"Sayang ...."Jari-jari lentik itu bermain-main di atas perut datar nan keras milik Manu yang masih terhalang oleh baju tidur berbahan satin, membuat sang empu meringis pelan. "Laura."Laura mendongak kemudian tertawa kecil saat Manu menahan tangannya sembari menggelengkan kepala pelan. Ironisnya, dengan peringatan gestur tubuh seperti itu, iris mata hitam pekat milik Manu malah menatap Laura dalam penuh kelembutan. "Aku tahu kau lelah, aku tidak ingin membuatmu bertambah lelah karena harus mengimbangi kemauanku, meskipun kau sendiri yang memulainya," ujar Manu lembut, kemudian menarik tubuh Laura semakin dekat ke pelukannya. "Aku atau kau yang kau maksud sedang lelah?" goda Laura yang dibalas kekehan kecil oleh Manu."Jadi kau benar-benar ingin aku menuruti hasrat priaku? Kau tidak akan menyesal?" Bohong jika Manu mengatakan jika dirinya tak dibuat hampir kehilangan kontrol akan dirinya sendiri walaupun Laura hanya bermain-main kecil dengannya."Kapan aku bisa menolak keinginan su
"Eh? Kau sudah bangun?" Laura nampak membulatkan matanya sempurna, langkahnya yang baru saja selesai menuruni anak tangga lantas terhenti begitu saja tatkala matanya mendapati sosok Bella tengah berjalan menuju dapur.Ini masih begitu pagi, bahkan matahari belum menampakkan cahayanya, apa yang Bella ingin lakukan di jam seperti ini?"Heem, aku haus," gumam Bella dengan suara sedikit seraknya meksi wajah perempuan itu terlihat sudah segar seperti biasanya. "Kau sendiri?"Laura menggelengkan kepalanya, kemudian berjalan mendekati Bella. "Aku akan pergi memasak, jam seperti ini biasanya aku memang sudah selalu aktif di dapur."Laura menatap Bella yang kini nampak menatap ke arah depan tanpa ragu. "Yang kau maksud tadi itu ialah kau terbangun untuk minum air, Begitu?"Bella mengangguk pelan. "Ya, aku bangun karena merasa tenggorakanku sedikit kering."Laura nampak mengangguk-anggukan kepala mengerti, tak ada lagi yang perempuan itu katakan hingga keduanya kini telah sampai di dapur.Di sa
"Harus kukatakan berapa kali lagi, Kak? Apakah kau ingin melihat mulutku berbusa dulu baru kau mempercayaiku?" Bella menatap Manu yang fokus menatap jalanan. "Dia yang tidak membiarkanku membantunya karena dia bilang dia bisa melakukannya sendiri!""Jika kau bertanya mengapa aku tidak berusaha tetap membantunya, bayangkan saja posisiku. Aku bukanlah siapa-siapa di sana, aku bukanlah orang penting dalam hidupmu, jika aku bersikeras memaksa Laura bukankah aku terlihat tidak menghormatinya sebagai istri pemilik tempat yang kutinggali?!"Rahang Bella rasanya begitu sakit karena sejak ia mendaratkan bokongnya di kursi penumpang, ia sudah dibuat mengeratkan giginya. Telinganya terlihat begitu merah, memperlihatkan secrara tak langsung bahwa ia yang terus berusaha menahan emosinya."Aku tidak pernah menyuruhmu untuk memperjelasnya, kau sendiri yang melakukannya," sahut Manu tenang yang membuat Bella semakin ingin menghajar wajah pria itu sekarang juga."Aku tidak akan melakukannya jika apa y
"Sepertinya lebih baik besok-besok kita melakukan check-up di klinikku saja. Di Rumah sakit terlalu menimbulkan efek yang serius untuk Bella."Ucapan Stella masih terngiang-ngiang jelas di telinga Manu meskipun pria itu kini baru saja mendaratkan bokongnya di mobil. Ia menoleh ke samping, menatap Bella yang masih terlihat lemas."Kau tidak seharusnya menyembunyikan hal sebesar ini, Bella," gumam Manu pelan tepat saat ia mulai melajukan mobilnya keluar dari area basement Rumah Sakit. "Jika kau mengatakannya, kau tidak mungkin pingsan seperti tadi bukan?"Manu dibuat tertawa sinis dalam hati. Ingatan dirinya yang begitu panik dan segera menggendong Laura menuju ruangan Stella yang hanya berjarak tinggal beberapa langkah tadi itu benar-benar cukup beresiko. Memang tak ada yang berani akan mengusik informasinya lebih dalam, tapi orang-orang yang melihatnya tentu akan dibuat bertanya-tanya mengapa Manu bersedia menggendong seseorang, terlebih Bella bukan siapa-siapa Manu. Beruntungnya, ke
