Aku Sudah Mendengarnya Neve tersenyum saat sudah berada di luar, memang tidak ada berkas bertuliskan Mall Zoku di antara map itu, semua hanya akal-akalannya saja, tapi melihat wajah Lucia yang tampak bodoh membuat dia merasa senang.Lucia yang semakin insecure menatap sekeliling ruangan suaminya, perasaan rendah diri semakin mendominasi. Tanpa menunggu Sean ia pun memilih untuk pulang dengan taksi. Bodohnya lagi dia tidak mengirim pesan apapun. Yang dikatakan oleh Neve tidak salah, Lucialah yang salah karena memang tidak pantas bersama Sean yang tampak cemerlang keluarga dan kariernya di tambah bonus ketampanannya. Tanpa di sadarinya ia adalah orang yang beruntung.Di rumah ia langsung masuk ke dalam kamar, Lerina yang melihatnya lantas menyusul menantunya tersebut ke atas. "Di mana Sean?" tanya Lerina yang sudah berada di pintu kamar menantunya yang tidak terkunci.Lucia terkejut ia yang sudah duduk di atas ranjang lantas berbalik, "Se-sean sedang ada rapat, Mom," jawabny
Queen Pergi Dari Rumah Gadis remaja itu menyelinap keluar dari kamarnya membawa tas punggung berukuran besar berisi pakaian dan kebutuhannya. Queen memilih lewat pintu belakang yang tidak di jaga oleh satpam. Ia mencuri kuncinya saat keluar makan malam tadi.Queen menatap nanar rumah itu sebelum menutup kembali pintu pagar yang berukuran sebadan manusia itu. Dia pun melangkah meninggalkan rumah tempatnya tumbuh tersebut.Temannya sudah menunggu di sisi jalan dengan taksi yang terparkir cukup jauh dari rumah mereka.Queen sedikit berlari dan temannya langsung membukakan pintu taksi."Ayo cepat pergi!" ajak Queen. Temannya mengangguk lalu masuk ke dalam dan meminta sopir untuk melajukannya.Temannya bukan asli dari sana, rumahnya cukup jauh, dia bersekolah dan menghuni sebuah rumah kos.Di sinilah Queen sekarang di kamar temannya yang tidak terlalu besar. Kasur berukuran kecil terbentang di sana. Malam ini mereka akan berbagi tempat tinggal. "Queen, ada apa denganmu? Kenapa
Masa Lalu Queen Barbara pun menceritakan tentang masa lalu Queen dan ibu kandungnya Selena, tapi tidak dengan penculikan yang dilakukannya, wanita tua itu takut cucu yang di rindukannya sekian lama itu pergi begitu saja.Satu hal yang Barbara salut pada keluarga Lerina yang bahkan tidak menceritakan tentang keburukannya pada Queen. Queen begitu sedih juga malu mendengarnya, dia hanya anak hasil perkosaan yang beruntung di asuh oleh keluarga Lerina yang ternyata sepupu ibu kandungnya sendiri."Bo-bolehkah nenek memelukmu?" Barbara memberanikan diri untuk bertanya, sudah sejak tadi dia ingin memeluk Queen yang tampak bersih dan terawat, sangat jauh dengan dirinya yang tampak lusuh dan terkesan jorok.Queen mendekati wanita yang ternyata neneknya itu, ia pun memeluknya.Setelah itu mereka pergi menuju makam Selena atas permintaan dari Queen.Cukup jauh perjalanan mereka yang harus kembali ke kota, dan Queen meminjam uang dari Rea."Aku pinjam uangmu," kata Queen yang sengaja berbi
Kurang Uang Masalah Queen sudah berlalu, Lerina dan Han sudah memaafkannya begitu pula dengan Sean, kecuali Rain yang justru menghindar saat Queen mengucapkan kata maaf. Entah apa lagi alasan Rain seperti tidak menyukai adiknya tersebut.Bukan hanya Queen, bahkan dengan orang tuanya, Rain tidak lagi seceria biasanya, kini dia lebih banyak diam atau menyendiri di dalam kamar selain sekolah dan tentu bermain dengan teman-temannya.Sedangkan dengan Sean dia memang jarang bertemu sebab kakaknya itu lebih sering menghabiskan waktu di perusahaan.Waktu terus bergulir hingga tibalah saatnya Sean dan Lucia memeriksakan kehamilannya.Rivera yang sudah dikabari oleh Lerina sengaja menunggu keponakan dari suaminya tersebut."Aunty, ini istriku, Lucia!" Sean memperkenalkan istrinya pada Rivera. Rivera tersenyum menyambut pelukan dari Lucia, ia juga menyentuh perut buncit gadis muda itu."Babynya kembar?" tanyanya yang sebenarnya sudah tahu dari Lerina. Lucia mengangguk tersenyum."Kau
