, Al! Tuan Vampir...! Di mana kau?" teriak Gail dari tengah halaman. Dak! Tubuh Gail tiba-tiba terdorong dan menghantam tembok dengan keras. "Aku katakan hal ini sekarang. Jangan berteriak! Aku sangat kesal dengan suara yang keras!" ucap Al yang sudah mengunci pergerakan Gail. “Lagi pula kau sudah mengatakan semuanya, kenapa kau belum pergi juga, huh?" Gail bersikap tenang, "Yang Mulia Rai mengatakan untuk menyelidiki Aima dari reruntuhan yang berada di sekitar sini, dan bukankah kau menyuruhku datang sebagai tanda balas budi atas informasi waktu itu?” Al melepaskan Gail, dan menyerah dengan kelakuan manusia satu ini. "Ingat apa yang aku katakan! Dan satu lagi, jangan memasuki kastel! Jangan juga melakukan sesuatu yang membuatmu terluka!" "Hah...? Ini artinya kau khawatir padaku, bukan? Terima kasih.” Al mendesis kesal, "Bukan! Tempat ini dipenuhi oleh vampir! Satu tetes darahmu dan semua akan runyam! Aku j
BAM!Benar saja, Gail hanya memberikan sangat sedikit dorongan dan pintu ini dengan sukses mendarat di lantai, jatuh begitu saja karena lapuk dimakan usia dan alam. Membuat debu-debu langsung berhamburan menyeruak masuk ke hidung Gail.."Uhuk! Uhuk! Haa... haachiiihhh!!!" suara batuk dan bersin seketika menggema ke seluruh ruangan."Rrrr..." erang Gail, merasakan hidungnya menjadi sangat gatal.Namun dia langsung terperangah begitu melihat ruangan di hadapannya. Sebuah ruangan yang hanya terdapat tiga buah sofa rusak di tengah-tengahnya. Bagi seorang yang penakut mungkin mereka sudah pingsan sejak tadi. Tapi tidak bagi Gail, baginya suatu keberuntungan bisa melihat semua ini. Baginya, ini seperti harta karun.Ruangan ini terasa kelam, namun karena jendela di belakangnya, membuat ruangan ini terasa lebih terang. Langit-langit yang sudah tua ini pun sudah runtuh dimakan usia. Pria ini melihat ke seluruh arah dengan takjub. T
Di mobil, Diana menggenggam erat kantong kertas cokelat pemberian Annie. Rai yang melihatnya menjadi penasaran, namun Diana sama sekali tidak ada niat memperlihatkannya. Rai pun langsung meminggirkan mobilnya."Apa ini?" tanya Rai merebut kantong dari Diana.“Oi!” jerit Diana berusaha merebut kembali namun Rai menjauhkan kantong ini darinya."Huh...?” ia mengambil botol kaca sedang lalu mengocok-ngocoknya.TIIINNNN!!!"Diana!" pekik Rai karena klakson yang tiba-tiba saja dibunyikan oleh wanita ini.“Itu milikku!” geramnya“Aku tahu, tapi kau tidak perlu membunyikan klakson!”“Kembalikan!” tegas Diana dan Rai langsung melempar botol beserta kantong kertas cokelat yang berada di tangannya.Dengan menggenggam erat botol yang sudah berada di tangannya, Diana berkata dengan sinis, "Jangan merebut milik orang lain!""YA! Tapi jangan juga mem
Mendengar perkataan keras kepala ini membuat manik mata Rai berubah menjadi merah darah, dan Diana melihat perubahan ini. Jelas vampir ini kembali emosi hanya karena masalah sepele.“Sekarang kau marah? Kau ingin memakanku?” ucap Diana.“Tidak,” Rai melingkarkan tangan kanannya ke pinggang Diana, dan menarik tubuhnya mendekat.“Tapi aku akan menciummu,” dan Rai langsung mencium Diana begitu saja. Diana tidak memberontak, dia hanya berdiam diri hingga ciuman ini selesai.“Kenapa...?” tanya Rai bingung melihat sikap wanita ini.Diana melihat ke arah lain, “Aku hanya tidak tahu respons apa yang harus aku berikan. Walaupun aku melawan, kau akan tetap memaksa bukan?”Rai menghela napasnya, dan mendorong jauh Diana. “Cepat masuk ke mobil, kita akan kembali melanjutkan perjalanan.”Wsshhh!Diana menarik tangan Rai, membuatnya berbalik dan
Diana memulai ceritanya, “Pine adalah anak yang sejak kecil memiliki penyakit kelainan jantung. Orang tuanya tidak mengurusnya dengan baik dan tidak juga dengan memberikannya obat-obatan. Jadi, aku ke Bunga Malam untuk bekerja sebagai asisten dokter ini untuk mendapatkan obat untuk Pine.”"Bunga Malam...? Kau semacam peri?" tanya Rai tidak mengerti."Bunga malam adalah tempat bagi para kupu-kupu malam. Tepatnya itu adalah rumah bordil yang besar, tempat bagi para wanita menjual tubuhnya."Rai terkejut mendengarnya, "Hah? Tempat seperti itu? Lalu kenapa juga ada dokter di sana?""Dokter itu kenalanku. Dia di sana untuk mengobati dan memberikan vaksin rutin kepada para kupu-kupu malam. Walaupun terdengar sederhana, sebenarnya dia dokter yang hebat. Dia juga berasal dari keluarga yang turun-temurun dan dari generasi ke generasi menjadi dokter.""Lalu...?""Saat di malam hari aku menyelinap keluar untuk belajar padan
Karena rasa penasaran, akhirnya Iki mendatangi Al yang sedang berada di ruangannya. "Al, siapa manusia itu?" tanyanya dengan tidak sopan.Al yang sedang duduk di jendela pun hanya menoleh tanpa mau menjawab. "Manusia itu akan berada dalam bahaya jika berdekatan dengan Ika," lanjut Iki.Al menghela napasnya, "Kenapa kau ribut sekali, tidak bisakah kau tenang sedikit?" balasnya. "Dia adalah Gail. Rai mengenalnya. Dia berada di sini atas perintah Kevin, dan juga Rai memintanya untuk menyelidiki tentang Aima.”Kening Iki mengerut, bingung dengan perkataan Al yang tiba-tiba menyinggung tentang Aima. "Aima? Menyelidiki Aima? Bukankah itu kerajaan yang telah runtuh? Untuk apa? Dan jika memang harus, kenapa bukan kau yang melakukannya? Dia hanya seorang manusia.""Kenapa juga aku harus memberitahukannya ke anak kecil sepertimu?" sinis Al."Baik, aku akan mengajak Ika untuk menemui manusia itu. Aku penasaran apa yang akan diperbuat ol