Alano kesal. Dia tidak mengira akan bertengkar hebat dengan Elrissa hanya karena wanita lain. Ini adalah masalah yang tidak penting sama sekali. Begitulah pikirannya. Meski demikian, dia sadar diri kalau bersalah. Bagaimana pun, dia sudah jalan-jalan dengan wanita lain di belakang Elrissa. Apapun alasannya, ini tetaplah hal yang salah. Entah sudah berapa jam, dia hanya bisa duduk di depan pintu kamar Elrissa sambil tertunduk lesu. Dia khawatir dengan kondisi Elrissa yang tak mau keluar kamar— padahal waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sekarang waktunya makan malam. Dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu, lalu berkata, “Sayang— ayo kita makan malam dulu. Aku buatkan sesuatu untuk kamu, ya?” Dari dalam, Elrissa menjawab, "nggak perlu." "Oke, aku buatkan." Alano berkata demikian, lalu pergi ke dapur. Dia tak peduli dengan sifat keras kepala Elrissa kalau sudah masuk urusan makan. Seharusnya di dapur ada makanan karena beberapa hari, Bella ada disini. Mengingat Bel
Keesokan harinya ... Jam dinding sudah menunjukkan pukul empat pagi. Cuaca sudah agak lebih baik daripada semalam. Elrissa bangun tidur dengan kondisi seluruh sendi tubuh nyeri, sakit semua. Selain itu, wajahnya memerah, terutama di bagian hidung. Saat dia bangun, kepalanya terasa berputar-putar. Dia tetap nekad untuk turun dari ranjang, lalu menggeledah tasnya untuk mengambil sebotol obat pemberian dokter. Baru setelahnya, dia keluar dari kamar. "Reno?" panggilnya lemah. Reno tinggal sendirian di rumah ini, belum menikah. Dia selalu bangun lebih awal untuk menyiapkan segalanya. Dia menghampiri Elrissa. Tanpa basa-basi, dia memeriksa suhu kening wanita itu dengan punggung tangan. "Kamu demam, sudah pasti gara-gara kena hujan kemarin. Mending kamu tidur dahulu, aku buatkan sup hangat." "Enggak, aku nggak boleh lama-lama di rumah kamu juga, nggak etis. Aku mau minum saja, ini waktunya minum obatku." "Obat?" "Ini ..." Elrissa menunjukkan botol berisi obatnya. "Aku 'ka
Alano membawa Elrissa yang pingsan kembali ke rumahnya. Dia memeriksa kondisi wanita itu, dan yakin seratus persen ini demam akibat kedinginan.Dengan setia, dia merawat Elrissa yang terbaring di atas ranjang.Sambil menunggunya bangun, dia mencari tahu dokumen tentang dokter bernama Reno itu. Dia baru tahu kalau pria itu adalah teman Elrissa."Gawat." Dia merasa posisinya terancam dengan keberadaan pria itu. "Si brengsek itu ..."Entah apa saja yang sudah diceritakan pria itu pada Elrissa semalaman.Apa yang sudah mereka bicarakan? Dan apa yang mereka lakukan? Apakah Elrissa terlalu dekat dengannya? Apakah sungguh hanya teman?Pikiran Alano dibuat runyam. Dia terus memeriksa informasi apapun tentang Reno.Mau tidak mau, dia harus mendekati pria itu nanti. Iya, demi menghindari konflik di kemudian hari."Pria itu pasti kenal Daniel.” Alano menutup laptopnya, puas mencari tahu tentang pria itu.Bertepatan dengan itu, dia melihat Elrissa sudah bangun.Elrissa masih lemas. Dia memgenali
Elrissa hanya beristirahat sepanjang hari. Demamnya sudah turun, tapi dia belum merasa baikan. Dia tidak mau melakukan apapun untuk sekarang. Lidahnya juga tidak bisa merasakan apapun. Bosan dan tidak ada yang bisa dilakukan.Sementara itu, Alano menghabiskan waktu dengan berada di gym yang ada di lantai dua, tak jauh dari kamar tidurnya dengan Elrissa.Area fitness pribadi itu memiliki peralatan yang cukup lengkap. Dari treadmill, sepeda statis, lat pulldown machine dan lain-lain.Alano fokus di latihan pulldown machine, alat fitness yang berfungsi untuk meningkatkan massa otot.Sudah lima belas menit dia duduk di depan mesin kabel pulldown, dan menarik palang mesin itu naik turun.Berkat rutin latihan itulah, otot sayap atau punggung terlihat sangat bagus. Postur tubuhnya juga selalu kelihatan tegap. Dia selalu mengutamakan kesehatan fisik dan bentuk fisik.Pembantu pria yang biasanya memeriksa kelistrikan datang menghadapnya. "Tuan, saya sudah mengganti kenop pintu depan dan belaka
