Seminggu setelah kejadian itu, Nicky tak lagi melihat Puspita, jika ia pergi menemuinya, ia takut ayahnya agak berpikir macam-macam dan terlebih.
Tapi sampai sekarang ia tak mendengar apapun dari bibir ayahnya tentang gadis itu, seakan kejadian yang membuat Puspita tak sadarkan diri itu tak pernah di buatnya.Nicky yang tengah mencari tau tentang segala penyakit dan pengobatan, membuat dia terlalu larut hingga tak mendengar ada suara ketukan. Ia pikir hal-hal seperti ini akan berguna untuknya nanti.Pintu terbuka memperlihatkan Angga yang membuat Nicky kaget juga heran. "Paman Angga, ada apa?""Hufh, saya kira terjadi sesuatu pada anda, Tuan muda.""Memang kenapa?""Anda tidak menjawab panggilan saya.""Ah memang tidak terdengar, maaf paman aku sedang melihat artikel tentang penyakit, ada apa memangnya?" tanya Nicky yang kini menutup laptopnya."Papa anda memanggil anda, untuk bertemu.""Papa?""Iya, Tuan muda.""Memangnya ada apa? Ini masih pagi," ucap Nicky yang menatap jam, yang sekarang menunjukkan pukul 7 pagi."Saya tidak tau, sebaiknya anda pergi saja!" ujar Angga, yang membuat Nicky mau tak mau bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kamar guna menemui ayahnya.Sesampainya di ruangan kerja ayahnya, Nicky menatap sekilas wanita paruh baya yang nampak cukup seksi di matanya, ia tau siapa Tante-tante ini."Pah!""Nicky, kamu sudah kenal dengan Tante Angel kan?""Iya, pah. Dokter Angel yang cukup terkenal di kota ini kan pah?""Betul, karena kamu akan melanjutkan sekolah kedokteran kamu, dia akan membantu kamu menemukan hal yang kamu sukai."Nicky menatap ragu ayahnya. "Hal yang aku sukai?""Keahlian yang anda miliki Tuan muda, anda ingin menjadi dokter spesialis bukan?" tanya wanita itu, ia merasa sedikit risih dengan dada yang lumayan terbuka itu.Nicky mengangguk pelan, entah kenapa wanita suka sekali memperlihatkan tubuhnya tanpa rasa malu. "Iya.""Papa gak mau kamu salah langkah, jadi cari yang kamu bisa dan jadikan itu bakat kamu! Kamu ingat gak boleh mengecewakan papa kan?"Tak lama Nicky mendekati ayahnya dengan ketinggian yang hanya berbeda 2 centimeter itu, dia bisa membisikan sesuatu dengan mudah pada ayahnya. "Apa gak ada dokter yang lain pah?""Kenapa memangnya?""Terlalu terbuka."Ayahnya hanya tersenyum miring mendengar jawaban putranya, ia memang kerap kali mendengar kalau anak ini tak terlalu suka di dekat perempuan, terutama yang terbuka seperti di depan mereka ini.Kalau dilihat-lihat memang seperti jalang sih. "Tidak masalah, dia wanita yang sudah menikah tapi berdoalah agar dia tidak menerkammu nanti ketika sedang berduaan!""Papa!""Cepatlah belajar!" ujar pria paruh baya itu, yang sekarang kembali duduk di kursi kebesarannya, dia kerap kali menghabiskan waktu di sini.Ada bingkai foto besar di depan tembok meja ayahnya, di mana wajah ibunya yang masih muda dengan senyuman cantik nampak begitu memanjakan mata.Ibunya sangat mempesona, pantas saja ayahnya begitu tergila-gila, namun entah kenapa tak ada suasana romantis di rumah tangga mereka. Terutama ibunya yang selalu terdiam ketika bersama ayahnya.Kadang jika berbicara, mereka terdengar bertengkar tentang sesuatu yang tak ia paham."Mari Tuan muda!" ujar wanita itu.Nicky menatap ayahnya sambil memelas, mana mungkin dia fokus dengan dada terbuka lebar itu, ia yakin rumor terkenalnya karena hal ini."Pergilah!" ujar ayahnya yang membuat Nicky pasrah, ia pun mengekorinya, hingga sampai mobil.Ia menaiki mobil sendiri, begitu pun Dokter wanita tersebut..."Kenapa lukanya tak kering-kering? Ini sudah seminggu," oceh ibunya yang kini menyetir motor sambil membawa anaknya yang memeluknya erat."Mana aku tau mah.""Itu pasti karena kamu mandi, mama kan bilang jangan mandi dulu nanti mama elap