"DI RUMAH SAKIT?" "I-iya Tuan, Non Kania di rumah sakit." "Sejak kapan, Bi?" "Sudah mulai kemaren Tuan, Non Kania itu dari kecil nggak pernah sakit tahu-tahu kok langsung opname.""Kemaren?" Nick langsung sibuk membuka pesan pesan dari Kania, dan ternyata memang pesan Kania itu bukan hari ini, tapi sudah dari kemarin.Nick langsung mencari tahu dimana Kania opname, walau dia merasakan tubuhnya sangat lelah akan tetapi tidak mungkin Nick bisa tidur jika belum tahu keadaan Kania yang sesungguhnya..Sebelum meninggalkan kamar Nicho, Nick mencium rambut halus yang memiliki harum yang khas, seketika Nick ingat bahwa dia pernah merasa harum Kania menenangkan, ternyata itu wangi baby, wangi Nicho.Nick berdiri diam, tak bergerak sedikitpun, dia masih merasa takjub mendapati kenyataan bahwa dia memiliki seorang anak laki-laki, darah dagingnya sendiri. "Jaga Nicho, jaga rumah baik-baik Bi, aku pergi ke rumah sakit dulu." "Baik Tuan." "Tidak ada titipan untuk nyonya?" "Oh iya, ada Tua
"Sakitku sudah mendingan, ehm.. sebenarnya saat aku tahu kau tidak lagi bisa memiliki keturunan, aku sudah ingin mengatakannya tapi saat itu kau seperti berusaha menjauhiku_""Niaa.." Nick berusaha memotong kalimat Kania, tapi gagal, Kania terus berbicara tanpa titik koma. " Jadi aku berpikir jika aku mengatakan tentang Nicho bisa jadi kau akan menganggap itu sebagai modus, masa iya saat kamu di diagnosa mandul, aku datang bawa anakmu, kebetulan banget kan," Kania bercericau seperti orang menggigau."Kita tunda dulu pembahasan yang ini, aku ingin tahu tentang kondisimu yang sesungguhnya," kembali Nick mengulang pertanyaannya.Kania menggigit bibirnya, tanda bahwa dia masih amat resah. "Aku nggak apa-apa Nick. Aku hanya ingin kau tahu bahwa yang terjadi dengan yang kuinginkan tidaklah sama, tapi mau bagaimana lagi?" Nick menangkup dagu Kania. "Nia, tatap mataku! Yang lain kita bahas nanti, sekarang aku hanya ingin tahu tentang sakitmu, clear?" Kania menatap Nick dengan mata berkac
Kania hanya mengangguk. Nick mengira Kania setuju sepenuh hati dengan apa yang diusulkannya, ternyata Kania membalikkan badan membelakangi Nick, lalu menutup mata. "Niaaa." Kania menjawab dengan gumaman, "ngantuk.""Niaa, ayolah kok jadi ngambek." "Nggak ngambek, Nia memang ngantuk, kamu pulang dulu aja, makasih sudah datang jenguk Nia," makin lama suara Kania makin pelan. Nick langsung membopong Kania lalu membawa ke kursi tamu yang tersedia. Nick tetap menahan Kania dalam pelukannya. Mereka berpandangan. "Aku melintasi ribuan kilometer untuk melihatmu, menemanimu, jangan abaikan aku." Kania tidak menjawab hanya memandang dengan bibir bergetar. "N-nia nggak mau dikasihani." "Whatt? Siapa yang bilang kasihan sama kamu?""Kania bukan wanita lemah, nggak apa-apa katakan saja yang sebenarnya, Nia bisa menerima." Mendengar perkataan Kania sorot mata Nick seketika memancarkan amarah. "Aku tahu kamu lagi sakit tapi itu nggak bisa jadi alasan buat ngomong yang nggak masuk akal
"Maksudku.." "Kalau kemaren-kemaren aku memang masih bimbang dengan keputusanku, akan tetapi sekarang tidak lagi! Kita akan selalu bersama, jadi kau harus terima bahwa tempatmu disisiku!" "Nick_" Belum juga Kania bersuara Nick sudah memotongnya."Jangan bermimpi untuk melepaskan diri dariku, jangan berusaha untuk pergi karena aku akan mengejarmu, terimalah takdirmu bahwa kau terjebak bersamaku!""Nick.""Aku menyayangimu tanpa syarat dan kau harus terima itu!""Nick, dengar dulu." "Kita akan menikah satu jam lagi dan ini tidak untuk diperdebatkan!" Nick langsung berjalan mondar mandir sambil menelepon. Kania memang melihat Nick sedang menelepon yang Kania tidak tahu adalah siapa orang yang Nick telepon."Gunakan pengaruhmu, Tom! Terserah yang penting satu jam lagi!" Nick menutup teleponnya dan masih gelisah seakan ada yang masih tersimpan dan menunggu untuk diledakkan. Kania yang melihat kekasihnya begitu gelisah dan tidak merespon panggilannya langsung berpikir bagaimana caran
