Elrissa masih tidak sadarkan diri saat ditidurkan di ranjang kamar tamu rumah David.David sampai dibuat tidak bisa berkata-kata dengan tindakan sepupunya. Dia tidak tahu kalau akan sampai seperti penculikan begini.Apakah ini tidak apa-apa? Sekalipun mereka tunangan, tapi ini sudah kelewatan. Dia pergi ke dapur dan mendapati Daniel sedang berciuman dengan Sarah.Muak, dia menarik pundak Daniel hingga mereka berhenti berciuman. "Stop berbuat bejat untuk sementara, ini masalah serius, kenapa kalian membawa masalah di rumahku?"Sarah memilih pergi, dia tidak mau terlibat pertengkaran. David sempat melototinya, kesal sekali.Daniel malah duduk di meja dapur layaknya seorang bos. Dia memainkan cangkir kosong yang dia pegang. "Kamu ganggu saja. Aku mau buat kopi ini.""Jangan keterlaluan, Daniel, bisa-bisanya bermesraan dengan mantan kekasihmu di rumahku?""Memangnya kenapa? Kamu sudah tahu 'kan?""Ini kelewatan.""Ada apa denganmu? Kamu jadi nggak asyik sekarang.""Aku bukannya nggak asy
Daniel baru saja menindih tubuh Sarah di atas ranjang, tapi suara berisik pintu gerbang mengganggunya. Dia langsung bangun, dan menaikkan celananya lagi."Siapa itu, jangan-jangan dia ..." katanya sambil mengancingkan lagi kemeja yang dia pakai.Sarah bangun sembari menutupi dadanya dengan selimut. "Daniel, mau kemana?"Daniel mengacuhkannya, dan berlari keluar kamar, curiga kalau David mengkhianatinya.Dia menggebrak pintu kamar tamu, dan tak melihat ada Elrissa disitu. "Rissa!"Panik, dia keluar rumah, dan berlari ke pintu gerbang. Dari situ, dia bisa melihat wanita itu berlari menyusuri trotoar menuju ke jalan raya yang berjarak dua ratus meter dari rumah ini."ELRIISSSSAAA! MAU KEMANA KAMU!" teriak Daniel mengejarnya.Elrissa kaget, ternyata ucapan David benar, suara berisik dari pintu gerbang menyadarkan Daniel akan kepergiannya.Dia menambah kecepatannya berlari, dan untungnya jarak ke jalan raya tidak terlalu jauh.Sebuah taksi berhasil dia berhentikan, tapi sialnya lari Daniel
“Kamu nggak apa-apa 'kan? Ada yang sakit? Mana yang sakit?"Mendengar pertanyaan itu, Elrissa hanya bisa diam. Sejak bangun dari pingsan, dia merasa hampa, kepingan ingatan di kepalanya saling bercampur tidak karuhan. Ini membuat dia tak ingat— apa yang barusan terjadi? Kenapa dadanya sakit seakan baru saja bernapas di dalam air? Kenapa juga sekujur tubuhnya basah? Dan, siapa pria misterius yang mengajaknya bicara ini?"Sayang? Kenapa kamu diam aja? Kamu nggak apa-apa 'kan?”Kedua mata Elrissa terbelalak. Dia mengulang, "Sayang? Sayang kamu bilang? Kenapa kamu manggil aku Sayang?“"Kok kamu malah ngomong nggak jelas gitu, sih? Aku tanya, kamu baik-baik aja, nggak? Ada yang sakit?" Si pria misterius berparas menawan itu mendekati Elrissa, hendak menyentuh lengannya. "Sini aku—”"Enggak!“ sela Elrissa sambil mundur selangkah, tetap menjaga jarak. Dia bingung dengan keadaan ini. ”Tolong jangan dekat-dekat sama aku.“"Kamu ini kenapa? kenapa malah mundur, aku mau periksa kondisi kamu.""
