Share

PART 6 : PIPINYA MEMERAH

Seminggu setelah kejadian itu, Nicky tak lagi melihat Puspita, jika ia pergi menemuinya, ia takut ayahnya agak berpikir macam-macam dan terlebih.

Tapi sampai sekarang ia tak mendengar apapun dari bibir ayahnya tentang gadis itu, seakan kejadian yang membuat Puspita tak sadarkan diri itu tak pernah di buatnya.

Nicky yang tengah mencari tau tentang segala penyakit dan pengobatan, membuat dia terlalu larut hingga tak mendengar ada suara ketukan. Ia pikir hal-hal seperti ini akan berguna untuknya nanti.

Pintu terbuka memperlihatkan Angga yang membuat Nicky kaget juga heran. "Paman Angga, ada apa?"

"Hufh, saya kira terjadi sesuatu pada anda, Tuan muda."

"Memang kenapa?"

"Anda tidak menjawab panggilan saya."

"Ah memang tidak terdengar, maaf paman aku sedang melihat artikel tentang penyakit, ada apa memangnya?" tanya Nicky yang kini menutup laptopnya.

"Papa anda memanggil anda, untuk bertemu."

"Papa?"

"Iya, Tuan muda."

"Memangnya ada apa? Ini masih pagi," ucap Nicky yang menatap jam, yang sekarang menunjukkan pukul 7 pagi.

"Saya tidak tau, sebaiknya anda pergi saja!" ujar Angga, yang membuat Nicky mau tak mau bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kamar guna menemui ayahnya.

Sesampainya di ruangan kerja ayahnya, Nicky menatap sekilas wanita paruh baya yang nampak cukup seksi di matanya, ia tau siapa Tante-tante ini.

"Pah!"

"Nicky, kamu sudah kenal dengan Tante Angel kan?"

"Iya, pah. Dokter Angel yang cukup terkenal di kota ini kan pah?"

"Betul, karena kamu akan melanjutkan sekolah kedokteran kamu, dia akan membantu kamu menemukan hal yang kamu sukai."

Nicky menatap ragu ayahnya. "Hal yang aku sukai?"

"Keahlian yang anda miliki Tuan muda, anda ingin menjadi dokter spesialis bukan?" tanya wanita itu, ia merasa sedikit risih dengan dada yang lumayan terbuka itu.

Nicky mengangguk pelan, entah kenapa wanita suka sekali memperlihatkan tubuhnya tanpa rasa malu. "Iya."

"Papa gak mau kamu salah langkah, jadi cari yang kamu bisa dan jadikan itu bakat kamu! Kamu ingat gak boleh mengecewakan papa kan?"

Tak lama Nicky mendekati ayahnya dengan ketinggian yang hanya berbeda 2 centimeter itu, dia bisa membisikan sesuatu dengan mudah pada ayahnya. "Apa gak ada dokter yang lain pah?"

"Kenapa memangnya?"

"Terlalu terbuka."

Ayahnya hanya tersenyum miring mendengar jawaban putranya, ia memang kerap kali mendengar kalau anak ini tak terlalu suka di dekat perempuan, terutama yang terbuka seperti di depan mereka ini.

Kalau dilihat-lihat memang seperti jalang sih. "Tidak masalah, dia wanita yang sudah menikah tapi berdoalah agar dia tidak menerkammu nanti ketika sedang berduaan!"

"Papa!"

"Cepatlah belajar!" ujar pria paruh baya itu, yang sekarang kembali duduk di kursi kebesarannya, dia kerap kali menghabiskan waktu di sini.

Ada bingkai foto besar di depan tembok meja ayahnya, di mana wajah ibunya yang masih muda dengan senyuman cantik nampak begitu memanjakan mata.

Ibunya sangat mempesona, pantas saja ayahnya begitu tergila-gila, namun entah kenapa tak ada suasana romantis di rumah tangga mereka. Terutama ibunya yang selalu terdiam ketika bersama ayahnya.

Kadang jika berbicara, mereka terdengar bertengkar tentang sesuatu yang tak ia paham.

"Mari Tuan muda!" ujar wanita itu.

Nicky menatap ayahnya sambil memelas, mana mungkin dia fokus dengan dada terbuka lebar itu, ia yakin rumor terkenalnya karena hal ini.

"Pergilah!" ujar ayahnya yang membuat Nicky pasrah, ia pun mengekorinya, hingga sampai mobil.

Ia menaiki mobil sendiri, begitu pun Dokter wanita tersebut.