"Aku nggak mau tahu, jangan sampai Kania yang akan memenangkan sidang berikutnya!" Teriak Sonya. "Betul, kamu harus berusaha lebih keras Bram!" Mertua Bram, Ibu Emy ikut ikutan mencerca Bram dengan hal yang di ulang-ulang. "Kalian lihat sendiri, pengacara Kania itu Richard Wang!" Bram membela dirinya. "Memangnya kenapa kalau Richard Wang? Pengacara kita juga hebat kan?" Kembali Sonya berceloteh yang makin membuat Bram geram. 'Enak saja dia ngomong, memang pengacara itu gratis, aku aja bayar udah habis ratusan juta, kalau diterusin bisa miskin,' batin Bram."Aku berani membayar pengacara mahal karena aku memperkirakan hanya beberapa bulan sudah selesai, kalau ternyata sebegini lamanya ya terlalu besar uangnya yang harus aku bayarkan!" Bram berusaha menerangkan dengan menahan emosinya menghadapi dua wanita sejenis yang senang sekali menyusahkan hidupnya."Ya udah pakai uang perusahaan aja kan, Beres!" "Sembarangan kamu, jangan bikin kacau keuangan perusahaan!" "Halah Bram, kam
Di rumah sakit yang tenang, tiba-tiba datang serombongan orang dengan belasan koper besar, mereka dihadang oleh petugas keamanan. "Jam besuk telah usai, hanya boleh masuk bergantian satu demi satu." "Bagaimana bisa? Kami memenuhi undangan pesanan dengan harga tak terbatas, jadi kami harus all out you know?" kata seorang pria dengan dandanan flamboyan yang sangat feminin.Alis petugas keamanan pun terangkat melihat gaya gemulai pria di hadapannya. "Kalau Bapak koordinatornya tolong diatur sendiri, yang pasti tidak boleh masuk lebih dari satu!" Nampak wajah sang pria gemulai itu cemberut. "Okay, tolong antar saya masuk." Nampak pria gemulai itu membawa sebuah koper yang paling besar dan paling mewah."Silahkan." Pria gemulai pun masuk mendapati sang miliarder tampan sedang memegang tangan calon mempelainya, mereka saling memandang tanpa menghiraukan sekeliling."Ehm..ehm." Pria gemulai itu mengeluarkan suara. Lalu dia melihat miliarder yang tampannya kebangetan sedang memandangn
Nick mendekati Kania akan tetapi tidak menjelaskan apa-apa, Nick hanya menggenggam jemari Kania.Melihat itu Lexy mundur teratur, sambil membawa koper besarnya. "Saya permisi dulu ya, terima kasih Mr and Mrs Sebastian," ujar Lexy sambil melambaikan tangannya. Nampak Kania membuka mulutnya, sepertinya ingin menyangkal tapi dalam sekejap Nick mengecup bibir Kania hingga tidak ada kata yang terucap dari bibir Kania.Lexy sejenak terdiam melihat love language Nick yang parah. 'gimana rasanya dibucinin miliarder tampan kayak gitu, seandainya aku di posisi Kania, wow bisa mati dengan senyum di bibirku."Oke Lexy, thank you," Nick mengucapkan terima kasih sebagai tanda waktu Lexy sudah habis. Lexy pun menganggukkan kepala dan berlalu dari hadapan pria impiannya.Sepeninggal Lexy, Nick akan menelepon seseorang ketika notifikasi terdengar. Jadinya Nick mengangkat teleponnya. "Beres Tom?" "Beres Bos." "Bagus, jadi semua sudah beres? Sudah hubungi rumah sakit?" "Sudah, semuanya beres,
Kania dan Nick saling berpandangan . Kini mereka hanya tinggal berdua di dalam ruangan."Kenapa curiga sekali dengan sekeliling Nick? Kamu lihat nggak wajah suster galak itu saat kamu bilang 'kamu siapa?' dia kaget banget terus kayak mau lempar map yang dia pegang," Kania menerangkan apa yang dilihatnya.Nick menatap lantai berusaha mengingat apa yang dikatakannya. "Setahuku dokter yang akan membacakannya." "Bisa dokter bisa suster Nick, ya minimal kalau pun biasa dokter kan kamu bisa ngomong..biasanya dokter..nggak usah pakai nanya kamu siapa! Ini rumah sakit Nick, emang aneh kalau ada suster yang masuk kamar?"Nick paham maksud Kania, tapi Nick juga sadar bahwa refleknya terjadi karena kondisi, bukan tanpa alasan. "Oke Nia, aku akan menerangkan dengan cepat, waktu kita tidak banyak." Nick menarik tangan Kania, mendudukkan Kania di kursi sebelah ranjang, lalu Nick berdiri di depan Kania dengan kedua belah tangan di saku."Ada masalah di pertambangan Nia," ujar Nick mulai berceri