Nick mendekati Kania akan tetapi tidak menjelaskan apa-apa, Nick hanya menggenggam jemari Kania.Melihat itu Lexy mundur teratur, sambil membawa koper besarnya. "Saya permisi dulu ya, terima kasih Mr and Mrs Sebastian," ujar Lexy sambil melambaikan tangannya. Nampak Kania membuka mulutnya, sepertinya ingin menyangkal tapi dalam sekejap Nick mengecup bibir Kania hingga tidak ada kata yang terucap dari bibir Kania.Lexy sejenak terdiam melihat love language Nick yang parah. 'gimana rasanya dibucinin miliarder tampan kayak gitu, seandainya aku di posisi Kania, wow bisa mati dengan senyum di bibirku."Oke Lexy, thank you," Nick mengucapkan terima kasih sebagai tanda waktu Lexy sudah habis. Lexy pun menganggukkan kepala dan berlalu dari hadapan pria impiannya.Sepeninggal Lexy, Nick akan menelepon seseorang ketika notifikasi terdengar. Jadinya Nick mengangkat teleponnya. "Beres Tom?" "Beres Bos." "Bagus, jadi semua sudah beres? Sudah hubungi rumah sakit?" "Sudah, semuanya beres,
Kania dan Nick saling berpandangan . Kini mereka hanya tinggal berdua di dalam ruangan."Kenapa curiga sekali dengan sekeliling Nick? Kamu lihat nggak wajah suster galak itu saat kamu bilang 'kamu siapa?' dia kaget banget terus kayak mau lempar map yang dia pegang," Kania menerangkan apa yang dilihatnya.Nick menatap lantai berusaha mengingat apa yang dikatakannya. "Setahuku dokter yang akan membacakannya." "Bisa dokter bisa suster Nick, ya minimal kalau pun biasa dokter kan kamu bisa ngomong..biasanya dokter..nggak usah pakai nanya kamu siapa! Ini rumah sakit Nick, emang aneh kalau ada suster yang masuk kamar?"Nick paham maksud Kania, tapi Nick juga sadar bahwa refleknya terjadi karena kondisi, bukan tanpa alasan. "Oke Nia, aku akan menerangkan dengan cepat, waktu kita tidak banyak." Nick menarik tangan Kania, mendudukkan Kania di kursi sebelah ranjang, lalu Nick berdiri di depan Kania dengan kedua belah tangan di saku."Ada masalah di pertambangan Nia," ujar Nick mulai berceri
Tommy dan Pak Tua berwajah teduh yang akan memimpin pernikahan mereka pun masuk. Pak Tua itu tersenyum lebar melihat sisa-sisa tawa Kania yang masih terdengar. "Calon istriku bukan hanya tersenyum tapi dia tertawa, Pak Pendeta. Bisakah upacara ini kita mulai karena rumah sakit hanya memberiku waktu tiga puluh menit dan itu hanya tersisa lima menit saja." Pak tua yang ternyata seorang pendeta senior itu tersenyum lembut lalu mulai memposisikan dirinya, siap memimpin pernikahan sederhana ini. Mungkin ini bukan pernikahan megah dengan ratusan tamu yang mengelilingi mereka tapi tak urung Nick merasakan kegelisahan menyerangnya, dia ingin segera mengesahkan Kania sebagai miliknya. Akhirnya Nick maju, Nick menggenggam kedua tangan Kania dan mereka saling berjanji."Aku, Nick Sebastian berjanji akan selalu mencintaimu sepanjang hidupku, aku akan selalu ada untukmu, disetiap langkahmu, setiap waktu hingga ... nafas terakhirku," mata Nick berkaca-kaca saat mengucapkan sumpahnya dengan s
Mereka saling berbisik hingga bunyi batuk buatan menyela kemesraan mereka. Nick mengumpat lirih, dia lupa bahwa Tommy masih ada di dalam ruangan. "Tom?" "Sorry Nick, aku berniat keluar diam-diam akan tetapi kalau kau sadar aku pergi tanpa pamit nanti kau bilang aku tidak sopan, jadi aku menunggu... ternyata makin lama makin panas." Kalimat Tommy lebih cocok disebut gerutuan plus tuduhan."Kau sengaja ingin menggangguku." jawab Nick."No, aku ikut bahagia dan aku akan segera keluar, nantilah kita bicarakan tentang apa yang di temukan di lokasi pengeboran saat terjadi kecelakaan." Nick mengangguk dan menatap Tommy dengan wajah penuh rasa terima kasih. "Thank you sudah mempersiapkan ini semua." "Aku asistenmu Nick, whatever you want." "Iya, tapi yang kau lakukan hari ini benar benar luar biasa, sekali lagi thank you." "Sama sama Bos, senang lihat kau bahagia, Bos." Nick tersenyum lalu mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Tommy. "Hati-hati di jalan." Tommy pun men
"Sus, daripada saya tunggu dokter di ruangan mending saya tunggu dokter di sini saja!""Memangnya kenapa kalau di ruangan?" Lagi-lagi suster senior itu bertanya dengan wajah datarnya. "Kalau Suster saja tidak mau memberitahu saya apa hasilnya berarti Suster takut dengan reaksi saya kan? Jadi sebaiknya saya yang mendengar terlebih dahulu barulah nanti saya akan menyampaikan kepada istri saya dengan cara saya sendiri." "Oh sudah sah ya Pak, eh Tuan? Selamat berbahagia ya." "Thank you, tapi ggak usah mengalihkan perhatian, Sus." Kembali suster senior itu menata map-map yang sudah rapi di mejanya, kentara bahwa itu hanya gerakan mengulur waktu saja. Nick menatap ujung sepatunya, dia berharap dokter segera datang agar dia tahu apa yang dia hadapi supaya dia bisa langsung mencari jalan keluar.Nick berharap takdir tidak begitu kejam terhadapnya, baru saja dia berhasil melangsungkan pernikahannya bahkan berbulan madu pun belum masa kan sudah ada masalah pelik menghadang di depan mereka?
