“Kau berhasil,” ucap Primadigda. Tetapi ini bukan suaranya, ini lebih seperti bisikan hati. Hanya Aryanaga saja yang bisa merasakan. “Tetapi, kau terlalu banyak menggunakan energimu, sebentar lagi kau akan kelelahan.”
Dan benar saja, tubuh Aryanaga merasa lemas. Benang-benang energi tadi pun mulai memendek, redup, lalu lenyap. Yang ada sekarang Aryanaga terkulai lemah. Matanya terbuka melihat sang ayah masih dalam posisi duduk bersila. Kini ayahnya membuka mata, menyaksikan sang anak kelelahan.
“Itukah Mata Dewa? Aku seolah-olah bisa melihat segalanya,” kata Aryanaga. Dia senang sekali bisa melakukan teknik ini.
“Kau jangan senang dulu, Arya. Yang kamu lakukan baru tahap yang sangat awal. Aku juga dulu saat melakukan pertama kali seperti itu. Namun, inti dari menggunakan Mata Dewa adalah kau bisa bergerak lebih efektif dan efisien. Kau tak perlu mengalahkan
Primadigda tersenyum kepada Aryanaga. Anak lelakinya ini sekarang menjadi ksatria baru. Teknik Mata Dewa sudah diajarkan, tinggal Aryanaga mau melatihnya atau tidak. Dia beranjak dari tempat semedinya untuk menghadap ke arah istrinya berada. Angin dingin berhembus dari tempat itu. Dewi Es menyapa suaminya, hanya keduanya yang bisa mengerti apa yang sedang terjadi. Luh Baya dan Rah Baya tampak hanya mengamati Raja Primadigda dari jauh. Mereka memberi salam kepada sang raja dari tempat mereka berdiri.Aryanaga membuka mata. Tubuhnya lebih segar dan ringan selama latihan teknik Mata Dewa. Dia seakan-akan bisa melihat kehidupan dengan cara berbeda. Namun, ia berusaha agar sebisanya tidak terlalu sering menggunakan teknik ini, karena sangat menguras energi.“Setelah ini, kita akan berlatih apa lagi, Ayah?” tanya Aryanaga.Primadigda menggeleng. “Sudah cukup. Aku sudah mengajarkanmu bagi
Aprilia terbangun. Pagi sudah menjelang. Matahari mengintip dari cakrawala. Selama ini dia tidur di sofa kesayangannya. Meskipun sebenarnya ada kasur dan cukup untuk mereka, tetapi Aprilia lebih memilih sofa. Bukan kenapa, tetapi dia ingin selalu terjaga setiap saat. Dia merasa, kasur hanya akan membuat dirinya terlena dari keadaan sekitar.Ada yang berbeda pagi ini. Aprilia tak merasakan sesuatu. Namun, ini terlalu aneh. Biasanya dia merasakan kehadiran seseorang. Asri, di mana dia?Aprilia bangkit, menuju ke kamar Asri. Pintunya terbuka dan perempuan itu tak ada di sana. Dapur juga sepi, biasanya Asri sudah sibuk di sana memasak, memotong sesuatu, atau membuat minuman hangat. Pagi ini sepi. Bandi tak terlihat. Apa keduanya pergi bersama?Dari luar terdengar suara angin berembus. Saat itulah terlihat Bandi yang sedang menjadi naga mendarat dengan perlahan, beberapa detik kemudian wujudnya berubah k
Aryanaga merasakan kesedihan di dalam suara itu. Dada Aprilia juga serasa sesak. Aryanaga lalu pergi meninggalkan Aprilia. Dia mencoba mencari Asri ke tempat lain. Hatinya merasa tersentuh dengan perasaan Aprilia. Aneh, tidak pernah ia merasa seperti ini sebelumnya. Seolah-olah perasaan ini sangat dia kenali sebelumnya, tetapi ia tak tahu kapan dan di mana.Radar Aryanaga terus meluas hingga ia merasakan napas seseorang yang dia kenali. Suaranya yang bersenandung kecil, ditambah suara langkahnya. Mata Aryanaga terbuka lalu seolah-olah menyipit menembus semua pepohonan dan bebatuan. Sejauh matanya memandang ia bisa melihat bayangan Asri dari tempat ia berdiri. Segera dengan kecepatan tinggi Aryanaga berlari ke arah Asri. Dia menghindari pohon, bebatuan, melompat secepat kilat.Asri terengah-engah. Dia berada di daerah yang tak pernah ia ketahui sebelumnya. Ia tersesat makin jauh ke dalam hutan. Dia kira sek
“Kak Aprilia, lihat nih. Aku bisa menangkap ini!” ujar Aryanaga sambil mengayun-ngayunkan kumbang yang berhasil dia tangkap. Bentuk kumbangnya juga besar, sepertinya jenis yang belum pernah ditemukan. Aprilia sendiri saat itu heran bagaimana Aryanaga bisa mendapatkannya. Anak itu menggoyang-goyangnya seperti mainan.“Lepasin, Pangeran. Kasihan kumbangnya digituin!” ucap Aprilia.Aryanaga patuh. Dia lalu melepaskannya. “Baik-baik ya kumbang!”“Kak Aprilia, memangnya tidak pulang? Betah di sini terus?” tanya Aryanaga.Aprilia tersenyum. “Aku tak punya tempat untuk pulang, Pangeran. Ayahku menyuruhku untuk mengikutinya. Dan akhirnya kita bertemu.”“Memangnya untuk apa?”“Aku dijodohkan dengan pangeran.”
