Si pria berguling ke samping. Dia memandangi langit-langit kamar bernuansa remang ini. Suasana mendadak sunyi, hanya terdengar napas mereka yang masih terengah-engah, menikmati sisa-sia kenikmatan barusan. Ada luka jahitan sepanjang sepuluh sentimeter yang baru kering di atas puting dada kanan pria itu, seperti bekas sayatan benda tajam. "Aku mau pergi sebentar." Ia menyibakkan selimut, lalu bangkit. Ia mengenakan kemeja dan celananya yang berserahkan di lantai. Wanita yang terbaring di sebelah menarik kemeja belakang pria itu. Dia tampak. "Daniel, Kamu tega banget selalu menyebut nama orang lain saat bersamaku.“ "Maaf.” Pria bernama Daniel ini menarik kemejanya hingga terlepas dari pegangan. “Tolong jangan membahas itu, kita sepakat melakukan ini karena kebutuhan tubuh saja 'kan?” "Tapi seenggaknya jangan memanggilku Rissa, namaku ini Sarah ..." "Kenapa kamu sewot? Apa salahnya aku memanggil nama tunanganku? Kamu juga bebas memanggil nama siapapun.“ ”Aku nggak sewot,
Elrissa bangun dari ranjang. Ia beberapa kali menguap sembari mengerjap-ngerjapkan mata. Suasana kamar tidur ini masih remang, tapi dari jendela sudah terlihat kalau pagi hari telah datang. Tak seperti biasanya, hari ini cuaca agak lebih terang. Elrissa penasaran dengan kondisi luar. Jadi, dia menyingkap selimut, lalu turun dari ranjang, berjalan mendekat ke pintu kaca menuju balkon. "Dikunci nggak, ya?” Dia membuka tirai putih, lalu terlihatlah pemandangan luar yang indah. Dia mengotak atik kenop pintu kaca itu sampai berhasil terbuka. Saat dibuka, udara dingin menerpanya, menerobos masuk hingga mendinginkan kamar. Elrissa berjalan mendekat ke pagar balkon. Rambut berkibar oleh angin pagi yang segar. "Indah banget.“ Hujan tak turun lebat seperti hari-hari kemarin. Tetapi, halaman depan rumah Alano tampak basah, dipenuhi oleh air embun yang melimpah. Tiga pria berseragam hitam tampak mondar-mandir, satu di antaranya menata pot tanaman. Mereka adalah pegawai keamanan rumah
Elrissa menghabiskan sisa waktu siang dengan menonton berita di televisi, sementara Alano bekerja di ruangannya.Tak seperti sebelumnya, saat ini Elrissa sudah bisa menonton berita, meski sedikit sekali. Sekalipun dia menggunakan saluran TV berbayar, ternyata tidak semua bisa diakses."Apa iya aku cuma boleh nonton Netflix? Yang benar saja,“ gerutunya meratapi siaran di televisi tidak ada yang menarik.Dia kembali merasa terkekang di rumah, jangankan keluar, berita pun tak bisa dia dapatkan dengan bebas.Selain itu, beberapa situs tak bisa dia akses di ponselnya, termasuk media sosial. Jadi, dia tak begitu tahu apa yang terjadi di negaranya ini.Alano sengaja memblokir semua akses berita dari luar sampai pemberitaan tentang Daniel sang pembunuh berantai lenyap.Tetapi, tak disangka, tak sengaja Elrissa menemukan channel televisi yang menayangkan breaking news tentangnya.".... Menurut kepolisian, pembunuh berantai tersebut men-tatto lehernya dengan garis vertikal kecil setiap kali ber
Alano puas dengan pemikiran Elrissa untum saat ini. Karena hal tersebut, dia mengeluarkan kunci mobil. Lalu, benda itu disodorkan kepada wanita tersebut. Dia berkata, "Maaf, kalau selama ini aku terlihat seperti mengekangmu. Tapi, mulai sekarang, kamu bebas kemanapun ... ini mobil untukmu, pakai saja." "Hah? Ini serius? Mobil untukku?" Terkejut, Elrissa agak gemetaran menerima kunci mobil itu. Dia bisa menyetir, tapi tidak pernah memiliki mobil sendiri. "Iya, di garasi 'kan ada dua mobil, satunya yang warna putih itu pakai saja, jenis matic, kamu pasti bisa 'kan? Atau kalau kamu nggak suka, kita beli baru. Kamu pilih sendiri." "Nggak usah. Aku bukan orang nggak tahu diri." "Jangan gitu dong, Sayang. Kamu itu istriku." "Tapi ini beneran. Aku pernah pakai mobil, tapi nggak tahu kalau masih bisa..." "Misal kamu lupa, kamu les berkendara dulu nggak apa-apa, kok." "Makasih." "Sama-sama." "Aku belum pernah punya mobil, y- jelas sih ...." Elrissa terharu menatap kunci mobil yang
