Raina kini sedang menonton televisi di ruang tengah bersama Dian. Keduanya sedang menonton drama Korea kesukaan mereka. Awalnya Dian tidak menyukai drama Korea, tapi karena Raina terus memaksa Dian untuk menonton bersama. Akhirnya Dian malah ketagihan. Bahkan, lebih parah daripada Raina.Tok! Tok! Tok!"Na, bukain pintunya.""Iya Ma." Raina malas karena sedang asyik menonton, tapi karena mamanya sudah menyuruhnya, mau tidak mau ia harus menuruti."Iya sebentar." Raina sedikit kesal karena sang tamu terus mengetuk pintu seperti orang tidak sabaran.Raina meraih gagang pintu lalu membukanya. Raina semakin kesal ketika melihat tamu yang datang."Ada perlu apa?" tanya Raina dengan ekspresi datar."Eh, Rian!"Keduanya langsung menoleh ke arah Dian."Ayo masuk dulu." Dian langsung membawa Rian masuk ke dalam. Melihat mamanya yang begitu antusias ketika Rian datang, membuat Raina hanya bisa mengembuskan napas pelan."Ini Tan, Rian bawain kue coklat yang waktu itu aku sempat bawa." Rian membe
"Pa, Ma, aku berangkat sekolah dulu, ya," pamit Raina pada kedua orang tuanya."Iya, hati-hati, ya. Titip salam buat calon mantu Mama," ucap Dian."Papa juga titip salam, ya," timpal Anton.Raina menatap kedua orang tuanya cemberut. "Papa, Mama!"Keduanya tertawa. "Udah sana buruan. Kasihan calon mantu Mama nunggu lama.""Bye Pa, Ma."Raina menghampiri Rian yang sudah menunggunya di depan rumah. Cowok itu sedang sibuk dengan ponselnya."Ayo."Rian mendongak kemudian memberikan helm pada Raina."Lo udah gak marah sama gue?" tanya Rian hati-hati.Tadi, Raina mengirimnya pesan. Raina menyuruh Rian untuk menjemputnya. Tentu Rian tidak menolak, tapi Rian merasa aneh karena semalam ia tahu betul kalau Raina sedang marah padanya."Enggak. Gue udah maafin pacar gue yang ganteng ini kok.""Kenapa? Gak suka ya gue bilang lo ganteng?" tanya Raina ketika wajah Rian sedikit bingung."Enggak, cuma agak aneh aja.""Ya udah, mulai sekarang lo jangan ngerasa aneh lagi, ya. Karena gue bakal manggil lo
"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Raina memukul mulutnya beberapa kali sambil merutuki dirinya sendiri. "Kenapa lo ngelakuin hal bodoh kayak gitu, sih?" Raina menyesal karena telah mencium Rian. Harusnya ia tidak melakukan hal tersebut. Entah pikiran bodoh dari mana yang membuat Raina berani untuk melakukannya. Padahal rencana tersebut tidak pernah terlintas di pikirannya. "Mau taruh di mana harga diri lo, Raina? Pasti dia mikirnya gue sengaja ngelakuin itu biar bisa modus ke dia." Raina merebahkan tubuhnya ke kasur. Raina sudah tidak tahu harus bagaimana. Ingin bercerita pada Risa dan Luna, tapi ia takut malah jadi bahan ejekan kedua temannya. Apalagi Luna yang seperti itu. "Coba aja gue bisa putar waktu. Gak akan mungkin gue ngelakuin hal bodoh kayak tadi." ***** Rian menggelengkan kepalanya berulang kali. Kejadian Raina menciumnya tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya. Rian sudah mencoba melupakannya, tapi tetap saja tidak bisa. "Den Rian," panggil Bi Ira. Namun Rian tidak menjaw
"Na, tuh liat pacar lo lagi dihukum." Luna menyikut lengan Raina sembari menunjuk Rian yang sedang mengelap kaca ruang guru.Kebetulan pagi ini kelas Raina sedang ada mata pelajaran olahraga, jadi mereka sekarang sedang berada di lapangan.Raina menatap sekilas Rian, ketika pandangan mereka bertemu, Raina buru-buru mengalihkan pandangannya dan kembali melanjutkan pemanasan."Rian lagi liatin lo, Na," ucap Luna heboh."Terus?" tanya Raina cuek."Ya lo liat balik lah. Minimal senyum kek. Jangan cuekin gitu. Kasihan Rian nya.""Lo aja yang liatin. Malas gue.""Lah, kok malah gue? Kan dia liatin lo bukan gue. Lagian yang pacar Rian juga lo bukan gue.""Mendingan lo fokus pemanasan aja. Gak usah ngurusin dia. Lo mau nanti diomelin Pak Darto?"Luna menggeleng. Kemudian kembali melanjutkan pemanasan.Raina kembali menatap Rian. Tak disangka Rian masih menatapnya. Bahkan cowok itu tersenyum padanya. Bukannya senang, Raina malah merasa aneh dengan senyuman Rian. "Dasar aneh.""Raina!"Raina s
