8 tahun lalu!!!
Tangan itu menggenggam tangan ayahnya erat, memasuki kerumunan orang yang sedang bercanda tawa sambil menikmati musik yang begitu mengganggu telinganya.Banyak orang yang tak dia kenal, membuat perasaannya panik, maka dari itu gadis kecil yang bernama Puspita itu menunduk sambil mempererat pegangannya."Puspita, kamu takut?" Suara ayahnya memecahkan rasa paniknya, dia menatap wajah pria yang sudah mulai keriput itu."Sedikit yah.""Ayah sudah bilang untuk tunggu di rumah saja! Kenapa kamu keras kepala sekali?" tanya ayahnya yang tak habis pikir, jika anak ini bukan putri semata wayangnya maka ia tak akan mudah menurutinya.Puspita hanya menunduk lagi, lalu sang ayah hanya bisa menghela nafas kasar. Putrinya yang manis itu malah bertambah menggemaskan ketika sedang sedih, jadi tak heran kalau banyak yang menggodanya dan membuat dia menangis seperti itu.Hanya saja karena tindakan dari orang yang tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, membuat Puspita menjadi menutup diri dan lebih diam di rumah ketika pulang sekolah.Umurnya baru menginjak 8 tahun, dan dia sekarang akan naik kelas tiga setengah lulus ujian semester akhir ini.Mereka berjalan cukup lama hingga ayahnya berhenti tiba-tiba, Puspita yang menunduk mengangkat wajahnya melihat beberapa pasang kaki ada di hadapannya.Dan satunya memakai kursi roda, dia tak memiliki kaki. Puspita mencoba mengangkat lebih tinggi wajahnya hingga terlihat jelas siapa mereka.Wanita yang duduk di kursi roda itu nampak tak senang, di tengah banyak orang yang terlihat seperti tak ada beban. Namun yang pasti dia sangat cantik."Mah, mama!" ucap seseorang dengan suara bas namun terdengar juga serak membuat Puspita menoleh, sedangkan ia dengar ayahnya tengah berbicara dengan pria yang suara cukup mirip dengan orang yang ia dengar tadi.Tak lama sebuah tubuh terlihat di depannya, membuat dia mendongak lebih tinggi. Pria yang begitu tinggi memberikan piring dengan kue coklat di atasnya pada wanita yang ada di kursi oda tersebut."Mah, aku mencicipinya dan ternyata enak, cobain dong mah!"Wanita cantik itu hanya tersenyum. "Mama lagi gak mau makan manis, kamu makan aja sendiri!"Sontak wajah laki-laki yang mungkin masih belasan tahun itu terlihat murung, padahal ia ingin wanita itu mencobanya.Puspita menarik tangan ayahnya beberapa kali, hingga pria yang tengah asik mengobrol masalah pekerjaan itu melihatnya. "Ada apa sayang?""Aku mau kue itu!" ujar Puspita yang membuat semua yang ada di hadapannya melihatnya."Ah maaf tuan, nyonya, tuan muda! Puspita kita ambil saja ya!"Tiba-tiba sebuah kue ada dihadapannya, membuat Puspita melihat siapa yang memberikannya, ternyata lelaki itu. "Ambilah kalau mau!"Mata Puspita menatap pria yang tak jauh dari mereka dan kemudian menatapnya lagi. "Apa kalian kakak beradik?"Ayahnya yang mendengar itu hanya bisa menunduk sambil memasang tampang takut. "Apa yang kamu bicarakan, ayo pulang!""Hahaha." Mereka menoleh kala mendengar sebuah tawa dari mulut seseorang, ternyata itu pria yang mungkin umurnya hampir sama dengan ayahnya. "Apakah kami sangat mirip?"Puspita mengangguk dan tersenyum, mendengar tawa itu membuat dia merasa lebih nyaman. "Iya, kalian sama tampannya."Pria itu kembali tertawa cukup kencang, membuatnya ikut tertawa paksa, ia tak tau