badan kamu!" ucap mamanya yang Napak sangat kesal, membuat Puspita hanya bisa mendengar sambil memanyunkan bibirnya."Tapi gak enak mah, gerah. Badan aku juga bau.""Nah, nah, nahkan, bener kamu mandi. Sekarang siapa yang repot? Mana pesenan sekarang lagi banyak lagi, intinya habis ini kamu bantu mama!""Iya mah," ucap Puspita pasrah, mereka pun berhenti di rumah sakit besar yang katanya obat-obatan bagus, walau mahal yang penting anak satu-satunya ini sembuh.Ruangan yang dingin membuat rasa panas yang mendera tadi langsung hilang dalam sekejap, mereka pun mendekati meja admistrasi juga untuk bantuan dan lainnya di rumah sakit itu. "Permisi mbak!""Untuk dokter umumnya ada?" tanya ibu Puspita, sedangkan anaknya kini menatap sekeliling ruang sakit yang baru ia lihat."Oh ada Bu, atas nama siapa?" tanya wanita muda yang memakai pakaian perawat tersebut."Puspita, ya anak saya!" ucap wanita itu dengan ramah, padahal di depan anaknya dia mirip seperti t-rex yang selalu mengeluarkan auman kencangnya."Baik, ini nomer antriannya! Silahkan ibu lurus saja sampai di pertigaan lorong ibu belok kiri.""Oh itu ruangannya mbak?""Bukan, itu kamar mayat," ucap wanita itu sambil tertawa kecil. "Ya iya Bu, itu ruangan, maaf ya Bu."Ibunya yang mendengar itu hanya tertawa hambar saja. "Baik mbak, terimakasih.""Sama-sama bu."Mereka pun pergi dari sana, cukup banyak orang yang ada di sini jadi suasana rumah sakit yang katanya penakut karena banyak orang mati dan sebagainya nampak tak buruk.Apalagi tempatnya bersih dan terawat, siapa yang akan berpikir kalau ruang sakit ini berhantu."Huh dasar suster Oneng, bikin darah tinggi aja.""Sabar mah, tapi Dokter lucu sih."Ibunya menatap tajam pada anaknya, bisa-bisa Puspita tertawa senang karena lawan tak bermutu itu. "Jadi kamu mau mati?""Ish ya enggak lah mah, Puspita tuh masih banyak dosa, dan belum banyak berbuat baik, mama nih malah doain anaknya cepet mati.""Ya abisnya kamu malah ketawa, padahal suster itu mau ngarahin kita ke ruang mayat, itu artinya kamu mayatnya, Puspita!""Hah, ih mama tuh baperan banget dia tuh cuma bercanda! Serius banget sih, udah buruan mah punggung aku udah perih nih.""Rasain, itu tuh akibatnya gak dengerin mama.""Mah jangan mulai deh!" ujar Puspita, yang setelahnya mendapatkan jeweran cukup keras di kupingnya. "Ah iya mah ampun, aduh sakit, iya mah.""Rasain, ngelawan mama lagi, mau durhaka kamu? Mama kutuk jadi batu mau kamu?""Iya-iya mah, ampun."Jeweran itu terlepas, sedangkan rasanya masih ada. Ia mengusap kupingnya sambil cemberut karena ulah ibunya."Puspita!" Suara familiar itu membuat keduanya menatap ke arah suara itu.Rupanya itu Nicky yang memakai jas putih lengkap dengan map tebal di tangannya, pria itu di tugaskan untuk membantu Dokter yang ia lupa namanya karena sedang banyak pasien.Sedangkan Dokter Angel itu tengah makan sebentar, karena hari ini ada operasi usus buntu sekitar 1 jam lagi."Bibi, siapa yang sakit?" tanyanya pada ibu Puspita, sedangkan gadis itu menunduk untuk menetralkan apa yang ada di hatinya.Dengan pakaian khas dokter itu, Nicky benar-benar sangat tampan dan mempesona. Auranya bertambah membuat hawa panas ada dalam dirinya, sepertinya pipinya memerah.8 tahun lalu!!!Tangan itu menggenggam tangan ayahnya erat, memasuki kerumunan orang yang sedang bercanda tawa sambil menikmati musik yang begitu mengganggu telinganya. Banyak orang yang tak dia kenal, membuat perasaannya panik, maka dari itu gadis kecil yang bernama Puspita itu menunduk sambil mempererat pegangannya. "Puspita, kamu takut?" Suara ayahnya memecahkan rasa paniknya, dia menatap wajah pria yang sudah mulai keriput itu. "Sedikit yah." "Ayah sudah bilang untuk tunggu di rumah saja! Kenapa kamu keras kepala sekali?" tanya ayahnya yang tak habis pikir, jika anak ini bukan putri semata wayangnya maka ia tak akan mudah menurutinya. Puspita hanya menunduk lagi, lalu sang ayah hanya bisa menghela nafas kasar. Putrinya yang manis itu malah bertambah menggemaskan ketika sedang sedih, jadi tak heran kalau banyak yang menggodanya dan membuat dia menangis seperti itu. Hanya saja karena tindakan dari orang yang tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya, membuat Puspita menjadi