TIN! TIN! Seakan baru mendapatkan kesadarannya, Bella lantas menarik tubuhnya menjauh dari Manu. Ia menyelipkan anak rambutnya ke belakang daun telinga, berusaha untuk mengalihkan sensasi atmosfer canggung di antara mereka. "Tidak ada penolakan." Manu berdehem pelan setelah memberikan jarak antara dirinya dan Bella. "Kau harus meminumnya sekarang." Bella menghela napas secara perlahan. Ingin protes, tapi ia urungkan. Perempuan itu membuka bungkus roti yang diberikan Manu kemudian memakannya. Tak berselang lama, ia lantas berusaha membuka tablet di tangannya, dengan gerakan sedikit gemetar. "Kak--" Bella menelan salivanya susah payah saat Manu baru saja merebut tablet di tangannya. Pria itu sepertinya geram karena gerakan Bella yang begitu lambat. Di saat Manu masih sibuk dengan kegiatannya, Bella menyandarkan kepalanya kembali ke sandaran kursi. Rasa pening itu belum juga kunjung hilang. "Ini." Bella menatap tablet yang disodorkan oleh Manu. Manu yang semakin jenuh karena gerak
"Akhirnya kau sampai juga."Tubuh Bella sedikit tersentak kaget tatkala ia mendengar suara khas yang tiba-tiba menyapa indra pendengarannya. Ia baru saja turun dari mobil Manu beberapa saat lalu, karena itulah dia tak tahu hal apa saja yang sempat terjadi selama ia pergi dari Mansion. "Bagaimana hasil pemeriksaannya? Tidak ada masalah sedikitpun bukan?" tanya Laura sembari mengikis jarak diantara dirinya dan Bella. Sontak Bella bergerak mundur beberapa langkah hingga membuat sudut bibir Bella terangkat tinggi.Bella semakin membisu, meskipun tak yakin, Bella seperti mendapatkan feeling bahwa dibalik senyum manis yang terpancar hangat di wajah Laura, ada sesuatu hal yang tak bisa ia lantas percayai dengan mudah. Entah apa yang mungkin perempuan itu rencanakan.Laura memang baru sekali berusaha membuatnya dan Manu berselisih--yang entah dilakukan dengan sengaja atau tidak disengaja oleh perempuan itu, tapi hal itu sudah cukup membuat Bella sedikit waspada menaruh rasa percaya terlalu b
"Heum, Laura, ada yang ingin kutanyakan."Laura lantas menghampiri Bella setelah ia selesai memarkirkan mobilnya. Wajah Laura nampak berseri-seri seperti saat pertama kalinya Bella mengetahui sosok Laura. "Kenapa? Kau tidak mungkin ingin pulang setelah kita sudah sampai di sini bukan?"Bella menghela napas perlahan, matanya menatap ke sekitar dengan was-was.Mall. Mereka kini sedang berada di basement Mall yang cukup terkenal di Ibukota. Bella akhirnya menuruti keinginan Laura, ia tidak ingin berdebat lebih jauh lagi dengan perempuan itu. "Tidak, bukan itu., tapi bagaimana nanti jika--""Ouh, Laura!"Belum sempat menyelesaikan ucapannya, suara asing terdengar menyapa indera pendengaran Bella sekaligus memotong pembicaraannya. Sesaat kemudian, seorang perempuan yang tengah memakai dress slim fit berwarna nude muncul dibelakangnya dan melewati Bella begitu saja."Kau ingat denganku, kan?" Laura tersenyum manis, kemudian mengangguk pelan dan segera berpelukan singkat dengan teman laman
Bella tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Apa yang perempuan berambut sebahu di depannya katakan?! Bella menatap ke sekitar, bersyukur jika keadaan di sana tak terlalu ramai, dan hanya mereka yang ada di bagian sudut ruangan."Kenapa wajahmu begitu tegang? Apa kau setakut hingga kau lantas bergegas untuk kabur? Aku bahkan belum membongkar sifat murahanmu itu pada Laura!" Bella seketika menatap Laura, seperti meminta pertanggung-jawaban atas sikap keras kepalanya yang membuat Bella harus kembali berada di kondisi seperti di basement tadi.Laura sendiri lantas memegang bahu sahabatnya lembut, berusaha membuat perempuan itu meledak-ledak. Bagaimanapun juga ini tempat umum, Laura harus pandai bersikap lemah lembut hingga orang-orang tetap memandangnya berwatak selembut kapas."Ada apa ini? Tenangkan dirimu, jangan mempermalukan dirimu sendiri di tempat umum," ujar Laura lembut, tapi dibalas dengan decakan sebal oleh perempuan berambut sebahu itu."Tidak untuk kali ini, Laura. A