Lereng Gunung Semeru, lima belas tahun yang lalu Pangeran Aryanaga tertawa saat merasa tak ada yang bisa mengejarnya. Aprilia sekarang malah seperti pengasuh, pagi-pagi sudah disibukan dengan Aryanaga yang sudah menggodanya. Saat Aprilia sedang tertidur, tiba-tiba saja bocah itu menggelitikinya dengan bulu sehingga mau tak mau dia terbangun. Sebenarnya bukan hal yang baru baginya mengasuh anak kecil, tetapi masalahnya adalah anak kecil ini adalah calon suaminya di masa depan kelak. Lagi-lagi dia harus mendesah kesal. Kenapa hal ini bisa terjadi? Kata sang Ratu ini sudah jadi takdirnya, mau tak mau Aprilia sekarang berusaha untuk berteman akrab dengan Aryanaga. Mereka makan bersama, bermain bersama di bawah air terjun, bahkan terkadang berlatih bersama. Seminggu lagi adalah waktunya Aprilia akan dijemput oleh Raja Belzagum. Mereka akan berlatih bersama hingga Aprilia sudah
Bandi berdiri. “Lancang kau! Kau mengerti apa yang kau ucapkan Putri Vivian?”“Justru karena aku mengerti apa yang aku ucapkan, makanya aku memohon langsung kepada Paduka Raja Primadigda,” jawab Putri Vivian.Raja Primadigda memberi isyarat agar Bandi tenang. Bandi mengambil napas dan berusaha untuk tenang. Putri Vivian masih dalam posisinya, seolah-olah apa yang menjadi keinginannya harus dipenuhi, kalau tidak ia tidak akan beranjak dari tempat ia berdiri.“Kau tak perlu khawatir. Lembah Biawak bukanlah daerah yang strategis. Meskipun mereka menguasai perbatasan, mereka hanya akan membuang-buang energi,” ujar Raja Primadigda, “maaf, aku tak bisa meminjamkan Pedang Penakluk Naga kepadamu.”“Kenapa paduka? Apakah Paduka Primadigda tidak percaya k
Melihat ada yang datang, segera Aprilia mendarat. Dia bersiaga di sebelah Pangeran Aryanaga. Putri Vivian tampaknya sangat kagum dengan keadaan siaga Aprilia. Timbul niatnya untuk bermain-main dengan perempuan ini. Lagipula siapa dia? pikir Vivian. “Kamu siapa kalau boleh tahu?” tanya Putri Vivian. “Aku Putri Aprilia, anak dari Raja Belzagum,” jawab Aprilia. Putri Vivian langsung manggut-manggut. Dia sekarang tahu siapa Aprilia sebenarnya. “Ah, pantas. Aku tak begitu tahu tentang dirimu, tetapi ketika kau sebut Raja dari Timur, aku langsung paham. Sayang sekali ayahmu tidak ada di sini.” “Memangnya kenapa?” “O, tidak apa-apa. Aku cuma kasihan saja kalau misalnya nanti dia melihat anaknya sedang terkapar karena babak belur aku hajar,” ujar Putri Vivian.
Putri Vivian sangat senang. Dia akan melawan Pangeran Aryanaga, bertarung sampai mati. Sesuatu yang seharusnya tidak dia lakukan. Sebenarnya bisa saja Vivian tidak menghiraukan apa yang diinginkan oleh Pangeran Aryanaga, tapi ia menggunakan kesempatan ini. Kapanlagi bisa membunuh seorang pangeran? Apalagi itu adalah anak dari Primadigda. Dia ingin membuktikan sesuatu kepada Antabogo, inilah saatnya.“Aku tak tahu kalau kalian sudah bertunangan. Menyenangkan sekali bisa menghabisi dua orang sekaligus,” ujar Putri Vivian.Aryanaga mulai menerjang dengan tenaga kecilnya. Tentu saja hal itu tidak akan berpengaruh apa-apa kepada Putri Vivian. Serangannya bisa diduga dan bisa dielakkan. Vivian hanya menghindari tanpa perlu menangkis. Pangeran kecil pun menjadi bulan-bulanan.“Ayo Pangeran. Kurang cepat! Lagi! Lagi!” se