"Pagi bibi, Puspitanya ada?" Wanita itu menutup mulutnya karena tak percaya. "Tu-tuan muda?"Nicky yang membawa sekotak kue sisa pesta kemarin ia berikan pada wanita yang ada didepannya, sebenarnya kue-kue itu tidak di sentuh sama sekali dan tersisa lumayan banyak jadi dia membungkusnya lalu membawa ke sini. "Ini kue kemarin, Puspita kemarin sangat suka jadi aku membawakannya beberapa, apa dia ada bi?" "Ya ampun tuan muda, kenapa anda repot-repot?" tanya wanita paruh baya itu, ia tak tau kalau akan ada anak majikan suaminya itu, dan terlebih mencari anaknya kapak mereka dekat?"Tidak kok bi," balas Nicky, terlihat di depan rumah mereka terdapat motor ninja yang cukup besar juga terlihat begitu mahal. Sedangkan pemilik motor itu sedang melihat sekitar mencari sosok anak yang dia cari. "Maaf Tuan muda, kapan anda dekat dengan anak saya?" tanya ibu Puspita. "Kemarin, mama suka padanya jadi aku juga suka pada anak itu." Wanita paruh baya itu hanya mengangguk paham, memang ia pernah
Beberapa toko baju mereka kunjungi, Puspita tampak teliti memilih baju, kadang dia juga pergi ke pasar bersama ibunya. Wanita yang lebih jeli dari pada detektif itu bisa tau apa kekurangan barang lalu membantingnya harga habis-habisan.Kadang dia saja heran, bagaimana wanita yang melahirkannya begitu sadis memberikan harga. Dan herannya penjualnya mau saja memberikan barang itu pada ibunya setelah mereka hampir tak jadi membeli. Nicky memperhatikan semua pakaian lucu yang ada didepannya. "Kamu mau yang mana?" "Harganya gak masuk akal om, masa baju segini harganya sejuta? Mbak! Ini paling di pasar 50 RB," ucap Puspita yang membuat yang membuat lelaki itu menepuk jidatnya. Sedangkan wanita penjaga toko itu hanya tersenyum paksa, ia kira akan di borong terutama anak remaja yang begitu meyakinkan dengan pakaian serba bermereknya. "Maaf dek, tapi ini bukan pasar." "Maafkan adik saya, mbak! Saya yang memilih nanti, maaf sekali lagi!" ucap Nicky yang marasa tak enak hati, gadis yang tadi
Sorenya Puspita diantar pulang setelah seharian bermain, dengan beberapa kelinci milik ibu Nicky sedangkan anak remaja itu membaca buku sebentar guna tak kehilangan ilmu yang akan di ulang kembali saat ia masuk sekolah nanti. Puspita tersenyum saat ada di depan pintu, menatap lelaki remaja yang sudah mengklaim dirinya sebagai adiknya, lagipula Nicky juga orang yang baik. Tapi ia lebih senang menyebutnya dengan sebutan Om."Makasih ya om, atas bajunya, sama main-main aku seneng banget," ucapnya begitu bahagia. Nicky melangkah mendekati Puspita, yang masih tersenyum sangat lebar, tak lama tangan besarnya menyentuh kepala gadis kecil itu, sehingga pemiliknya terlihat bingung. "Kenapa om?" "Mungkin 3 hari lagi, aku akan berangkat." Pandangan Puspita semakin bingung, ia tak paham dengan ucapan Nicky, lagipula dia tak tau kalau remaja itu setelah SD pergi menimbang ilmu di luar negeri sana. "Mau kemana Om?" "Sekolah, aku akan sekolah." "Kalau begitu berangkat saja, kenapa wajah om ka
