Ibunda dokter Abi menyemburkan air dari mulutnya tatkala terapis memintanya meminum air sebanyak 50 ml. Padahal tindakan ini sudah genap dilakukan selama emapt hari berturut-turut. Ini adalah salah satu terapi yang sedang dilakukan untuk pemulihan kemampuan bicara dan menelan wanita tersebut.Dua bola mata ibunda dokter Abi kembali basah oleh cairan."Tidak apa-apa, Bu. Jangan dipaksakan. Terapi untuk kasus stroke seperti yang Ibu alami memang tidak berlangsung cepat. Harus sabar, yang penting terus optimis bahwa Ibu pasti akan sembuh. Dan kembali bisa melakukan segalanya seperti dahulu."Ibunda dokter Abi mengangguk, Anya mengambil tissue dan menyapu mata ibunya.Perawat jaga memasuki ruangan, ia tak lain adalah Gio yang bertugas hendak mengganti cairan infus. Di saat itu pula ibunda Abi berbicara pada Anya meski dengan tersendat-sendat."Ca-ri, Abi, Nya. Ma-ma ing-in ber-te-mu me-re-ka."Anya terperanjat mendengar ucapan tersebut. Tapi ia tak mungkin melawan sebab tahu perlawanan ha
Sudah jam enam sore, akhirnya Arini bebas. Sedari tadi Khalid memerintahkannya beserta satu orang staf lain untuk lembur menjaga Saga. Dan baru lima menit yang lalu saat langit sudah kemerah-merahan barulah lelaki itu datang menjemput."Ini uang untuk kerja kalian hari ini.""Terima kasih, Pak."Arini dan temannya menjawab bersamaan, lalu mereka mengangkat langkah keluar dari pekarangan sekolah. Dengan memendam perasaan tak enak, dia menanti bemo atau apapun agar bisa sampai ke rumah.Pikirannya kacau, apa yang harus dikatakan nanti pada Abi. Sedang yang lelaki itu tahu, jam kerjanya hanya sampai pukul empat sore.Arini menarik napas berat. Ia melambai ke arah rekan kerjanya yang sudah dijemput suami. "Arini ...."Suara teriakan dari belakang membuat pandangan Arini tertoleh. Pak Khalid? Ada apa lagi?Arini kembali dilanda rasa khawatir."Arini apa kamu buru-buru?"Arini melirik jam di tangan."Emangnya kenapa Pak?""Saya minta tolong sekali lagi. Kebetulan cuma ada kamu yang tersisa
"Saya ingin mengundurkan diri, Pak."Dua bola Maya Khalid membelalak."Kenapa berhenti, kamu tersinggung soal kemarin?""Nggak Pak, sama sekali bukan sebab kemarin. Ini masalah suami Pak. Suami saya berencana membangun usaha, tapi jika saya juga bekerja, maka anak kami tidak ada tempat untuk saya titipkan."Khalid berpikir sejenak, tapi dia tak mungkin mengubah peraturan untuk memperbolehkan guru membawa anak ke sekolah. Tentu jika ia mengijinkan Arini, akan banyak tenaga pengajar lain yang berlaku demikian.Khalid menarik napas."Oke, jika itu yang kamu inginkan. Silahkan. Tapi tidak ada pesangon karena kamu hanya bekerja dua hari.""Tidak apa, Pak. Terima kasih untuk kesempatan terbaik ini. Permisi Pak."Arini membalikkan badan. Lalu dengan cepat dia kembali ke rumah. Sementara masih di ruangannya, Khalid tampak menghubungi seseorang.[Hallo, Din][Hallo, Mas Khalid.][Arini mengundurkan dirinya, Din][Mengundurkan diri? Kenapa, Mas?][Dia bilang suaminya mau membuka usaha.][Usaha
"Mas Khalif?"Lelaki di hadapan Arini menyunggingkan selarik senyuman."Bisa kita bicara?"Arini menghela napas, lalu memberi kesempatan untuk lelaki itu berbicara dengannya.*"Jadi sudah lima belas hari koma?"Khalif bertanya tak percaya."Iya, Mas.""Saya memang tak tahu banyak tentang dunia kedokteran, tapi saya yakin Abi pasti akan segera bangun."Arini menyambut perkataan itu dengan senyuman."Mas tahu darimana jika Mas Abi masuk rumah sakit?""Adinda yang ngabari.""Dinda?""Iya benar. Oya, mumpung sudah di sini, boleh nggak ketemu Naina?"Arini terdiam sejenak, sebenarnya ia ingin memperjelas dari mana Dinda bisa tahu jika Abi masuk rumah sakit, tapi ajakan Khalif untuk menemui Naina membuat keinginan itu sedikit teredam.Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju sekolah Naina. Masih ada lima belas menit lagi sebelum pulang, Khalif mengajak Arini duduk menikmati ketoprak yang ada di depan pekarangan sekolah."Mbak Dinda kok bisa tahu ya jika Mas Abi dirawat?"Akhirnya ada j
