Share

PART 5 : MAAF YAH

"Aahkk sakit, hiks," tangis Puspita yang mendapatkan luka dari sabetan itu, memang salah karena telah mengatakan opininya. Ibunya benar, dia tidak boleh terlalu dekat dengan keluarga Luffblend ini.

"Dua puluh!" ucap sang penjaga yang tengah menghitung jumlah sabetan yang di dapatkan Puspita, sekarang lega karena sudah berakhir.

Namun rasa sakit yang luar biasa, membuat dia terjatuh ke lantai penuh debu itu. Dia hanya gadis kemarin sore yang tak tau apapun.

"Puspita! Puspita! Pita!" teriak Nicky yang sekarang meraih tubuhnya, mendaratkan punggungnya Dengan hati-hati di pahanya.

Gadis belia itu menatap Nicky dengan mata sayu, tubuhnya penuh dengan keringat dan ada bekas darah dari dari sudut bibirnya. "Om."

"Maafkan aku, aku tau harus aku tidak membiarkanmu membicarakan ayahku, maafkan aku! Ayo kita ke rumah sakit sekarang!"

Nicky mengangkat tubuh Puspita, menuju mobil dan pergi ke rumah sakit terdekat. Dokter bilang lukanya tak terlalu serius, tapi ia merasa sangat khawatir.

Baru beberapa jam yang lalu, dia melihatnya kembali dengan senyuman yang manis dan kini tampilkan tak karuan dengan tubuh penuh darah.

Nicky memijit pelipisnya, merutuki hal yang membuat gadis itu celaka, hanya saja ia masih tak percaya ayahnya begitu jahat.

Saat sedang pusing memikirkan kesalahannya, kedua orang tua Puspita datang dengan wajah panik. Nicky pun bangkit dari duduknya dengan rasa menyesal yang teramat sangat.

"Paman, bibi."

"Tuan muda, apa yang terjadi? Saya dengan Puspita di siksa Tuan besar," ucap ayah Puspita yang tak lama dibalas anggukan isterinya.

Nicky menunduk. "Ini salah saya paman, saat Puspita membicarakan papa aku tidak menyuruhnya berhenti dan membuat papa marah besar karena membicarakan mama juga, mungkin dia marah sebab itu."

"Ya Tuhan Puspita," ucap Ibunya yang menangis, beruntung saja gadis itu tidak mati.

"Maafkan aku Bi."

"Tuan muda, ini memang salah anak saya, anda tidak perlu menyalahkan diri!" ujar ayah Puspita yang merasa tak enak, ia terlalu memanjakan putrinya hingga anak itu tak pandai menjaga mulutnya.

"Tidak, ini salahku. Maaf sekali!" ucap Nicky yang membungkuk namun di cegah oleh ayah Puspita.

"Tuan muda, tolong jangan seperti ini!" ujar pria paruh baya itu, yang tak enak hati.

Membuat Nicky menatapnya dengan raut menyesal. "Paman tenang saja, aku akan mencoba membujuk ayah agar paman kembali bekerja seperti biasa."

Pria itu mengangguk, sambil menunduk sebentar. "Terimakasih Tuan muda."

"Maaf sekali lagi, aku pamit pulang, paman." Setelah itu Nicky benar-benar pergi meninggalkan keduanya, yang sekarang berada di ruangan tepat anak mereka di rawat.

Selang beberapa menit, mereka pun masih ke dalam dan melihat Puspita menatap mereka dengan wajah sedih sedangkan anak itu dalam posisi tengkurap. "Mama, ayah."

Bukannya merasa kasian, ibunya malah berjalan dengan wajah marah yang membuat Puspita takut. Hingga jeweran di kuping membuat anak itu berteriak cukup keras.

Dokter yang baru membalut lukanya kaget dan heran melihat aksi itu.

"Akhhhh mah, sakit mah, aduh ampun."

"Dasar anak tak tau diri, kamu tuh bener-bener nyusahin aja, masih untung kamu hidup sekarang kalau kamu mati gimana?"

"Iya mah maaf, aduh ah sakit mah."

Ayahnya yang melihat amukan singa dari dalam isterinya keluar, bergegas membujuk wanita itu agar tidak bertindak lebih jauh hingga membuat keributan. "Mah, udah dong ini rumah sakit."