ini musibah atau nasib baik, kadang tuan besar ini hatinya tidak bisa di tebak."Siapa namamu, nak?" tanya wanita yang berada di kursi roda."Puspita," balasnya yang membuat wanita itu memegang pipinya yang begitu chubby."Anak manis."Remaja laki-laki yang bernama Nicky itu melihat ibunya yang tersenyum hangat pada anak seorang tukang kebun itu, dengan pandangan sedih.Apa ibunya menginginkan anak perempuan? Tapi wajahnya yang manis tak membuat dia tak senang, hanya saja ia ingin ibunya menatap penuh kelembutan padanya.Bukan wajah yang terlihat ada rasa keterpaksaan. Namun dia juga ingin memiliki adik, karena ibunya menyukainya ia juga harus menyukainya."Adik kecil, bagaimana kalau kita cari makanan? Ada beberapa makanan enak di sini!"Puspita menatap ayahnya sebentar, guna memberikan jawaban. Wajah tak enak pria paruh baya itu perlihatkan, namun dia memberikan senyuman, takut kalau pekerjaan akan di pertaruhan di sini. "Pergilah!"Puspita memberanikan diri mendekati Nicky yang notabene lebih besar darinya, mereka berjalan menuju meja tempat beberapa makan itu berada.Nicky memberikan beberapa makanan yang ingin Puspita rasakan, seketika rasa tak senangnya karena mengambil perhatian ibunya mendadak sirna dia menyukai gadis manis ini."Apakah enak?""Heem," balasnya dengan senyuman lebar.Nicky hanya mengusap rambutnya lembut karena hal itu, sedangkan Puspita yang mendapatkannya melihatnya dengan wajah bingung juga malu."Anak manis.""Nama om siapa?" tanya Puspita yang ingin tau tentang anak remaja yang beberapa hari lagi akan sekolah menengah atas di luar negeri.Saat keluar SD, dia lantas di suruh belajar pendidikan di luar negara ini, entah karena pelajarannya lebih baik atau ibunya yang tidak mau melihatnya ia tak tau.Sekarang pesta penyambutannya setelah 3 tahun belajar di negeri orang, dan tak terasa mungkin ia akan di kirim lagi setelah seminggu berada di sini.Dan dia tak suka itu, terutama jauh dari ibunya. "Om! Om!"Nicky menatap Puspita dengan wajah tak senang. "Apa aku sangat tua bagimu, hhhmm?""Emang umur om berapa?" tanya Puspita, dia tidak tau dengan siapa dia bicara, mungkin ketika besar lagi dia akan lebih sopan dari pada sekarang."16 tahun.""Aku baru 8 tahun, berarti boleh panggil om dong!""Kakak!""Om!""Om itu terlalu tua, kakak!""Om," balasnya lagi, membuat Nicky menghela nafas kasar, anak ini ternyata sedikit keras kepala."Baiklah, terserah kamu saja tapi setelah ini pulanglah bersama ayahmu!" ancamnya yang membuat Puspita terdiam, wajahnya memperlihatkan tampang sedih dengan bibir yang melengkung kebawah.Bukan merasa iba, Nicky malah menutup mulut hendak tertawa. "Pfffh... ""Huahhhhh, om jahat."Tawa itu terdengar cukup kencang, tapi Nicky hanya tertawa kecil melihat wajahnya yang menangis. Ayah Puspita yang mendengar itu segera menghampiri mereka, namun kala hendak mengambil anak itu.Nicky mengaisnya, lalu mencium pipi yang penuh air mata itu. "Sudah-sudah om minta maaf, hentikan tangisanmu!"Ayahnya yang melihat itu merasa tak enak. "Tu-tuan muda, biar saya saja! dia mungkin tidak tidur siang jadi sekarang mengantuk.""Kamu mengantuk?" tanya Nicky, sedangkan Puspita dengan Isak tangis menatapnya dari dekat dia sangat sempurna.Gadis kecil itu menggeleng pelan. "Tidak."Nicky menatap ayahnya. "Dia tidak