Kembali ke masa sekarang!"Puspita, lukanya seperti membusuk seperti itu, saya takut terjadi sesuatu," ucap ibunya yang membuat Nicky mendekati gadis itu, yang tentu saja membuat Puspita heran."Om mau apa?" tanya Puspita heran, kala Nicky melihat kebelakang, lalu memegang punggung pelan dan seketika rasa nyeri menderanya. "Aw, akhh." "Aku akan memeriksamu, kamu punya kartu antrian?" tanya Nicky yang tak lama ibu Puspita memberikan kartu itu padanya. "Baik, itu mari ikut!" Nicky membawa mereka ke ruangan yang cukup banyak orang mengantri di sana, ada sekitar 6 pasien dan tentu saja tak luput dari orang yang mengantarnya.Nicky berhenti di depan ruangan. "Bibi bisa menunggu diluar?" "Baiklah, Tuan muda," ucap ibu Puspita yang menatap putrinya dengan beberapa kali kedipan mata yang cukup lama. Anak itu tau kalau itu sebenarnya sebuah kode agar dia menurut dan tak banyak tingkah. Nicky masuk dengan Puspita di belakangnya, hingga terlihat dokter yang terlihat lebih tua dari Nicky meri
"Huh, akhirnya sampai juga," ucap Nicky yang kini duduk di kursi ruang tamu, mengeluarkan seluruh lelahnya di sofa lembut dan juga nyaman milik keluarganya. "Nicky!" ucap seseorang yang membuat Nicky menoleh, dia tadi menutup mata sebentar sambil memberikan gerakan memutar pada lehernya. "Mah," ucap Nicky yang kini bangkit sambil menghampiri wanita yang sudah melahirkannya itu. "Mama kok belum tidur?"Sekarang sudah jam 1 pagi, ada sebuah kecelakaan beruntun yang membuat banyak korban berjatuhan, mau tak mau dia membantu sebisanya. Padahal saat itu sudah pukul 8 malam, karena tragedi tadi dia dipuji karena cekatannya dalam menangani pasien juga menyelamatkan beberapa nyawa yang hampir tiada. Jika itu diberitakan mungkin heboh papanya itu dan ibunya mungkin tersenyum saat ia pulang, namun kali ini hanya wajah khawatir yang wanita itu perlihatkan. "Mama nungguin kamu," ucapnya yang mengisap lembut pipi Nicky, tentu saja Nicky memegang tangan itu seperti tak akan melepasnya. "Mah, a
Nicky tersenyum jail. "Apa yang kamu lihat tadi, hhhmm?" Puspita menatap kearah lain, apa-apa orang dewasa satu ini? Benar tak tau malu. "Om!" "Apa?" tanya Nicky yang tak paham, setelah kejadian semalam membuat pikiran sedikit kacau, dengan adanya gadis itu membuat suasana hatinya lebih baik. "Menyebalkan," ucap Puspita yang membuat Nicky mengacak-acak rambutnya, tentu saja Puspita yang mendapatkan itu hanya cemberut tak suka. Dengan tak ada rasa bersalah pria itu duduk di kursi yang depan terdapat meja makan. Ia membuka kotak makan yang diberikan anak itu. Ibunya yang sudah selesai membungkus kue, menatap anaknya yang tengah bersiap makan. "Nicky!" "Apa mah?" "Kamu kok makan sendiri? Puspita ajak dong! Makan ya pita?" Gadis itu tentu saja menggeleng tak enak hati, entah kenapa sejak kedatangan pria yang ia panggil om itu, ibunya sangat memperhatikannya. "Enggak usah, nyonya! Saya udah makan." "Kamu yakin? Oh iya masih ada cumi di kulkas mau bawa juga?" "Nyonya, tidak udah."
Nicky sekarang sedang menyetir mobil dengan tangan kanannya, sedangkan tangan yang satunya dibiarkan diam, membuat Puspita yang melihat itu tak dapat berkedip. Apa lagi dengan setelan kaus juga celana pendek yang membuat dia selalu salah lihat, tak lama Puspita memukul keningnya sambil menggerutu. Ia masih kecil untuk tau hal itu, tapi teman-teman seusianya sudah membicarakan urusan dewasa yang membuat dia juga ikut mendengarkan dan tau. Sialannya ia malah memikirkan bersama anak majikan ayahnya ini. Nicky yang tadinya fokus pada jalan, menoleh pada gadis yang ada di sampingnya. Tak lama ia mengambil lengan kecil itu karena aneh dengan tingkahnya yang memukul kening tanpa henti. "Kamu lagi apa sih?" tanya pria dewasa itu dengan suara beratnya yang membuat Puspita terdiam. Sesekali Nicky menatap jalanan karena takut menabrak pengendara lain, sedangkan Puspita menarik tangannya. "Gak apa-apa kok om." "Mikirin apa kamu, sampai mukul kepala kayak gitu?" Mampus dalam hati Puspita,