Share

PART 7 : 8 TAHUN LALU

8 tahun lalu!!!

Tangan itu menggenggam tangan ayahnya erat, memasuki kerumunan orang yang sedang bercanda tawa sambil menikmati musik yang begitu mengganggu telinganya.

Banyak orang yang tak dia kenal, membuat perasaannya panik, maka dari itu gadis kecil yang bernama Puspita itu menunduk sambil mempererat pegangannya.

"Puspita, kamu takut?" Suara ayahnya memecahkan rasa paniknya, dia menatap wajah pria yang sudah mulai keriput itu.

"Sedikit yah."

"Ayah sudah bilang untuk tunggu di rumah saja! Kenapa kamu keras kepala sekali?" tanya ayahnya yang tak habis pikir, jika anak ini bukan putri semata wayangnya maka ia tak akan mudah menurutinya.

Puspita hanya menunduk lagi, lalu sang ayah hanya bisa menghela nafas kasar. Putrinya yang manis itu malah bertambah menggemaskan ketika sedang sedih, jadi tak heran kalau banyak yang menggodanya dan membuat dia menangis seperti itu.

Hanya saja karena tindakan dari orang yang tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, membuat Puspita menjadi menutup diri dan lebih diam di rumah ketika pulang sekolah.

Umurnya baru menginjak 8 tahun, dan dia sekarang akan naik kelas tiga setengah lulus ujian semester akhir ini.

Mereka berjalan cukup lama hingga ayahnya berhenti tiba-tiba, Puspita yang menunduk mengangkat wajahnya melihat beberapa pasang kaki ada di hadapannya.

Dan satunya memakai kursi roda, dia tak memiliki kaki. Puspita mencoba mengangkat lebih tinggi wajahnya hingga terlihat jelas siapa mereka.

Wanita yang duduk di kursi roda itu nampak tak senang, di tengah banyak orang yang terlihat seperti tak ada beban. Namun yang pasti dia sangat cantik.

"Mah, mama!" ucap seseorang dengan suara bas namun terdengar juga serak membuat Puspita menoleh, sedangkan ia dengar ayahnya tengah berbicara dengan pria yang suara cukup mirip dengan orang yang ia dengar tadi.

Tak lama sebuah tubuh terlihat di depannya, membuat dia mendongak lebih tinggi. Pria yang begitu tinggi memberikan piring dengan kue coklat di atasnya pada wanita yang ada di kursi oda tersebut.

"Mah, aku mencicipinya dan ternyata enak, cobain dong mah!"

Wanita cantik itu hanya tersenyum. "Mama lagi gak mau makan manis, kamu makan aja sendiri!"

Sontak wajah laki-laki yang mungkin masih belasan tahun itu terlihat murung, padahal ia ingin wanita itu mencobanya.

Puspita menarik tangan ayahnya beberapa kali, hingga pria yang tengah asik mengobrol masalah pekerjaan itu melihatnya. "Ada apa sayang?"

"Aku mau kue itu!" ujar Puspita yang membuat semua yang ada di hadapannya melihatnya.

"Ah maaf tuan, nyonya, tuan muda! Puspita kita ambil saja ya!"

Tiba-tiba sebuah kue ada dihadapannya, membuat Puspita melihat siapa yang memberikannya, ternyata lelaki itu. "Ambilah kalau mau!"

Mata Puspita menatap pria yang tak jauh dari mereka dan kemudian menatapnya lagi. "Apa kalian kakak beradik?"

Ayahnya yang mendengar itu hanya bisa menunduk sambil memasang tampang takut. "Apa yang kamu bicarakan, ayo pulang!"

"Hahaha." Mereka menoleh kala mendengar sebuah tawa dari mulut seseorang, ternyata itu pria yang mungkin umurnya hampir sama dengan ayahnya. "Apakah kami sangat mirip?"

Puspita mengangguk dan tersenyum, mendengar tawa itu membuat dia merasa lebih nyaman. "Iya, kalian sama tampannya."

Pria itu kembali tertawa cukup kencang, membuatnya ikut tertawa paksa, ia tak tau ini musibah atau nasib baik, kadang tuan besar ini hatinya tidak bisa di tebak.

"Siapa namamu, nak?" tanya wanita yang berada di kursi roda.

"Puspita," balasnya yang membuat wanita itu memegang pipinya yang begitu chubby.

"Anak manis."

Remaja laki-laki yang bernama Nicky itu melihat ibunya yang tersenyum hangat pada anak seorang tukang kebun itu, dengan pandangan sedih.

Apa ibunya menginginkan anak perempuan? Tapi wajahnya yang manis tak membuat dia tak senang, hanya saja ia ingin ibunya menatap penuh kelembutan padanya.

Bukan wajah yang terlihat ada rasa keterpaksaan. Namun dia juga ingin memiliki adik, karena ibunya menyukainya ia juga harus menyukainya.

"Adik kecil, bagaimana kalau kita cari makanan? Ada beberapa makanan enak di sini!"

Puspita menatap ayahnya sebentar, guna memberikan jawaban. Wajah tak enak pria paruh baya itu perlihatkan, namun dia memberikan senyuman, takut kalau pekerjaan akan di pertaruhan di sini. "Pergilah!"