mengantuk, paman.""Puspita sayang, ayo kita pulang ya! Ini sudah malam kamu harus sekolah besok."Puspita melihat ayahnya yang nampak di raut wajahnya, merasa tak enak pada sekitar. Pada akhirnya ia merentangkan tangan kearah ayahnya.Walau sudah besar, sifat manjanya tak kunjung hilang mungkin karena kedua orang tuanya sangat menyayangi membuat Puspita seperti itu.Tubuh yang lumayan besar itu di gendong sang ayah, lalu pria itu menunduk beberapa kali sambil memegang kepala anaknya. "Maaf semaunya, tuan muda."Nicky yang baru saja senang, mendapatkan hiburan merasa tak senang melihat Puspita yang pergi jauh bersama ayahnya...Tok, tok, tok!Sebuah ketukan pintu, membuat seseorang wanita yang tengah memasak terganggu, ia mendecih beberapa kali, lalu berjalan menghampiri kamar putrinya yang dekat dengan dapur. "Puspita! Buka pintu itu!""Gak mau," balas Puspita yang sedang asik menulis salinan dari buku temannya, ia malas menulis tadi jadi dia meminjam buku, untuk dia salin."Puspita!""Ish mama ini, gak tau apa aku lagi sibuk?"Ibunya masuk kedalam kamar, melihat kamar seorang perawan bau iler juga berantakan seperti kapal pecah. "Sibuk apa kamu? Cuma salin tulisan aja, udah nih liatin masakan mama! Mama mau keluar dulu.""Katanya suruh bukain pintu?!" tanya Puspita yang protes, sekarang dia malah di suruh marah, entah bagaimana ibunya ini plin-planWalau suka sekali mengomel, dia adalah wanita yang selalu memenuhi keinginannya. Jadi tak ayal kadang dia juga suka sekali menurut, hingga memasak di umur yang masih terhitung belia ia bisa memasak tempe dan menyayur yang simpel saja dia sudah bisa."Kelamaan, udah sana nanti keburu gosong."Dengan langkah berat Puspita pergi dari kamar menuju dapur, sedangkan ibunya hendak membuka pintu namun saat pintu itu terbuka alangkah kagetnya dia melihat siapa yang ada di depannya."Pagi bibi, Puspitanya ada?"Wanita itu menutup mulutnya karena tak percaya."Pagi bibi, Puspitanya ada?" Wanita itu menutup mulutnya karena tak percaya. "Tu-tuan muda?"Nicky yang membawa sekotak kue sisa pesta kemarin ia berikan pada wanita yang ada didepannya, sebenarnya kue-kue itu tidak di sentuh sama sekali dan tersisa lumayan banyak jadi dia membungkusnya lalu membawa ke sini. "Ini kue kemarin, Puspita kemarin sangat suka jadi aku membawakannya beberapa, apa dia ada bi?" "Ya ampun tuan muda, kenapa anda repot-repot?" tanya wanita paruh baya itu, ia tak tau kalau akan ada anak majikan suaminya itu, dan terlebih mencari anaknya kapak mereka dekat?"Tidak kok bi," balas Nicky, terlihat di depan rumah mereka terdapat motor ninja yang cukup besar juga terlihat begitu mahal. Sedangkan pemilik motor itu sedang melihat sekitar mencari sosok anak yang dia cari. "Maaf Tuan muda, kapan anda dekat dengan anak saya?" tanya ibu Puspita. "Kemarin, mama suka padanya jadi aku juga suka pada anak itu." Wanita paruh baya itu hanya mengangguk paham, memang ia pernah