Ayah Puspita menatap dokter sambil menunduk beberapa kali sebagai permintaan maaf.

Tangan yang di berada di pundak ibu Puspita, wanita itu tepis lalu ia menatap suaminya dengan tatapan sangat tajam. Ia sebenarnya sangat khawatir tadi dan kala melihat itu dia melampiaskan seluruh ke khawatiran dengan marah-marah. "Apaan sih yah, gara-gara kamu tuh jadi Puspita kurang ajar kayak gini, udah mama bilang jangan pernah main-main sama keluarga tuan besar."

"Aku gak tau kalau ada tuan Archer di situ mah, maaf," tangisnya kala menyesal dengan apa yang terjadi, ibunya yang melihat itu melepaskan jewerannya dan menghela nafas berat.

Tak lama ibu anak satu itu, berjalan menuju sofa yang cukup lebar di pojok ruang inap itu, kalau dia menatap kearah lain sambil melihat tangannya di dada.

Ia tak perduli dengan anaknya yang masih menangis, ia hanya perlu menetralkan rasa khawatir dalam dadanya, hingga tak terasa air matanya menetes dia sangat takut terjadi sesuatu pada Puspita.

Apalagi saat mendengar beberapa rumor yang mengatakan kalau, Tuan besar itu tak segan-segan menghukum mati seseorang.

Tak ada yang berani melaporkan karena takut mati juga, apalagi ayah Nicky cukup lihai menyembunyikan bukti, itu sebabnya ia sangat takut.

Namun tak ayal, walau kejam dan berhati dingin, gaji yang mereka dapat begitu memuaskan untuk di ganti dengan nyawa, maka dari itu ayahnya bertahan.

Ayah Puspita yang menatap isterinya, yang mulai menangis, membuat hatinya tau kalau wanita itu sebenarnya memiliki hati yang lembut.

Ia menatap dokter yang kini tengah memeriksa cairan infus milik Puspita, kondisinya yang pucat tadi membuat dia memutuskan untuk menginfusnya.

"Hhhmm dokter!"

"Ya?"

"Maaf atas kejadian tadi, apa luka putri saya sangat parah?"

Dokter wanita itu hanya tersenyum. "Tidak dia baik-baik saja, hanya mungkin lukanya perlu Beberapa Minggu untuk pulih benar, lukanya agak dalam."

"Maaf sudah merepotkan Anda, berapa semua biayanya dokter."

"Administrasi sudah dibayar oleh Tuan Nicky tadi, jadi anda tidak udah membayar."

Puspita menatap dokter itu sebentar, lalu kembali meringkuk dengan wajah sedih. Dia sudah bangun dari tadi, ia kira bukan Nicky yang membawanya karena pria itu tak terlihat sama sekali saat ia membuka mata.

"Oh begitu, terimakasih dokter," ucap ayahnya yang merasa sedikit tak enak, karena pengobatan putrinya sudah dibayar.

Tak lama dokter itu memberikan kertas pada pria paruh baya itu. "Ini resep obat yang harus anda ambil!"

"Ah baik dokter, terimakasih sekali lagi."

"Jangan sungkan! Setelah cairan infusnya habis anak ini boleh pulang!" ucap dokter itu yang dibalas anggukan kepala dari ayah Puspita.

Wanita itu keluar dari ruangan Puspita, ayahnya kini menatap cukup serius putri yang selalu ia manja dan sayangi.

Puspita yang melihat itu hanya menatap kebawah, pria ini memang begitu baik padanya namun jika marah akan lebih menakutkan dari pada ibunya.

"Apa kamu akan mengulanginya lagi, Puspita?"

Gadis itu menggeleng. "Tidak ayah, maaf."

"Ayah harap kamu belajar dari hal ini! agar tidak sembarangan lagi berbicara apalagi di halaman pemiliknya."

"Iya, ayah."

"Lihatlah ibumu sekarang! Dia menangis, karena siapa dia seperti itu?"

"Aku," ucap Puspita yang menatap ibunya lalu menunduk kembali.

Tak lama tangan ayahnya berada di kepalanya, dan mengusap rambut itu dengan lembut. Puspita yang mendapatkan itu melihat ayahnya yang sekarang menatapnya dengan lembut.

Sekarang Puspita menangis lagi. "Ayah, Puspita salah yah, maaf ayah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status