Seperti biasa, sebelum atau bangun tidur, Elrissa dan Alano melakukan hubungan intim.Alano semakin mahir dalam melakukan kegiatan ranjang ini, bahkan terus mencoba berbagai gaya.Elrissa terpejam sembari mendekap bantal layaknya guling. Antara masih mengantuk tapi juga bergairah.Dia hanya bisa diam, menikmati hujaman Alano dari belakang.Gerakannya pelan, namun dalam. Alano sengaja agar durasi bercinta mereka lebih lama dan romantis.Sehelai selimut tebal menutupi aksi tubuh bawah mereka yang bergulat."Selamat pagi, Sayangku yang nakal ..." bisik Alano diiringi erangan lirih di belakang telinga Elrissa. Tangannya meraba2 pinggang Elrissa."Bagaimana, sayang, enak bukan caraku membangunkanmu?" Ia bertanya.Elrissa berbalik badan, kini telentang. Dia menarik selimut sampai menutup dadanya. "Kamu sudah gila."Ia menyentuh perut bawahnya yang hangat. Benih cinta Alano telah memenuhinya."Ini masa suburku, loh, kamu dari kemarin-kemarin keluar banyak, aku takut pil kontrasepsinya nggak
Elrissa dan Alano sampai di tempat yang dikatakan bersejarah bagi hubungan Daniel dan Elrissa. Di sana sudah ada Bella, dan disusul dengan Reno.Reno sendiri kaget dengan kehadiran Alano di sini, begitu pula Bella yang kaget karena Alano malah ramai-ramai datangnya.Mereka berempat berkumpul di tepi danau indah dekat dengan rumah penginapan bernama Mindy Inn. Danau itu cukup indah, airnya sudah hampir mengering— tapi sangat jernih.Akhir-akhir ini sering hujan sehingga suhu udara menurun, menyebabkan suasana menjadi dingin dan sembab."Kamu kedinginan, Sayang?“ Alano menengok Elrissa, lalu mendongak ke langit siang yang terlihat agak mendung, pertanda akan turun hujan.Dia berkata lagi, "Sepertinya memang cuacanya akan buruk malam ini. Ayo kita ke penginapan saja.”Bella meliriknya. Dari tadi suasana hatinya buruk, terlebih mengetahui kalau Elrissa dibelikan mobil baru. “Jangan banyak drama, Rissa, kamu mau melarikan diri karena nggak bisa mengelak lagi 'kan?”Pundak Elrissa menggigit
Reno kaget melihatnya. "Daniel?" Dia menyapa. Elrissa seakan kehabisan napas saat mendengar nama itu sekaligus menatap pria itu. Dadanya berdebar entah karena apa. Untuk pertama kalinya, dia bertemu dengan pria yang selalu dibilang tunangannya itu. Daniel berhenti di hadapan mereka. "Aku nggak mengira kamu benar-benar ada disini, Ris." "Aku ..." Elrissa tak bisa berkata-kata. Ia tak berkedip menatap pria itu. Sekalipun tidak ingat, tapi ada sesuatu yang membuat dirinya tak bisa berhenti menatapnya. Daniel menyentuh telapak tangan Elrissa di atas meja. Dengan tatapan mata yang sedih, dia mengatakan, "Aku tahu kamu nggak ingat sama. Tapi, percayalah ... Aku adalah tunanganmu. Aku sudah berusaha keras sekali agar kita bisa bertemu." Elrissa sontak menarik tangannya, dan berdiri. Dia mundur, tak ingin dekat-dekat. "Aku ... Aku nggak ingat." "Kamu waspada dengan orang asing, aku paham. Tapi, aku mohon biarkan aku membuktikan semuanya. Kita harus pergi sebelum pria itu datang.
Reno berkendara mengikuti mobil Elrissa, namun di tengah perjalanan dia intai oleh mobil Alano. Mau tidak mau, dia terpaksa menepi. Mereka berdua keluar mobil dan bertemu. Tidak ada yang ingin keributan, apalagi di pinggir jalan ramai begitu. "Jangan ikut campur urusan orang lain, sebaiknya kamu pulang." Alano menyarankan. Reno berkata, "aku sebenarnya juga nggak mau tahu, tapi apa yang kamu lakukan itu kriminal. Berani sekali kamu menggunakan obat nggak jelas untuk membuat saraf Elrissa terganggu. Kamu berusaha membunuhnya?" "Nggak. Itu nggak ada efek buruknya." "Aku nggak bisa diam kalau begini. Dokter yang telah kamu suruh itu sudah mengaku, cepat atau lambat, kalian akan dalam masalah." "Kamu yakin kalau aku ikut campur urusan ini? Aku nggak kenal dengan dokternya. Aku memilih rumah sakit itu karena permintaan Elrissa— aku nggak kenal siapapun.“ ”Sudah ketahuan pun mengelak?“ ”Apa buktinya aku menyuruh dokter itu memberikan obat dariku?“ "Dia berkata sendiri.”