Alano menyentuh kening Elrissa, memastikan apakah wanita itu baik-baik saja. Setiap sentuhan yang dilakukan oleh jemari tangannya begitu lembut. Dia bertanya, "kamu beneran hilang ingatan? Kamu serius nggak ingat aku? Tapi, nggak ada yang sakit 'kan? Mana yang kebentur? Mungkin kepala kamu?"Perhatian pria misterius ini membuat Elrissa tertegun sesaat. Dia meneguk ludah, lalu menjawab dengan sedikit tersendat-sendat, "eh, nggak, nggak sih, ta-tapi hidung sama dada sakit.""Yaudah kita balik ke villa dulu aja, terus kamu ganti baju, kamu basah semua ini, nanti kamu sakit.""Villa? bukannya ini hutan? Mana ada Villa? Lagian, kenapa aku ada di hutan?""Kita lagi liburan, ada bangunan Villa dekat sini. Nanti istirahat aja di sana, ya?" rayu Alano dengan suara yang kian lembut, rayuan yang membius."Eh ... aku..." Elrissa masih waspada. Dia tidak mungkin pergi begitu saja dengan orang yang tak dikenal. "Tapi ... aku nggak ...“"Sayang, kamu beneran nakutin aku, loh. Kamu nggak percaya sam
Sebagaimana Villa "hideout", villa yang dituju oleh Alano dan Elrissa berkonsep alami. Bangunannya terletak di antara pepohonan rimbun. Hunian tersebut cukup luas, besar, tinggi, kokoh. Dari mulai atap, tembok, jendela, pintu hingga anak tangga-- didominasi oleh kayu.Ada balkon di atas yang pagar pembatasnya dipenuhi oleh mawar putih rambat. Semua itu menambah kesan natural sekaligus estetik.Suara-suara nyanyian burung, kepakan sayap-sayap mereka terdengar di angkasa.Hati Elrissa damai memandangi para binatang itu berterbangan di langit siang ini. Sebuah senyuman terlihat mengembang di bibir."Kita sampai, Sayang," kata Alano ikut tersenyum melihat Elrissa.Elrissa tersadar. "Eh, mmm ... turunin aku, aku nggak apa, kok. Nanti kamu kecapekan gendong aku terus.""Nggak mungkin, dong. Kamu itu enteng banget. Aku sanggup gendong kamu seharian."Pipi Elrissa memerah. Dia masih tidak mengenali pria ini, tapi pesonanya sulit sekali ditolak dan ucapan manisnya juga sulit dibantah.Alano b
Usai membersihkan diri, Elrissa keluar dari kamar mandi. Kini, tubuhnya telah terbalut dress kasual selutut berwarna biru dengan motif bunga-bunga. Dia melihat Alano duduk di pinggiran ranjang sambil memainkan ponsel.Menyadari keberadaan Elrissa, Alano mengantongi ponselnya di celananya lagi, kemudian bertanya, "Sayang— udah selesai? Kamu nggak apa?""Nggak apa." Elrissa mendekat ke ranjang. Dia penasaran akan sesuatu. "Ngomong-ngomong mana HP-ku?""Kayaknya jatuh ke laut, aku nggak nemuin HP kamu waktu nyelamatin kamu, di tepi pantai juga nggak ada.""Aku main air sambil bawa HP?""Mana kutahu.""Aku juga agak penasaran—" Elrissa menatap pria yang mengaku suaminya itu dengan serius. "—kamu bilang aku main air, renang mungkin 'kan? Tapi kenapa aku pakai baju blus sama rok sebelumnya? Kan nggak masuk akal. HP-ku juga nggak ada.""Kamu mau bilang kalau aku bohong sama kamu? Kamu mau bilang kalau penjelasanku nggak masuk akal?""Aku loh nggak bilang kamu bohong.""Tapi cara ngomong kamu
Tidur Elrissa malam ini tidak terlalu pulas. Dia bermimpi kejadian yang dirasakannya terlalu nyata. Mimpi itu semacam pecahan ingatan yang kembali padanya.Dia berada di dalam sebuah kapal pesiar, menghadiri sebuah acara dengan teman-temannya. Kemudian, ingatannya kabur, digantikan dengan perasaan berat di dada, paru-paru sulit bernapas.Alhasil, dia terbangun dengan dada berdebar. Dia bergumam, "cuma mimpi? Kayaknya enggak, tapi kapan ya itu kejadian?Matanya mengerjap-ngerjap, mencoba melihat suasana kamar yang gelap ini.Lampu utama mati, wajar disini sangat gelap, tapi ada sedikit cahaya dari lampu meja nakas.Baru akan bergerak, Elrissa sadar ada tangan yang merangkul perutnya, dan itu adalah milik Alano.Sekujur otot di tubuhnya mendadak tegang, wajah memerah bak kulit udang rebus. Bukankah harusnya dia tidur sendirian, kapan pria ini datang?Yang membuatnya makin gelisah adalah Alano memiliki kebiasaan tidur telanjang bulat. Kehangatan yang dia rasakan bukan hanya dari selimut
"Bagaimana kalau kita ciuman? Mungkin dengan begini ingatanmu bisa langsung kembali?"Saran dari Alano tersebut sontak membuat muka Elrissa makin memerah. Dia tidak bisa menebak perkataannya serius atau tidak karena pria itu masih menahan tawa."Jangan nakal kamu, kamu bilang nggak bakalan ngapa-ngapain dulu, aku beneran belum ingat kamu, loh. Kamu harusnya jangan godain aku terus," katanya kemudian."Emangnya kenapa kalau aku godain kamu? Masa aku nggak boleh godain istri sendiri?""Kamu nggak takut aku nggak ingat kamu lagi? Perasaan cintaku sama kamu mungkin—""Nggak," sela Alano cepat meraba belakang leher Elrissa, lalu menariknya agar berdekatan. Saat wajah mereka hanya berjarak sejengkal, barulah dia berbisik, "mau hilang ingatan atau enggak, aku nggak bakalan takut karena kamu pasti akan cinta sama aku pada akhirnya."Napas Elrissa tertahan. Dia bisa merasakan hembusan napas Alano menerpa kulit pipinya. Sensasi ini begitu mendebarkan.Alano mengelus-elus tengkuk Elrissa, tahu i