Keesokan harinya...Elrissa berpikir kalau akan lebih baik kembali menemui Reno untuk melihat daftar tamu yang datang ke kapal saat itu. Apa ada informasi lebih tentang Daniel?Dia tidak konsentrasi pada apapun. Jalan-jalan di trotoar bersama Alano, tapi pikirannya masih kemana-mana."Kamu mikir apa, sih? Dari tadi kamu nggak dengar aku ngomong, kan?" Alano menoleh ke Elrissa yang berjalan di sebelah.Elrissa masih diam. Padahal dia sekarang sudah berada di luar rumah. Jalan-jalan di wilayah yang ramai dengan pertokoan dan restoran. Tetapi, dia tidak menikmati ini.Suasana hati Alano mendadak buruk. Dia berkata lagi, "Ya, sudah kalau nggak mau bicara sama aku.""Aku ingin kita ke rumah Reno." Elrissa berhenti berjalan. "Boleh 'kan?"Langkah Alano ikut terhenti. Dia menatap wanita itu. Jelas dia tidak suka. "Untuk apa lagi?""Kamu harus minta maaf sama dia. Kamu sudah kasar waktu itu. Dia itu cuma temanku.""Nggak perlu. Aku nggak kenal sama dia." Alano terdengar cukup angkuh, tapi seb
Alano tidak terlalu banyak bicara saat bertemu dengan orang baru. Seperti saat ini ketika bersama Reno. Dia, Elrissa dan Reno duduk di ruang tamu. Reno agak tertekan setiap kali Alano melihatnya. Elrissa membuka obrolan dengan bertanya ke sang suami, "Alano, sekarang jelaskan kenapa kamu bisa ada di kapal itu sementara Reno saja nggak tahu?" "Kamu masa nggak lihat aku di kapal? Aku datang sama Rissa waktu itu." Alano malah mengalihkan pandangan ke Reno. Reno menjawab, "maaf, tapi beneran saya nggak ingat kamu naik ke kapal." Elrissa agak curiga diabaikan Alano. Dia kembali bertanya, "kamu belum jawab pertanyaannya, kenapa? Untuk apa kamu datang?” "Pertanyaanmu salah. Aku ini suamimu sekarang, jelas aku datang sama kamu. Ini bukan salahku kalau teman kamu nggak ingat sama aku. Mungkin dia bisa tanya sama pemilik kapal yang disewa, dia temanku." Reno tidak nyaman dengan penjelasan Alano. Dia merasa kalau sedang ditekan. Tetapi, apa ini artinya pemilik kapal yang disewa memang
Elrissa menghabiskan waktu sorenya dengan menonton televisi di rumah. Beberapa channel berita ternyata tidak bisa diakses. Alano membatasi tayangan televisinya. "Aku bingung ..." Elrissa tak fokus melihat televisi, masih memikirkan ucapan Reno. Alano datang dengan membawa semangkuk pop corn. Dia duduk di sebelah wanita itu. "Kamu sampai kapan curiga sama aku?" "Aku nggak curiga sama kamu." "Tapi kamu nggak mau bicara sama aku." "Aku ..." "Aku nggak bohong, mungkin Reno— teman kamu itu— yang nggak ingat aku di sana. Kalau kamu nggak percaya, bawa saja ponselku. Pantau aku, mungkin saja aku nipu kamu atau ada hubungan sama Bella atau yang lain." Alano menaruh ponselnya di atas meja, samping mangkuk pop corn. Perkataan Alano membuat Elrissa makin tertekan. Dia merasa sebagai orang yang tidak dewasa. Selain itu, dia juga takut kalau dirinya orang yang berselingkuh dengan Daniel.. "Tapi, kenapa kamu diam saja?" tanya Elrissa tertunduk. "Diam kenapa?" "Bella pasti sudah menunjukka
Elrissa dan Alano berbaikan sehingga mereka bermesraan lagi seperti biasa. Dari mulai menonton film berdua, lalu bercinta dengan penuh hasrat di malam hari. Elrissa bahagia setiap hari dimanjakan. Apapun yang dia butuhkan selalu tersedia di dalam rumah. Karena inilah, dia agak lupa dengan niatnya untuk mencari Daniel. Alano memberikan semua kesenangan di rumah ini. Tidak ada hari tanpa bersenang-senang dan bermain permainan papan seperti ular tangga atau catur. Saat bermain ular tangga, Alano selalu kalah karena itu mengandalkan keberuntungan dadu. Sementara, ketika bermain catur— dia tak terkalahkan. Seperti saat ini, mereka duduk di atas karpet, melingkari meja ruang tengah. Di atas meja terdapat papan catur dimana pion milik Elrissa sudah tumbang semua. "Sebenarnya gimana sih cara mengalahkanmu?“ Wanita itu jengkel. Dengan angkuh, Alano menjawab, "kalau permainan strategi, aku nggak mungkin