Beberapa toko baju mereka kunjungi, Puspita tampak teliti memilih baju, kadang dia juga pergi ke pasar bersama ibunya. Wanita yang lebih jeli dari pada detektif itu bisa tau apa kekurangan barang lalu membantingnya harga habis-habisan.Kadang dia saja heran, bagaimana wanita yang melahirkannya begitu sadis memberikan harga. Dan herannya penjualnya mau saja memberikan barang itu pada ibunya setelah mereka hampir tak jadi membeli. Nicky memperhatikan semua pakaian lucu yang ada didepannya. "Kamu mau yang mana?" "Harganya gak masuk akal om, masa baju segini harganya sejuta? Mbak! Ini paling di pasar 50 RB," ucap Puspita yang membuat yang membuat lelaki itu menepuk jidatnya. Sedangkan wanita penjaga toko itu hanya tersenyum paksa, ia kira akan di borong terutama anak remaja yang begitu meyakinkan dengan pakaian serba bermereknya. "Maaf dek, tapi ini bukan pasar." "Maafkan adik saya, mbak! Saya yang memilih nanti, maaf sekali lagi!" ucap Nicky yang marasa tak enak hati, gadis yang tadi
Sorenya Puspita diantar pulang setelah seharian bermain, dengan beberapa kelinci milik ibu Nicky sedangkan anak remaja itu membaca buku sebentar guna tak kehilangan ilmu yang akan di ulang kembali saat ia masuk sekolah nanti. Puspita tersenyum saat ada di depan pintu, menatap lelaki remaja yang sudah mengklaim dirinya sebagai adiknya, lagipula Nicky juga orang yang baik. Tapi ia lebih senang menyebutnya dengan sebutan Om."Makasih ya om, atas bajunya, sama main-main aku seneng banget," ucapnya begitu bahagia. Nicky melangkah mendekati Puspita, yang masih tersenyum sangat lebar, tak lama tangan besarnya menyentuh kepala gadis kecil itu, sehingga pemiliknya terlihat bingung. "Kenapa om?" "Mungkin 3 hari lagi, aku akan berangkat." Pandangan Puspita semakin bingung, ia tak paham dengan ucapan Nicky, lagipula dia tak tau kalau remaja itu setelah SD pergi menimbang ilmu di luar negeri sana. "Mau kemana Om?" "Sekolah, aku akan sekolah." "Kalau begitu berangkat saja, kenapa wajah om ka
Kembali ke masa sekarang!"Puspita, lukanya seperti membusuk seperti itu, saya takut terjadi sesuatu," ucap ibunya yang membuat Nicky mendekati gadis itu, yang tentu saja membuat Puspita heran."Om mau apa?" tanya Puspita heran, kala Nicky melihat kebelakang, lalu memegang punggung pelan dan seketika rasa nyeri menderanya. "Aw, akhh." "Aku akan memeriksamu, kamu punya kartu antrian?" tanya Nicky yang tak lama ibu Puspita memberikan kartu itu padanya. "Baik, itu mari ikut!" Nicky membawa mereka ke ruangan yang cukup banyak orang mengantri di sana, ada sekitar 6 pasien dan tentu saja tak luput dari orang yang mengantarnya.Nicky berhenti di depan ruangan. "Bibi bisa menunggu diluar?" "Baiklah, Tuan muda," ucap ibu Puspita yang menatap putrinya dengan beberapa kali kedipan mata yang cukup lama. Anak itu tau kalau itu sebenarnya sebuah kode agar dia menurut dan tak banyak tingkah. Nicky masuk dengan Puspita di belakangnya, hingga terlihat dokter yang terlihat lebih tua dari Nicky meri
"Huh, akhirnya sampai juga," ucap Nicky yang kini duduk di kursi ruang tamu, mengeluarkan seluruh lelahnya di sofa lembut dan juga nyaman milik keluarganya. "Nicky!" ucap seseorang yang membuat Nicky menoleh, dia tadi menutup mata sebentar sambil memberikan gerakan memutar pada lehernya. "Mah," ucap Nicky yang kini bangkit sambil menghampiri wanita yang sudah melahirkannya itu. "Mama kok belum tidur?"Sekarang sudah jam 1 pagi, ada sebuah kecelakaan beruntun yang membuat banyak korban berjatuhan, mau tak mau dia membantu sebisanya. Padahal saat itu sudah pukul 8 malam, karena tragedi tadi dia dipuji karena cekatannya dalam menangani pasien juga menyelamatkan beberapa nyawa yang hampir tiada. Jika itu diberitakan mungkin heboh papanya itu dan ibunya mungkin tersenyum saat ia pulang, namun kali ini hanya wajah khawatir yang wanita itu perlihatkan. "Mama nungguin kamu," ucapnya yang mengisap lembut pipi Nicky, tentu saja Nicky memegang tangan itu seperti tak akan melepasnya. "Mah, a
