RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 24. **"Bagaimana bisa, Bik!?!" tanya Adnan marah. Dia bingung kenapa Nara bisa di bawa Raka. "Begini, Pak," kata Bik Narti bercerita. **Siang itu selepas Bu Kades dan kawan-kawan pulang. Nara yang masih lemas dan mual bergegas ke belakang untuk muntah. Rumah mereka masih berada di perkampungan warga. Kebersamaan masih kental di kampung ini. Bukan kompleks di mana masyarakat tidak terlalu peduli. Itulah kenapa Nara dan Adnan memilih membeli tanah dan membangun rumah di tempat ini. Qadarallah, mereka gak tau kalau mantan masing-masing juga ngontrak rumah di sini. Di rumah mereka juga ada CCTV untuk memantau. Namun, mereka memang gak punya Satpam dan supir. Nara dan Adnan biasa berkendara sendiri. Mereka hanya punya Bik Narti, tetangga Nara dulu di kampung. Ikut dia kerja sekarang setelah anak-anaknya sudah menikah. Rumah mereka ada yang mengetuk. Bik Narti laporan ke Nara kalau yang mengetuk itu mantan mertua Nara, Mira, adik iparnya sekaligus Raka. Kar
Setelah kamu menikah dengan Siska. Aku ke desa. Tapi, hanya sebentar di sana. Aku frustasi gak ada kerjaan. Aku bekerja jadi kuli cuci dan membantu menanam sawah saja di desa pasca kamu ceraikan aku. Hingga, aku tak sengaja berkenalan dengan Mas Adnan di sosial media. Dia tahu aku mantan kamu karena istrinya dulu selingkuhan kamu. Kami mulai dekat sebagai teman. Hanya begitu saja soalnya kami jauh jaraknya. Hingga aku harus ke kota karena ada kerjaan di kota sebagai buruh pabrik. Aku tinggalkan Ervan sementara di kampung dengan Ibuku.Di sana aku kenalan sama Mas Adnan. Saat itu aku masih ragu dan takut menjalin hubungan. Tapi, dia kulihat baik dan tulus. Dia juga mau menerima Ervan bersama jika kami menikah. Dia turut membantu biaya sekolah anakku. Dia kirimi uang buat Ervan diam-diam saat itu. Jujur, aku tetap ragu. Tapi, Ibuku meninggal. Aku kehilangan arah karena orang tuaku udah gak ada lagi. Makanya aku mau menikah dengan Mas Adnan. Dia berkata dan berjanji padaku akan membuatka
RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 25. **Adnan tercengang saat Siska masuk begitu saja ke mobilnya. Padahal lelaki itu mau tancap gas. "Siska ngapain kamu di dalam mobilku? Aku mau ke Puskesmas!""Aku juga mau ke sana mau melihat bagaimana sih perselingkuhan Mas Raka dan juga Nara. Kita berdua ini sama Mas. Sama-sama orang yang tersakiti!" "Tersakiti? Jangan samakan kamu dengan Nara. Kamu adalah tukang selingkuh dan istriku tidak. Aku nggak pernah lupa bagaimana kamu menghianatiku di belakang dulu. Kamu berbohong kepadaku dengan mengatakan kalau kamu tidak punya hubungan apa-apa bersama Raka. Gak taunya kalian bahkan sampai ke Hotel!" "Haduh, Mas. Itukan hanya masa lalu. Semua orang bisa berubah. Aku bisa berubah. Nara juga bisa seperti itu. Sekarang aku udah bukan Siska yang dulu!" "Jangan harap aku percaya." Adnan mencondongkan tubuhnya ke arah Siska. Aroma tubuh pria itu menguar di penciuman Siska. Rasanya sangat memabukkan. Siska memejamkan mata merindukan lelaki di sampingnya, mant
"Begitulah, Dok," kata Raka ke Dokter sedikit ragu. Raka mengaku sebagai suami Nara. "Baik, Pak. Bu Nara menderita tekanan darah rendah, di tambah kondisinya melemah setelah hamil. Jadi Bu Nara perlu banyak mengkonsumsi cairan agar tidak lemas. Kesehatannya dan sekarang lemah ini hanya karena kehamilan dia saja." "Nara hamil, Dok?" tanya Raka gusar. "Ya, yang penting setelah nanti Bu Nara bangun. Nasi dan buah segar kalau bisa di konsumsi sedikit demi sedikit supaya gak terlalu lemah. Obat mual juga nanti ada diresepkan sekalian vitamin." "Baik, Dok," kata Raka. Setelah Dokter keluar dari ruang perawatan Nara di Puskesmas itu. Bu Diah mendekati putranya lalu menepuk bahu Raka. "Nara hamil, Bu," kata Raka lemas. "Ya wajar lah, dia kan wanita yang sudah bersuami. Jadi kalau dia hamil itu bukan hal yang aneh. Siska aja istri kamu yang sampai sekarang nggak mau hamil!" kata Bu Dyah.Raka memandangi Nara. Sementara Putra mereka Ervan sedang jalan-jalan bersama Mira di seputaran Pusk
RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 26. "Mari bicara di depan, Pak?" kata Adnan tegas ke Raka. Sorot matanya memancarkan ketidaksukaan yang mendalam yang Raka tahu sendiri kalau Adnan menatapnya secara tajam. Raka menganggukkan kepalanya menyetujui untuk berbicara kepada Adnan. Mereka berdua kemudian keluar dari ruang perawatan Nara. Adnan membiarkan istrinya istirahat untuk sementara waktu. Nara menatap sang suami keluar bersama Raka. Hati Nara was-was ingat kembali bagaimana Adnan memukul Raka saat marah tempo hari. Nara takut itu terjadi lagi, apalagi ini di rumah sakit. Namun kondisi tubuhnya yang lemah dan dia tidak bisa untuk ikut mereka. Berharap nggak terjadi apa-apa. Adnan masih punya pikiran positif, tidak berpikir kasar ke Raka. Nara tahu betul kalau suaminya melakukan itu mungkin cemburu. Takut kehilangan dirinya seperti yang beberapa waktu lalu disampaikan Adnan kepadanya dan Nara sangat menghargai itu. "Apa yang mau kamu bicarakan, Adnan?" kata Raka dengan pandangan lurus. L
Dia mencibir mereka berdua. Perempuan dan lelaki yang cocok. Sama-sama gak tau malu. Adnan beranjak dari sana. Dia masuk lagi ke ruang perawatan Nara. Ada Bu Dyah di dalam. Tapi, Bu Dyah mengerti kalau suami istri ini mau berbicara tanpa di ganggu. Akhirnya dia keluar dari ruangan Nara di rawat. "Mas, Maafin aku ya. Mungkin kamu salah paham tapi aku nggak punya hubungan apa-apa sama Mas Raka. Maafin aku ya, Mas. Aku sayang sama kamu."Adnan membelai kepala istrinya penuh kasih sayang. Dia kemudian mengambil tangan Nara sebelah kanan yang tidak diinfus lalu menciumnya. "Kamu lagi hamil sayang kamu nggak perlu banyak pikiran. Aku percaya sama kamu. Aku tahu ini ujian terberat dalam hubungan kita karena mantan-mantan kita pasti akan selalu aja mengganggunya. Kamu Jangan pikirkan apa-apa. Yang penting kamu sehat dan sembuh. Aku malam ini nemenin kamu karena hanya aku yang kamu butuhkan." Adnan membelai lagi kepala Nara. Wanita itu mencondongkan kepalanya ke tangan Adnan. Ingin merasaka
RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 27. **"Sayang kamu mikirin apa?" tanya Adnan ke Nara yang dari tadi melamun. Selang infus masih berada di tangan Nara dan kondisinya lemah. Adnan mengambil makanan di nakas untuk menyuapi sang istri. Adnan duduk di kursi plastik yang disediakan Puskesmas, nasi lembik itu masih di pangkuannya. Nasi itu kembali di letakkan Adnan ke nakas. Dia membantu Nara untuk bangun. Wanita itu perlahan duduk di bangsal dengan kondisi yang masih lemah. "Sayang, kita makan dulu ya." "Mas, aku kepikiran Ervan. Aku takut dia kenapa-napa." "Apa kita hubungi saja Bu Dyah, mantan mertua kamu atau Raka." Nara menganggukkan kepalanya. Adnan tersenyum memenuhi permintaan istrinya. Mereka baru saja pergi dari ruangan ini, mungkin sedang di perjalanan. Tak apalah, ini pertama kali Nara gak bersama anaknya. Adnan tahu betul perasaan Nara yang gak bisa jauh dari sang buah hati. Inilah dulu kenapa Adnan suka dengan Nara. Di samping masakannya enak. Dia wanita lembut yang baik hat
Malam harinya Ervan bersama Mira sedang berada di kamar di sana Mira menunjukkan sesuatu ke Ervan lewat gawainya. Dia memberikan gawai ke Ervan agar bocah itu senang melihat-lihat gambar, dan Karton di gawai Mira. Bu Dyah merebahkan diri di kasur. Tersenyum melihat cucunya yang sehat dan sudah besar. "Ervan senang di sini?" tanya Mira. "Senang, Tante." "Besok atau lusa kita ke rumah Nenek ya. Mau ikut?" tanya Bu Dyah. "Mau, Nek." "Nenek sayang sama Ervan. Ervan rajin belajar biar jadi anak pintar ya," katanya lagi. "Iya, Nek. Ervan sayang juga sama Nenek dan Tante. Sayang sama Bunda juga," katanya. "Alhamdulillah, Ervan juga harus sayang sama Ayah ya. Bagaimanapun itu tetap Ayah Ervan." "Iya, Nek. Bunda juga bilang gitu. Ervan harus sayang sama Ayah. Kata Bunda mereka gak bisa lagi bersama. Rumah Ayah dan Bunda sudah beda. Ada hal yang gak Ayah sukai di rumah Bunda begitupun Rumah Ayah." Bu Dyah sedih saat cucunya harus berkata itu. Dia masih kecil seharusnya kedua orang tua