Raden Ayu tengah sibuk mengawasi setiap guru yang mengajar di Yayasan yang ia pimpin. Dua hari kemarin, salah satu guru yang ia percayai untuk menggantikan posisi Arini menjadi ketua pelaksana wisuda tahun ini ditemukan melarikan diri, dengan membawa sejumlah uang yang sudah dikumpulkan oleh wali murid ke rekening milik pribadinya.Entah kenapa ia sebegitu percaya pada wanita itu seperti dahulu mempercayai Arini. Padahal jelas, tidak ada Arini kedua yang ia kenal di dunia ini.Raden Ayu menarik napas berat, ternyata mencari orang yang bisa dipercaya bukanlah hal mudah. Bertahun-tahun Arini bekerja padanya, mulai dari mengelola keuangan Yayasan bahkan tak jarang Ayu kadang meminta wanita itu membuat rincian pengeluaran bulanan rumah tangganya. Tak sekalipun ia menemukan Arini berbuat curang.Semestinya ia tidak membenci Arini, bukankah pertemuannya dengan Abi juga terjadi tanpa ketersengajaan?Semua itu murni skenario Allah.Tapi, kenapa ia justru membenci keduanya?Dan yang paling men
"Maafkan saya Mbak, saya butuh uang."Anya semakin tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. "Lalu apa hubungannya sama Dinda?"Gio terdiam sejenak, berbagai perasaan campur aduk menerpa jiwanya. Ingin memilih jujur, lalu bagaimana jika Dinda marah setelah nanti tahu."Katakan Gio, apa hubungan Dinda dengan surat itu?"Sesaat suasana benar-benar hening. Tapi detik berikutnya,"Mbak Adinda meminta saya untuk menulis surat itu lalu menyerahkannya sama Mbak Anya, sebab beliau ingin kalian saling salah paham satu sama lain.""Tapi kenapa?"Gio menggigit bibir penuh khawatir, dia mulai merasa tersudut atas kekujurannya itu."Em ... Karena, karena Mbak Dinda tidak terima dengan keputusan Mas Abi yang sudah memutuskan pertunangan mereka dengan sepihak."Anya menarik napas berat."Selain surat itu, apalagi yang sudah kamu lakukan?""Tapi tolong Mbak, jangan ceritakan apapun pada Mbak Dinda. Saya takut dia akan menuntut saya apalagi setelah saya menerima semua uang yang dia serahkan."
"Mama? Mbak Anya?"Tatapan mereka bertemu tanpa kata.Arini begitu terhenyak dengan apa yang kini ia saksikan. Bukankah tadi pagi bahkan dia sempat menelpon kakak ipar tersebut. Dimana tanggapan buruk diberikan sang kakak ipar untuknya. Tapi sekarang?Antara bahagia dan takut. Mungkinkah kedatangan mereka justru membawa maksud tak baik? Akankah ibu mertua memintanya malam ini juga untuk mengangkat kaki dari ruangan itu?Sejenak hati dipenuhi oleh sekian banyak pertanyaan, hingga akhirnya perkataan yang keluar dari bibir Anya, meluruhlah semua praduga buruk akan ibu mertua dan kakak ipar."Kamu datang dengan maksud baik, Arini. Apa kamu mengijinkan kami masuk?"Dua bola mata Arini basah, ia begitu bahagia sekaligus terharu dengan maksud kedatangan ibu mertua dan kakak iparnya. Wanita itu mencoba melangkah lebih dekat. Lalu seketika ia memeluk tubuh sang mama. Pelukan Pertama seorang menantu pada ibu mertua. Arini merindukan hal ini semenjak tujuh tahun yang lalu.Terlihat begitu terla
"Kamu mau 'kan Nak memaafkan Nenek?"Naina yang bersembunyi di balik tubuh Fatimah perlahan menarik tubuhnya keluar. Tanpa dipinta, ia seketika memeluk tubuh Neneknya."Nenek ...," ucapnya yang menbuat sang nenek merasa begitu terharu.Anya ikut mendekat, ia memegang ibundanya agar tetap seimbang dalam berdiri."Masya Allah, cucu shalihah Nenek, Mama dan Papamu pasti sangat bangga punya anak secantik dan seshalihah ini."Sang nenek mengecup kedua pipi Naina. Lalu beliau mengajak cucunya itu untuk berjalan mendekati ranjang Abi. Dua mata bocah itu tertuju pada ayah yang sudah siap dengan senyuman tģerindahnya."Papa ...."Naina berlari memeluk papanya. Abi pun membalas pelukan sang anak dengan begitu erat, tak hanya itu. Berkali-kali lelaki tersebut mengecup pucuk kepala Naina. Berhari-hari berada di alam bawah sadar, ketika membuka mata. Rindu pada orang terkasih terasa begitu berat."Papa kangen banget sama Naina.""Naina juga kangen sama Papa. Jangan sakit lagi ya, Pa. Naina takut."