"Raina." Arka melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Raina. Raina yang melamun segera tersadar. "Eh, Arka." "Gue boleh duduk di sini, kan?" tanya Arka. "Boleh. Bangkunya kan milik sekolah bukan milik gue." Arka hanya tertawa mendengar jawaban Raina. "Kalau boleh tahu lo kenapa? Gue liat dari tadi lo ngelamun. Ada masalah?" tanya Arka. "Biasa masalah tugas doang." Arka manggut-manggut. Arka merasa Raina sedang berbohong, tapi Arka memilih untuk tidak bertanya banyak. Tidak mau mencampuri urusan Raina. "Btw, lo ngapain ke sini? Ada perlu sama gue?" tanya Raina. "Oh, enggak. Kebetulan gue temenin teman gue buat pinjam buku sama sepupunya di kelas sebelah. Karena gue liat lo lagi ngelamun di sini, makanya gue samperin." "Jadi kalau gue gak ngelamun gak lo samperin?" "Ya gak gitu juga." Raina tertawa melihat raut wajah Arka yang cukup panik. "Gak usah panik. Gue bercanda kali." "Btw, gue minta maaf, ya, kalau gue selalu ganggu hubungan lo sama Rian." "Kenapa lo minta
"Rain." Salah seorang teman kelas Raina menghampiri Raina yang baru saja tiba di kelas."Kenapa Sis?" "Kemarin gue mau kasih bunga ini, tapi gue lupa," ucap cewek bernama Siska tersebut sembari memberikan sepucuk bunga mawar merah pada Raina.Raina mengerutkan keningnya. Sadar akan kebingungan Raina, Siska pun segera menjelaskan."Itu bukan bunga dari gue. Kemarin gue gak sengaja liat Rian lagi pegang bunga ini di dekat kelas kita. Gue pikir dia mau kasih ke lo, tapi pas liat lo lagi sama Arka dia langsung buang ke tempat sampah terus pergi. Mukanya juga keliatan kesal gitu.""Makasih, ya.""Sama-sama."Raina menatap bunga tersebut. Tiba-tiba ia teringat Rian yang masih marah padanya. Apa mungkin penyebab cowok itu marah padanya karena melihatnya dengan Arka kemarin? Kalau memang benar, kenapa Rian tidak bilang langsung padanya? Padahal biasanya kalau Rian melihatnya bersama Arka pasti Rian akan langsung menghampiri mereka dan marah-marah. Tapi kali ini cowok itu malah mendiamkannya
Sudah beberapa hari ini, Rian dan Raina semakin menjauh. Bahkan, keduanya tidak saling menyapa saat tidak sengaja berpapasan.Mereka berdua menjadi perbincangan satu sekolah. Apalagi saat Rian mengaku kalau mereka sudah putus. Ditambah sekarang Rian semakin dekat dengan Wanda. Hampir seluruh murid mendukung Rian dan Wanda untuk berpacaran. Mereka malah sangat senang ketika mendengar kalau Rian dan Raina sudah putus. Karena dari dulu banyak yang tidak suka kalau Rian berpacaran dengan Raina. Menurut mereka, Rian tidak pantas untuk Raina.Meskipun Rian tidak langsung memutuskan hubungan mereka, tapi secara tidak langsung Raina tahu kalau hubungan mereka sudah berakhir.Dari awal memang Rian yang berhak atas hubungan mereka, putus atau terus Rian yang memutuskan. Dan pada akhirnya Rian memilih untuk mengakhiri hubungan mereka.Memang sejak dulu Raina sangat menginginkan hal ini, tapi saat mendapatkannya sekarang, Raina seperti tidak menginginkannya lagi."Na, kalau gak kuat gak usah dil
"Na, Rian gak datang?" tanya Dian mendekati Raina yang duduk di ruang tengah."Enggak Ma," jawab Raina."Biasanya dia datang kalau lagi libur gini. Dia gak hubungin kamu?" tanya Dian lagi."Enggak."Dian mengembuskan napasnya. "Padahal Mama udah masak banyak karena mikir Rian bakal datang."Raina menatap mamanya. "Em, Ma, sebenarnya ada yang mau aku omongin sama Mama.""Mau ngomong apa?" Raina menghirup udara sebanyak mungkin untuk menenangkan dirinya. Dian sendiri masih setia menunggu Raina untuk berbicara. "Aku mau jujur kalau sebenarnya aku sama Rian udah putus," ucap Raina."Kamu lagi bercanda?" tanya Dian tidak percaya.Raina menggeleng. "Enggak Ma, aku serius. Aku sama Rian udah putus.""Tapi kenapa? Kalian ada masalah? Emangnya masalah apa sampai kalian harus putus? Kalian kan harusnya bisa bicara baik-baik tanpa harus putus.""Intinya aku sama Rian udah gak ada hubungan apa-apa lagi. Mama gak marah sama aku, kan?""Mama gak marah sama kamu. Justru Mama minta maaf karena gak