Puspita memberanikan diri mendekati Nicky yang notabene lebih besar darinya, mereka berjalan menuju meja tempat beberapa makan itu berada.

Nicky memberikan beberapa makanan yang ingin Puspita rasakan, seketika rasa tak senangnya karena mengambil perhatian ibunya mendadak sirna dia menyukai gadis manis ini.

"Apakah enak?"

"Heem," balasnya dengan senyuman lebar.

Nicky hanya mengusap rambutnya lembut karena hal itu, sedangkan Puspita yang mendapatkannya melihatnya dengan wajah bingung juga malu.

"Anak manis."

"Nama om siapa?" tanya Puspita yang ingin tau tentang anak remaja yang beberapa hari lagi akan sekolah menengah atas di luar negeri.

Saat keluar SD, dia lantas di suruh belajar pendidikan di luar negara ini, entah karena pelajarannya lebih baik atau ibunya yang tidak mau melihatnya ia tak tau.

Sekarang pesta penyambutannya setelah 3 tahun belajar di negeri orang, dan tak terasa mungkin ia akan di kirim lagi setelah seminggu berada di sini.

Dan dia tak suka itu, terutama jauh dari ibunya. "Om! Om!"

Nicky menatap Puspita dengan wajah tak senang. "Apa aku sangat tua bagimu, hhhmm?"

"Emang umur om berapa?" tanya Puspita, dia tidak tau dengan siapa dia bicara, mungkin ketika besar lagi dia akan lebih sopan dari pada sekarang.

"16 tahun."

"Aku baru 8 tahun, berarti boleh panggil om dong!"

"Kakak!"

"Om!"

"Om itu terlalu tua, kakak!"

"Om," balasnya lagi, membuat Nicky menghela nafas kasar, anak ini ternyata sedikit keras kepala.

"Baiklah, terserah kamu saja tapi setelah ini pulanglah bersama ayahmu!" ancamnya yang membuat Puspita terdiam, wajahnya memperlihatkan tampang sedih dengan bibir yang melengkung kebawah.

Bukan merasa iba, Nicky malah menutup mulut hendak tertawa. "Pfffh... "

"Huahhhhh, om jahat."

Tawa itu terdengar cukup kencang, tapi Nicky hanya tertawa kecil melihat wajahnya yang menangis. Ayah Puspita yang mendengar itu segera menghampiri mereka, namun kala hendak mengambil anak itu.

Nicky mengaisnya, lalu mencium pipi yang penuh air mata itu. "Sudah-sudah om minta maaf, hentikan tangisanmu!"

Ayahnya yang melihat itu merasa tak enak. "Tu-tuan muda, biar saya saja! dia mungkin tidak tidur siang jadi sekarang mengantuk."

"Kamu mengantuk?" tanya Nicky, sedangkan Puspita dengan Isak tangis menatapnya dari dekat dia sangat sempurna.

Gadis kecil itu menggeleng pelan. "Tidak."

Nicky menatap ayahnya. "Dia tidak mengantuk, paman."

"Puspita sayang, ayo kita pulang ya! Ini sudah malam kamu harus sekolah besok."

Puspita melihat ayahnya yang nampak di raut wajahnya, merasa tak enak pada sekitar. Pada akhirnya ia merentangkan tangan kearah ayahnya.

Walau sudah besar, sifat manjanya tak kunjung hilang mungkin karena kedua orang tuanya sangat menyayangi membuat Puspita seperti itu.

Tubuh yang lumayan besar itu di gendong sang ayah, lalu pria itu menunduk beberapa kali sambil memegang kepala anaknya. "Maaf semaunya, tuan muda."

Nicky yang baru saja senang, mendapatkan hiburan merasa tak senang melihat Puspita yang pergi jauh bersama ayahnya.

.

.

Tok, tok, tok!

Sebuah ketukan pintu, membuat seseorang wanita yang tengah memasak terganggu, ia mendecih beberapa kali, lalu berjalan menghampiri kamar putrinya yang dekat dengan dapur. "Puspita! Buka pintu itu!"

"Gak mau," balas Puspita yang sedang asik menulis salinan dari buku temannya, ia malas menulis tadi jadi dia meminjam buku, untuk dia salin.

"Puspita!"

"Ish mama ini, gak tau apa aku lagi sibuk?"

Ibunya masuk kedalam kamar, melihat kamar seorang perawan bau iler juga berantakan seperti kapal pecah. "Sibuk apa kamu? Cuma salin tulisan aja, udah nih liatin masakan mama! Mama mau keluar dulu."

"Katanya suruh bukain pintu?!" tanya Puspita yang protes, sekarang dia malah di suruh marah, entah bagaimana ibunya ini plin-plan

Walau suka sekali mengomel, dia adalah wanita yang selalu memenuhi keinginannya. Jadi tak ayal kadang dia juga suka sekali menurut, hingga memasak di umur yang masih terhitung belia ia bisa memasak tempe dan menyayur yang simpel saja dia sudah bisa.

"Kelamaan, udah sana nanti keburu gosong."

Dengan langkah berat Puspita pergi dari kamar menuju dapur, sedangkan ibunya hendak membuka pintu namun saat pintu itu terbuka alangkah kagetnya dia melihat siapa yang ada di depannya.

"Pagi bibi, Puspitanya ada?"

Wanita itu menutup mulutnya karena tak percaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status