.

.

"Kenapa lukanya tak kering-kering? Ini sudah seminggu," oceh ibunya yang kini menyetir motor sambil membawa anaknya yang memeluknya erat.

"Mana aku tau mah."

"Itu pasti karena kamu mandi, mama kan bilang jangan mandi dulu nanti mama elap badan kamu!" ucap mamanya yang Napak sangat kesal, membuat Puspita hanya bisa mendengar sambil memanyunkan bibirnya.

"Tapi gak enak mah, gerah. Badan aku juga bau."

"Nah, nah, nahkan, bener kamu mandi. Sekarang siapa yang repot? Mana pesenan sekarang lagi banyak lagi, intinya habis ini kamu bantu mama!"

"Iya mah," ucap Puspita pasrah, mereka pun berhenti di rumah sakit besar yang katanya obat-obatan bagus, walau mahal yang penting anak satu-satunya ini sembuh.

Ruangan yang dingin membuat rasa panas yang mendera tadi langsung hilang dalam sekejap, mereka pun mendekati meja admistrasi juga untuk bantuan dan lainnya di rumah sakit itu. "Permisi mbak!"

"Untuk dokter umumnya ada?" tanya ibu Puspita, sedangkan anaknya kini menatap sekeliling ruang sakit yang baru ia lihat.

"Oh ada Bu, atas nama siapa?" tanya wanita muda yang memakai pakaian perawat tersebut.

"Puspita, ya anak saya!" ucap wanita itu dengan ramah, padahal di depan anaknya dia mirip seperti t-rex yang selalu mengeluarkan auman kencangnya.

"Baik, ini nomer antriannya! Silahkan ibu lurus saja sampai di pertigaan lorong ibu belok kiri."

"Oh itu ruangannya mbak?"

"Bukan, itu kamar mayat," ucap wanita itu sambil tertawa kecil. "Ya iya Bu, itu ruangan, maaf ya Bu."

Ibunya yang mendengar itu hanya tertawa hambar saja. "Baik mbak, terimakasih."

"Sama-sama bu."

Mereka pun pergi dari sana, cukup banyak orang yang ada di sini jadi suasana rumah sakit yang katanya penakut karena banyak orang mati dan sebagainya nampak tak buruk.

Apalagi tempatnya bersih dan terawat, siapa yang akan berpikir kalau ruang sakit ini berhantu.

"Huh dasar suster Oneng, bikin darah tinggi aja."

"Sabar mah, tapi Dokter lucu sih."

Ibunya menatap tajam pada anaknya, bisa-bisa Puspita tertawa senang karena lawan tak bermutu itu. "Jadi kamu mau mati?"

"Ish ya enggak lah mah, Puspita tuh masih banyak dosa, dan belum banyak berbuat baik, mama nih malah doain anaknya cepet mati."

"Ya abisnya kamu malah ketawa, padahal suster itu mau ngarahin kita ke ruang mayat, itu artinya kamu mayatnya, Puspita!"

"Hah, ih mama tuh baperan banget dia tuh cuma bercanda! Serius banget sih, udah buruan mah punggung aku udah perih nih."

"Rasain, itu tuh akibatnya gak dengerin mama."

"Mah jangan mulai deh!" ujar Puspita, yang setelahnya mendapatkan jeweran cukup keras di kupingnya. "Ah iya mah ampun, aduh sakit, iya mah."

"Rasain, ngelawan mama lagi, mau durhaka kamu? Mama kutuk jadi batu mau kamu?"

"Iya-iya mah, ampun."

Jeweran itu terlepas, sedangkan rasanya masih ada. Ia mengusap kupingnya sambil cemberut karena ulah ibunya.

"Puspita!" Suara familiar itu membuat keduanya menatap ke arah suara itu.

Rupanya itu Nicky yang memakai jas putih lengkap dengan map tebal di tangannya, pria itu di tugaskan untuk membantu Dokter yang ia lupa namanya karena sedang banyak pasien.

Sedangkan Dokter Angel itu tengah makan sebentar, karena hari ini ada operasi usus buntu sekitar 1 jam lagi.

"Bibi, siapa yang sakit?" tanyanya pada ibu Puspita, sedangkan gadis itu menunduk untuk menetralkan apa yang ada di hatinya.

Dengan pakaian khas dokter itu, Nicky benar-benar sangat tampan dan mempesona. Auranya bertambah membuat hawa panas ada dalam dirinya, sepertinya pipinya memerah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status