Tama berjalan dengan cepat menuju ruang kerja Pandu setelah mendengar keributan di koridor. Suara marah yang memenuhi udara membuatnya khawatir akan situasi yang sedang terjadi di dalam. Ketika ia tiba di depan pintu, ia melihat Nyonya Vena, ibu dari bosnya, berdiri dengan wajah yang merah padam dan penuh amarah."Apa yang sedang terjadi di sini?" pikir Tama sambil mencoba memahami situasi yang ada. Kehadiran wanita itu di ruang kerja Pandu dengan wajah yang penuh kemarahan menunjukkan betapa seriusnya masalah ini.Tama memasuki ruangan dengan hati-hati, mencoba untuk tidak memperburuk situasi yang sedang tegang. Ia khawatir bosnya marah besar setelah tahu kebusukan ibunya sendiri."Ibu sudah katakan padamu, jangan pernah berhubungan lagi dengan Amanda! Dia itu bukan wanita baik-baik, Ibu tidak mau dia menjadi bagian dari keluarga kita lagi."Pandu duduk di belakang meja, tampak terkejut dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tampak jelas bahwa kehadiran mantan istrinya telah memicu
Nyonya Vena terkejut mendengar pengakuan Tama. Dadanya berdegup kencang, dan matanya membulat karena kebingungan dan ketakutan kalau apa yang dikatakan Tama adalah benar. Ia mencoba memahami kata-kata asisten anaknya, tetapi sulit baginya untuk menerima kenyataan yang begitu pahit ini."Cucuku? Bagaimana mungkin?" tanya Nyonya Vena, suaranya serak.Tama menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu, ketika Amanda diusir dari rumah keluarga Bagaskara. "Waktu Amanda diusir dari rumah, saya ajak dia pulang karena kasihan melihat kondisinya yang terlihat lemah." Tama menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Saya membawanya berobat, dan ternyata Amanda sedang hamil, tapi ia memohon kepada saya untuk tidak memberitahukan tentang kehamilannya kepada Anda dan Bos Pandu.""Kenapa kamu begitu patuh padanya? Yang membayar kamu itu bukan Amanda, tapi anakku." Nyonya Vena marah kepada Tama atas tindakannya yang lebih membela Amanda."Amanda berpikir kalau Anda dan Bos Pandu tidak akan percaya
"Apa maksudmu, Sonya?" Nyonya Vena terkejut mendengar pengakuan Sonya. "Apa salah keluargaku, hingga kamu ingin menghancurkannya?"Nyonya Sonya tidak habis pikir dengan wanita yang ada di hadapannya. Calon menantu yang selalu ia banggakan ternyata mempunyai rencana jahat untuk keluarganya.Sonya menegakkan kepalanya untuk melihat reaksi wajah Nyonya Vena. "Aku melakukannya karena sakit hati atas perlakuan Tante yang merendahkan dan menghinaku beberapa tahun lalu."Nyonya Vena mengernyitkan keningnya, mencoba memahami apa yang Sonya katakan. Dia merenung sejenak, mencoba mengingat kejadian di masa lalu sambil menatap lekat-lekat wajah Sonya."Tante ingat? Beberapa tahun lalu, ada seorang anak bersama ibunya meminta makanan ke sini dan bukannya memberi, tapi Anda malah menghina dan mendorong wanita lemah dan sakit-sakitan itu hingga terjatuh?"Sonya merasa sesak jika teringat kenangan di masa lalunya ketika ia masih hidup susah. Wanita yang ada di hadapannya adalah penyebab kematian ibu
Nyonya Vena mengantar Sonya ke kamar tamu. Walau Sonya telah memanfaatkannya, tapi ia akan berusaha memaafkan untuk menebus kesalahannya."Kamu istirahat saja. Kalau butuh sesuatu, panggil Tante!" Sonya berjalan mondar-mandir di dalam kamar setelah Nyonya Vena pergi. Ia gelisah memikirkan nasib perusahaan setelah video asusila dengan sang ayah muncul ke publik."Bagaimana dengan perusahaan Ayah? Apa Ayah bisa mengatasi semuanya?" Presiden Direktur perusahaan, Tuan Mahawira, yang sebelumnya dianggap sebagai sosok yang berwibawa dan sukses, kini terjerat dalam sebuah kasus yang sangat kontroversial. Sebuah video asusila yang diduga melibatkan Mahawira dengan anak angkatnya telah beredar luas di media sosial dan menjadi sorotan publik. Skandal ini telah mencoreng reputasi Mahawira Group. Seorang konglomerat besar yang bertahun-tahun membangun citra keberhasilan dan integritas, kini hancur dalam hitungan detik.Sementara, CEO Bara Corporation, Pandu Bagaskara, tersenyum puas melihat be