Nick berhasil menyambut uluran tangan dokter bukan karena otaknya bekerja tapi hanya karena naluri yang menuntunnya. Saat ini dia tidak sanggup memerintahkan anggota tubuhnya untuk melakukan hal sekecil apapun termasuk membuka mulutnya. Nick terlalu takjub! Setelah melepaskan tangannya Nick berjalan keluar lalu menyusuri lorong rumah sakit dan berbelok menuju ke kamar dimana Kania sedang terbaring. Semua Nick lakukan secara otomatis. Setelah duduk di sisi Kania, Nick menatap wajah istrinya yang sedang tertidur pulas, lalu Nick menatap perut ramping Kania. Tangan Nick terjulur ke atas perut Kania, tempat dimana anak mereka berada. Kalau dulu berita tentang Nico menghantamnya di tengah begitu banyaknya masalah yang terjadi hingga Nick tidak bereaksi dengan sebenarnya walau dia merasakan sebuah keajaiban bahwa ternyata dia telah memiliki seorang pewaris, maka kini saat kembali keajaiban menghampirinya Nick tidak lagi mampu menyimpan perasaannya, dia begitu bangga, begitu bahagia,
Nick kembali mencium Kania. Setelahnya masih sambil memegang bahu istrinya, Nick berkata lamat-lamat sambil menatap mesra Kania. "Kau sehat! Kau kuat! Sakitmu bisa jadi karena kau sedang kelelahan lalu ditambah dengan perbuatan ku, maka kau sampai harus dirawat inap di rumah sakit ini." Kini, wajah Kania yang kebingungan makin menggemaskan bagi Nick. "Perbuatanmu?"Nick mengangguk."Apa yang kau lakukan padaku?" "Aku membuatmu hamil...lagi," Nick menjawab dengan cengiran bahagia di wajahnya. 'siapa yang tidak bahagia jika menjadi pria pertama dan satu-satunya? Pria yang divonis mandul akan tetapi hidup memberinya keajaiban hingga dia bisa memiliki anak, bukan hanya satu tapi dua!'Nick masih merasa kewalahan dengan kebahagiaan yang menghampirinya, hatinya membengkak hingga rasanya tak tertahankan. Merek berhasil menikah, dia bisa menjaga istri dan anaknya, kini kembali dia akan memiliki anak kedua, tidak mustahil dia bisa memiliki anak ketiga dan keempat atau mungkin kelima...
Kania tersipu-sipu setiap mengingat kata terakhir yang Nick ucapkan sebelum dia menghilang. 'Bulan madu...bulan madu...honeymoon! Wow!' Panas pipi Kania membayangkan hal itu.Setelahnya Nick bilang dia mau jemput anaknya. "Tunggu ya Nia, aku pulang sebentar jemput anak kita." Lalu bergegas Nick keluar dari kamar Kania. Kania tidak tahu akan bagaimana reaksi Nico terhadap Nick. Akankah Nico mau dekat-dekat Nick? Atau malah Nico menangis ketakutan? Atau Nico super cuek?Kania tahu bahwa semua akan baik baik saja akan tetapi masih terselip sedikit kegelisahan akan hubungan baru di antara dua orang yang paling dikasihinya.Saking cemasnya Kania menelepon ponsel Nick. Nick menerima panggilan dari Kania tanpa suara. "Nick?" "Ya?" "Kok diem?" "Sedang mengira-ngira alasan apa yang mendorong istriku menelepon hanya kurang dari tiga puluh menit sejak aku meninggalkannya di rumah sakit?"Terdengar Kania mendengus."Ge er, Kania menelpon karena kepikiran, Kania takut kamu kecewa dengan