Nicky tersenyum jail. "Apa yang kamu lihat tadi, hhhmm?" Puspita menatap kearah lain, apa-apa orang dewasa satu ini? Benar tak tau malu. "Om!" "Apa?" tanya Nicky yang tak paham, setelah kejadian semalam membuat pikiran sedikit kacau, dengan adanya gadis itu membuat suasana hatinya lebih baik. "Menyebalkan," ucap Puspita yang membuat Nicky mengacak-acak rambutnya, tentu saja Puspita yang mendapatkan itu hanya cemberut tak suka. Dengan tak ada rasa bersalah pria itu duduk di kursi yang depan terdapat meja makan. Ia membuka kotak makan yang diberikan anak itu. Ibunya yang sudah selesai membungkus kue, menatap anaknya yang tengah bersiap makan. "Nicky!" "Apa mah?" "Kamu kok makan sendiri? Puspita ajak dong! Makan ya pita?" Gadis itu tentu saja menggeleng tak enak hati, entah kenapa sejak kedatangan pria yang ia panggil om itu, ibunya sangat memperhatikannya. "Enggak usah, nyonya! Saya udah makan." "Kamu yakin? Oh iya masih ada cumi di kulkas mau bawa juga?" "Nyonya, tidak udah."
Nicky sekarang sedang menyetir mobil dengan tangan kanannya, sedangkan tangan yang satunya dibiarkan diam, membuat Puspita yang melihat itu tak dapat berkedip. Apa lagi dengan setelan kaus juga celana pendek yang membuat dia selalu salah lihat, tak lama Puspita memukul keningnya sambil menggerutu. Ia masih kecil untuk tau hal itu, tapi teman-teman seusianya sudah membicarakan urusan dewasa yang membuat dia juga ikut mendengarkan dan tau. Sialannya ia malah memikirkan bersama anak majikan ayahnya ini. Nicky yang tadinya fokus pada jalan, menoleh pada gadis yang ada di sampingnya. Tak lama ia mengambil lengan kecil itu karena aneh dengan tingkahnya yang memukul kening tanpa henti. "Kamu lagi apa sih?" tanya pria dewasa itu dengan suara beratnya yang membuat Puspita terdiam. Sesekali Nicky menatap jalanan karena takut menabrak pengendara lain, sedangkan Puspita menarik tangannya. "Gak apa-apa kok om." "Mikirin apa kamu, sampai mukul kepala kayak gitu?" Mampus dalam hati Puspita,
Nicky sekarang menatap laptop, untuk melihat data yang ia kirim pada kampus impiannya. Sebenarnya itu juga keinginan ayahnya untuk mencari kampus yang terbaik dari sebelumnya.Padahal tak ada masalah dengan kampus sebelumnya, tapi dasar pria yang ingin di puji itu membuat dia harus menurutinya karena bagaimanapun Archer adalah ayahnya. Karena tak terlalu ramai pasien, Nicky sengaja mengambil waktu untuk mengecek lagi data miliknya, juga tes sebelum masuk. Tentu saja yang bergengsi akan lebih sulit lagi rintangannya, ia berada di ruang dokter Angel yang kemarin itu. Sedangkan orangnya entah pergi kemana, membuat Nicky masa bodo. Ia menurut benda yang terlihat seperti buku besar itu, lalu berjalan keluar untuk melihat situasi namun ia terkejut dengan Puspita yang ada di depan pintu sambil membawa tas kain yang biasa untuk menjadi wadah barang-barang belanjaan."Pita?" tanya Nicky, ia rasa akan lebih akrab bila mana ia memanggilnya dengan nama belakangnya saja. "Om." "Kamu ngapain