"Pak Sobri yakin abah Enom ini orang yang benar-benar pintar?" tanya Buana. Pak Sobri menganggukkan kepalanya.
"Yakin atuh, Komandan. Abah Enom itu terkenal di Sukabumi, beliau sudah kesohor ke mana-mana. Malah ada yang dari luar kota juga minta tolong, sampai disediakan hotel mewah."
"Tapi, yang kita hadapi ini bukan santet atau pelet," kata Takeda.
"Abah Enom itu punya mata batin, beliau bisa melihat apa yang tidak bisa kita liat," jawab pak Sobri meyakinkan.
Rusdi menghela napas panjang lalu menatap Buana seolah meminta persetujuan.
"Tidak ada salahnya dicoba," ujar Buana dengan tegas.
"Besok pagi bagaimana, Pak Sobri? Besok Bapak tidak masalah, kan jika harus libur berjualan?" tanya Rusdi.
"Tidak masalah Komandan, selama ini Komandan juga sudah banyak bantu keluarga saya," jawab Sobri.
"Baiklah, kalau begitu besok kita berangkat dari sini saja," kata Buana yang langs
Buana hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan wanita di hadapannya ini. Tak lama kemudian, Sobri datang dengan membawa satu plastik belanjaan berisi rokok, kopi hitam, gula dan roti."Maaf saya lama, Komandan," katanya pada Rusdi. Rusdi hanya mengangguk dan kembali bicara dengan Buana. Tiba-tiba pintu ruangan konsultasi terbuka, seorang wanita separuh baya keluar sambilm dipapah. Lalu, seorang lelaki berusia sekitar 60-an ikut berjalan keluar. Janggutnya panjang dengan peci putih mengenakan baju koko dan kain sarung. Pandangan matanya langsung tertuju pada Buana. Selama beberapa saat ia menatap Buana dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Tidak ada suara sama sekali, hening. Tak ada yang berani bertanya juga. Sampai akhirnya ...."Punten, Ibu, Bapak, Mas-nya boleh masuk duluan," katanya dengan suara penuh wibawa kepada Buana dan kawan-kawan. Pak Sobri bergegas bang
Abah Enom baru berusia 61 tahun, ia terlahir dengan nama Komar Sudjana. Ia lahir di malam jumat pada tanggal 1 syawal. Di usia 40 tahun ia pernah mengalami mati suri. Selama 40 hari ia dimakamkan dan pada hari ke 41 tiba-tiba saja ia bangkit dari alam kubur. Kuburannya terbelah dengan sendirinya dan abah Enom hidup kembali. Sejak saat itu ia memiliki kekuatan supranatural. Abah Enom bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh orang lain secara kasat mata. Sejak saat itu nama Komar Sudjana hilang berganti dengan Abah Enom. Pengobatan yang dilakukannya sangat sederhana. Hanya dengan air dan bunga. Ia menyembuhkan orang yang terkena santet, guna-guna. Ia juga bisa menyembuhkan orang yang kesurupan atau orang yang terkena pelet. Malam itu setelah ia selesai mengobati orang yang datang ke rumahnya seperti biasa Abah Enom duduk di teras. Abah Enom tidak pernah
Buana, Rusdi, Yongseng, Takeda dan pak Sobri menatap tanah merah di hadapan mereka tak percaya. Padahal baru saja mereka bertemu dengan Abah Enom. Tetapi mendadak mereka mendengar kabar duka cita."Apa ini ada hubungannya dengan kasus kita?" tanya Rusdi."Bisa saja, Pak. Makhluk itu pasti akan melakukan apa saja untuk menghalangi kita menyelidiki semuanya.""Ya, kau benar Buana. Jadi, menurutmu apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Yongseng."Mencari tau siapa korban terakhir dan melindunginya," jawab Buana dengan tegas."Kira-kira siapa? Ingat kata almarhum, korban sangat dekat dengan kita. Dia berada dekat, kemungkinan besar dia adalah orang yang kita kenal," kata Takeda."Buana, mungkinkah korban itu adalah Gendis?" tanya Yongseng. Tak ada yang menjawab, sementara Buana sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia merasa tidak yakin jika Gendis adalah korban terakhir yang dit
Gendis menatap Buana tak percaya, menjadi istri? Secepat ini? Apa pendengarannya tidak salah?"Ma-Mas tidak salah? Kenapa secepat in-""Papa setuju, Gendis. Sesuatu yang baik itu harus dipercepat. Menikah itu ibadah, nak. Jadi, kenapa harus ditunda?"Galih dengan cepat memotong pertanyaan sang putri. Ia memang ingin Gendis cepat menikah, ia tidak mau hal yang buruk terjadi lagi. Ia tau jika apa yang leluhurnya katakan tentang kutuk itu bukan masalah kecil."Iya, Dis. Usiamu sudah cukup matang untuk menikah, jadi kenapa tidak disegerakan? Mama nggak keberatan, kok." Gendis menghela napas panjang, ia tau antara dirinya dan Buana memang ada ikatan yang khusus. Kisah cinta yang tak sampai. Mungkinkah ini adalah jawaban dari penantian selama ratusan tahun?"Aku tidak meminta jawaban sekarang, kau bisa memikirkannya dulu," kata Buana. Gendis menatap kedua orangtua