Pria Jelek Dario sengaja menyuruh para karyawan restauran pulang lebih dulu, sedangkan ia menunggu di luar, membiarkan Lily di ruangannya.Sungguh Dario ingin menjadi penghapus air mata Lily saat ini dan menggantikan Sean di sana.Cinta memang tidak bisa di tebak pada siapa jatuhnya, padahal waktu bertemu dengan Sean sangat singkat dan lagi Sean pun tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada Lily.Di dalam Lily menatap foto Sean yang ia curi diam-diam waktu itu, meski dari samping, tapi itulah pengobat rindunya selama ini. Setelah puas menangis, Lily bangkit dari dudukannya, di raihnya tas berwarna merah yang teronggok di atas meja lalu melangkah keluar.Alangkah terlejutnya ia mendapati Dario duduk seorang diri, menatap sekitar yang tampak sepi. Dario menyambutnya dengan tersenyum."Ke mana mereka?" Maksud Lily adalah karyawan restauran.Dario menjawab dengan menunjuk jam besar yang berdiri di sudut restauran."Astaga!" Lily baru sadar kalau waktu pulang sudah berlalu seja
Mungkin Karena Aku Miskin Sean baru saja membuka matanya siang ini, setelah satu malam perutnya perih dan melilit hingga dirinya tak bisa tidur, pagi tadi keadaannya sudah membaik dan tertidur sebentar.Di sampingnya Lucia dengan setia menemaninya, wanita hamil itu juga selalu terjaga, terlihat sekali ia khawatir, sedangkan Dario sudah pulang malam tadi dan siang ini dia datang ke restauran sebelum nanti menjenguk Sean ke rumah sakit. "Bagaimana keadaan Lucia?" Lily menarik kursi lalu mendekatkannya pada Dario mantan kekasihnya itu.Dario melirik sebentar, "Lucia baik-baik saja," jawab Dario apa adanya."Kasihan sekali, padahal dia sedang hamil, semoga saja bayinya tidak kenapa-napa!" Lily turut prihatin dan mendoakan Lucia yang justru aneh di telinga Dario."Memangnya Lucia kenapa?" tanya Dario heran.Lily menegakkan sedikit tubuhnya, "Kau yang membawanya ke rumah sakit, kenapa bertanya padaku?" Lily pun ikut heran.Sesaat kemudian Dario paham maksud Lily, "Bukan Lucia
Aku Membencimu, Sean "Sayang, apa tidak sebaiknya aku ikut denganmu?" Lucia memeluk suaminya yang telah rapi. Dia ingin selalu dekat dengan Sean. Sean sudah memakai jas lengkap karena akan ada pertemuan penting dengan seluruh pengusaha di bidang perhotelan kota Milan. Acara yang di adakan di hotel Zoku tersebut di mulai sejak pagi."Kau tidak akan betah di sana," jawab Sean menatap lembut kekasihnya hatinya tersebut.Dia sudah memprediksi kalau Lucia tidak akan nyaman berada di antara orang-orang besar di sana.Bibir Lucia mengerucut dan itu tampak lucu di mata Sean."Di restauran aku malas bertemu dengan Lily," kata Lucia beralasan. Dia sadar kalau Lily tidak menyukainya sejak awal, apa lagi sekarang ini setelah dirinya jadi istri pria incarannya. "Tidak akan, Kau tinggal di ruanganku dulu khusus untukmu. Di dalam lengkap fasilitasnya, ada televisi bila Kau bosan dengan ponselmu." Sean tetap tidak ingin membawa Lucia pergi.Lucia akhirnya menurut kata suaminya. Se
Kami Pernah Memiliki Hubungan Pasca kejadian itu, Han menyerahkan semua keputusan pada putranya, dia pun cukup geram dengan niat jahat Alberto, namun Han tak ingin memecatnya secara langsung. Sean mendatangi hotel dan langsung menuju ruangan Alberto. Tampak pria itu tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan."Sean, paman minta maaf!" ucap Alberto Ternyata dia mengucapkan permohonan maaf, Sean pun duduk di hadapannya."Paman, apapun alasannya aku sangat kecewa," balas Sean. "Paman menyesal Sean, tolong maafkan, paman berjanji tidak akan mengulanginya lagi." Alberto memohon lagi serta ingin kepercayaan dari Sean.Tampak putra dari sahabatnya itu menghela nafas berat, meski usianya masih muda, Sean cukup dewasa dalam mengambil keputusan."Aku mungkin bisa memaafkan paman, tapi dengan segala pertimbangan aku ingin paman meninggalkan hotel ini!" Sean tetap menyampaikannya meski dengan kalimat sopan.Alberto terdiam, dia sempat berpikir kalau Han mungkin tidak akan me