"Tuan Mahawira tidak mengakui tentang video itu," ucap Tama sambil menunjukkan layar ponselnya yang menunjukkan Presiden Direktur Mahawira Group sedang melakukan konferensi pers, "dia mengatakan kalau Sonya adalah anak kandungnya.""Kumpulkan bukti kalau video asusila dirinya dan Sonya itu memang asli dan Sonya bukan anak kandung Mahawira!" perintah Pandu, "jika itu terbukti, Mahawira Group akan segera tamat.""Siap, Bos!" Pandu menyuruh orang kepercayaannya untuk mengumpulkan bukti kalau Sonya adalah anak angkat Mahawira. Ia juga menyuruh pakar telematika untuk memberikan tanggapan tentang video asusila Presiden direktur perusahaan pesaingnya."Bos, apa Anda ingin semua bukti kebohongan Tuan Mahawira di-publish hari ini?" Tama menyerahkan bukti tentang identitas orang tua kandung Sonya."Tunggu sebentar! Ayah menelpon." Pandu menunjukkan layar ponselnya kepada Tama. Kemudian menjawab panggilan telepon dari ayahnya."Halo, Ayah. Apa kabarmu di sana?" "Ayah baik-baik saja," jawab Bag
Hari itu, Mahawira duduk di depan komputer, matanya menatap layar dengan perasaan tak percaya. Video itu, video yang mencemarkan namanya dan mencemari hubungannya dengan anak angkatnya, telah menjadi viral di media sosial. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan gemetar yang mulai merayapi tubuhnya. Mahawira adalah seorang pria yang dihormati di komunitasnya. Dia adalah orang yang baik dan penyayang, yang telah mengadopsi seorang anak jalanan bernama Sonya, beberapa tahun yang lalu. Namun, video panasnya dengan sang putri telah menghancurkan segalanya dalam sekejap mata. "Saya harus mencari tahu," gumam Mahawira, mengepalkan tangannya dengan tekad. "Saya harus tahu siapa yang telah menyebarkan video ini." Dia mulai dengan mencoba mencari tahu asal-usul video tersebut. Menghabiskan berjam-jam di depan komputer, memeriksa metadata, mencari petunjuk apa pun yang bisa membantunya menyelesaikan misteri ini. Dia bahkan meminta bantuan seorang hacker untuk melacak jejak digital vi
Setelah pulang dari kantor Mahawira Group, Pandu dan Tama segera kembali ke kantor Bara Corporation. Mereka dikejutkan dengan keberadaan Bagaskara di ruang kerja Pandu."Sejak kapan Ayah datang?" tanya Pandu, lalu duduk di hadapan sang ayah, begitupun dengan Tama. "Aku baru saja sampai.""Bukankah Ayah bilang pekerjaan di sana sangat banyak?""Aku ingin segera bertemu dengan cucu-cucuku. Jadi, aku menyelesaikan pekerjaan lebih cepat." Bagaskara menjawab dengan sinis. "Sepertinya kamu tidak suka, Ayah pulang? Bukankah kemarin kamu sendiri yang menyuruhku cepat pulang?""Maaf, aku lupa," jawab Pandu sambil tersenyum, "tapi Ayah tidak bisa menemui mereka sekarang. Aku harus meminta izin dulu pada Amanda.""Apa Amanda masih membenci keluarga kita?" Bagaskara membuka jasnya, lalu menaruhnya dilengan sofa. "Biar aku saja yang bicara padanya. Aku juga ingin minta maaf pada menantuku.""Dia bukan menantumu lagi, Ayah.""Aku menyesal karena tidak bisa berbuat apa-apa waktu itu." Bagaskara men
Amanda menatap Pandu dengan ekspresi campur aduk antara keheranan dan kecurigaan. "Apa yang ingin kamu katakan?"Pandu menjawab dengan hati-hati, "Amanda, aku tahu bahwa masa lalu kita penuh dengan luka dan pahit, tapi aku mohon padamu untuk bisa memaafkan ayahku.""Apa maksudmu? Kenapa aku harus memaafkan ayahmu?" tanya Amanda, "kalau dia merasa punya salah, kenapa dia tidak datang sendiri padaku untuk meminta maaf.""Ayah juga menginginkan seperti itu, tapi aku melarang. Aku khawatir kedatangan ayahku membuat kamu tidak nyaman." Pandu menatap wanita cantik yang dulu begitu lembut, tapi kini selalu berkata kasar padanya. "Sebenarnya Ayah ingin bertemu dengan Alan dan Alana, tapi aku tidak berhak mengizinkannya tanpa sepengetahuan kamu.""Ya tentu saja kamu tidak mempunyai hak atas kedua anakku." "Aku tahu, karena itulah aku meminta izinmu terlebih dulu.""Walau itu, memang ayahmu tidak membelaku, tapi aku tidak membencinya. Aku hargai dia karena tidak turut campur dengan permasalaha