Gendis menghela napas panjang, "Aku siap menjadi pendamping hidupmu, Mas. Baik dalam keadaan susah atau senang, juga dalam segala kesulitan."Buana tersenyum manis, ia mengusap kepala Gendis perlahan dengan penuh kasih sayang."Aku akan menjagamu sekuatnya dan juga semampuku. Aku hanya ingin mengatakan satu hal kepadamu, tugasku sebagai seorang polisi terkadang sangat berbahaya dan juga mungkin akan membahayakan dirimu. Apa kau siap?" tanya Buana. Gendis mendekat dan menyandarkan kepalanya di bahu Buana."Ratusan tahun aku menunggu, aku tidak akan pernah mundur hanya untuk hal kecil yang kau takutkan, Mas. Aku akan selalu bertahan."Buana merasa terharu mendengar perkataan Gendis, dikecupnya kening gadis cantik itu. "Kau tunggu aku datang bersama bibiku juga AKBP Bayu untuk melamarmu, ya.""Iya, Mas. Aku akan menunggu lamaranmu secara resmi. Aku juga akan mempersiapkan untuk urusan
Buana terkejut saat melihat siapa yang sengaja datang ke kantornya. Ia baru saja hendak makan siang saat seorang anak buahnya memberi kabar jika ada seseorang yang ingin bertemu dengannya. Dan saat ia melihat siapa tamunya, Buana kaget bukan main."Kau bukannya Nino?" tanya Buana. Tamu itu yang tak lain adalah Nino mantan kekasih Gendis mengangguk sungkan. Tampak jelas jika ia sedikit merasa tidak enak, tapi Buana juga menangkap jika ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh pemuda itu."Kau kakaknya almarhumah Nindia, bukan?" tanya Buana. Nino menghela napas panjang, ia pun tersenyum getir. Jelas terlihat bahwa ia masih merasa berduka karena kehilangan adik perempuan satu-satunya itu."Pak, apa kita bisa bicara berdua? Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan," ujar Nino."Kebetulan saya memang hendak makan siang, kita makan siang sama-sama, ya." Buana pu
Buana menatap Nino tak percaya. "Kau yakin? Siapa? Katakan, Nino supaya kami dari pihak kepolisian bisa melindunginya," kata Buana dengan tegas."Anda pasti tidak akan percaya jika saya mengatakan Giselle. Dia adalah kekasih sekaligus tunangan Genta, adik Gendis. Jika tidak salah mereka dijodohkan dan sudah bertunangan.""Tunggu, bagaimana kau bisa tau jika Giselle memiliki tanda yang sama dan lahir di hari yang sama?" tanya Buana penasaran. Nino menghela napas panjang. Beberapa kali ia mengusap wajahnya dan menyesap minuman di hadapannya."Seharusnya, malam itu saya tidak mengajak Nindia ke ulang tahun Genta. Malam itu Gendis mengundang saya dan Nindya. Malam itulah saya juga baru mengetahui jika Gendis adalah bos di tempat saya bekerja. Selama ini saya tidak tau. Saya pikir dia adalah tamu biasa yang datang ke restoran yang kebetulan tangan kanan bos. Tetapi, malam itu saya baru mengetahui semuan
Gendis pagi ini kelihatan cantik dengan kebaya dan riasan pengantin adat Jawa Barat. Ia mengenakan siger di kepalanya, siger Sunda itu sendiri memiliki makna tersendiri bagi kebudayaan Sunda.Dengan meletakkan siger pada kepala, pengantin wanita pada dasarnya telah meletakkan kearifan, rasa hormat, dan kebijaksanaannya sebagai prioritas dalam pernikahan. Sebagai istri, siger merupakan simbolisasi harapan kearifan, hormat dan kebijaksanaan. Selain sigernya itu sendiri, riasan adat siger yang Gendis pakai juga disertai dengan hiasan-hiasan pada sanggul seperti kembang tanjung. Kembang tanjung adalah 6 pasang bunga yang disematkan pada belakang sanggul, bentuknya seperti kupu-kupu kecil di belakang konde. Kembang tanjung sendiri bermakna sebagai kesetiaan pengantin wanita pada pria. Sebagai seorang gadis Sunda Gendis terlihat sangat cantik dengan untaian bunga melati dari sanggulnya kemudiian jatuh ke bahuny