Nick menghabiskan buah anggur yang Kania belah dengan cepat. "Enak." Celetuk Nick sambil memandang Kania. Kania hanya sekejap mendongak lalu kembali sibuk dengan kegiatannya membelah "Manissss." Kembali Nick berkomentar. "Manis?" Tanya Kania yang dijawab Nick dengan anggukkan. "Cantik." Lanjut Nick sambil menatap tajam wajah Kania. Kania tersipu dengan wajah menunduk mendengar jawaban Nick.Kania tidak berani melihat Nick, takut Nick menangkap betapa dia sangat terpengaruh dengan kedekatan mereka siang ini. "Kok cantik?" "Kenapa kalau cantik?" Nick pura pura nggak ngerti."Mana ada buah cantik." "Ada." "Nggak ada lah." "Ada, Sayang." Kania tidak menanggapi karena dia takut semakin rayuan Nick meluncur, makin merahlah wajahnya, apalagi kalau apa yang mereka percakapan ternyata sesuai perkiraannya bahwa pembicaraan ini temanya sudah menyimpang!Setelah sesi makan buah, Kania membilas pisau, mengeringkan dan meletakkan kembali di tempat semula, lalu Kania mengambil kain lap da
Nick heran melihat ekspresi Kania yang berubah dengan cepat, sebentar masih bercakap-cakap sedetik kemudian ternganga begitu rupa. Perlahan Nick membalikkan badannya melihat obyek yang sukses membungkam mulut Kania. Ternyata di belakang Nick, tergantung lukisan seorang anak kecil yang sedang tertawa gembira. "Si-siapa dia?" Tanya Kania tergagap. Nick tersenyum lalu dengan sedikit menunduk menjawab pelan. "Itu...aku.""Kau?" "Yes! Me!""Foto kecilmu...""Tidak terlalu sama dengan aku yang sekarang? Benar semua orang bilang begitu, Grannie bilang aku kecil persis Granddad, besar malah lebih condong ke Daddy." Nampak Kania berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.Nick melihat Kania berusaha menarik nafas panjang, nampak Kania kesulitan mengatur nafasnya, why?"Kau tidak mengira bahwa aku pernah kecil?" Nick berusaha memecahkan kerikuhan yang mendadak melanda membuat udara yang mengelilingi mereka berubah menjadi tajam! Bibir Kania sedikit tertarik membentuk garis senyum wala
Hari-hari berlalu dengan sangat cepat, hubungan Kania dan Nick telah berkembang makin dekat. Nick makin posesif walau pun belum ada ikrar atau sumpah setia yang terucap, mereka masih menahan diri untuk saling berkomitmen. Walau demikian itu bukan halangan bagi Nick untuk selalu mengunjungi Kania dikantor, atau dia akan menugaskan CV SayOnTrack agar mengirim Kania ke PT Antampura, di luar jam kerja selalu ada saja alasan Nick untuk sekedar keluar atau makan bersama Kania. Seperti saat ini, sepulang dari kantor mereka sedang berada di apartemen Nick.Malam ini tidak seperti malam sebelumnya, Nick sedikit uring-uringan, bukan kepada Kania tapi lebih kepada diri sendiri. Nick sedang membuat kopi yang ternyata gagal karena alatnya ngadat. "Dia memilih waktu yang tepat." Gumam Nick dalam desisan. Kania pura-pura tidak mendengar. Kania seolah sibuk dengan dirinya sendiri sesaat kemudian dia berjalan ke arah Nick sambil membawa secangkir teh yang mengepul harum.Nick memandang Kania, l
"Mari kita ke rumahku.""Sekarang?" "Iya, sekarang." "Kenapa? Tidakkah kita sudah sepakat untuk membahas hubungan kita?" Tanya Nick yang tidak sanggup menutupi keheranan dalam suaranya. "Nanti kau akan tahu." Kania memutar otak apa yang harus dikatakannya sebagai kata pembuka. Haruskah dia mengemukakan alasan sebelum menceritakan yang sebenarnya ataukah dia hanya akan diam saja karena toh sebenarnya apapun yang dilakukannya pasti akan dianggap sebuah kesengajaan menyembunyikan sebuah rahasia besar. Kania melihat wajah Nick yang masih menunggu penjelasannya. "Dari semua yang kau utarakan aku bisa menyimpulkan bahwa kau merasa aku ragu-ragu dengan hubungan kita? Aku bimbang?" Nick menggeleng. "Lalu?" "Aku merasa kau nyaman dengan kedekatan kita tapi kau...takut...entahlah sesuatu semacam itu...kau takut dan menarik diri saat aku mulai membahas sesuatu yang lebih serius." Kania merasa memang sudah waktunya mereka membahas hal yang serius, sangat serius! "Setuju, memang sudah s
Kania sangat gugup, dia tidak punya gambaran akan seperti apa reaksi Nick jika nanti rahasia ini terkuak. Pasti awalnya marah! Kemudian.....Memaafkan? Biasa-biasa aja? Tetap marah? Atau benci?Gemetar kaki Kania tapi Kania tidak akan mundur lagi, dia meyakinkan diri sendiri bahwa inilah yang terbaik, mau sampai kapan dia menutup-nutupi rahasia besar ini, memang sebaiknya segera mereka bereskan semuanya. Saat Nick mengenali anaknya, Kania akan mengaku dosa, dan kemungkinan besar dia akan kehilangan rasa sayang, kehilangan ciuman yang nikmatnya tak terperi, kehilangan pelukan terhangat. Selama ini Kania tidak pernah merasa jantungnya berpacu atau debaran di dada yang menggila jika bersama teman pria yang lain, dia merasa senang karena ada yang menemani tetapi hanya berhenti sampai disitu saja.Beda dengan reaksinya terhadap Nick bagaikan putih dan hitam. Itu kemungkinan yang dibayangkannya saat Nick mengenali Nico sebagai anaknya, sang Pewaris.Jika Nick tidak mengenali anaknya, be
Kania merasa hatinya membengkak penuh cinta untuk ayah rahasia anaknya.Kania berjalan meninggalkan Nick, menuju ke dapur, sampai di dapur Kania hanya mondar mandir lalu berjalan menuju kamar Nico.Begitu masuk kamar anaknya Kania termenung. Dia kebingungan harus bagaimana, menunjukkan foto sebagai ganti Nick yang telah tertidur? seandainya Nico belum tertidur akan jauh lebih sederhana.Dia tidak menyangka jika anaknya sudah tidur.Nico tergolek dalam posisi telentang, itu posisi favoritnya, itu tanda bahwa Nico telah lama terlelap.Reflek Kania melihat jam dinding, sebenarnya memang sudah cukup malam, jadi wajar jika Nico sudah tidur. Saking gugupnya sampai Kania tidak memperhitungkan jam tidur anaknya. Dia terlalu cemas akan reaksi Nick, hingga melupakan yang lain. Kania berjalan kembali ke dapurnya yang kecil tapi nyaman dan hangat. Kania akan mulai memasak saat Bibik datang menghampiri. "Non, Bibik aja yang masak." "Nggak apa-apa Bik." "Bibik udah nggak ada kerjaan."Kania
Mereka berdua menikmati makan malam yang terlambat karena harus pindah dari apartemen Nick ke rumah Kania. "Maaf hanya ini yang bisa dimasak paling cepat." Ujar Kania yang langsung disambut anggukkan oleh Nick. "Enak, masih ada waktu buat belajar masak? Kapan belajarnya?" "Dulu." Jawab Kania. "Masih remaja?" "Nggak..waktu udah kuliah, sering masak buat..P-papa." Nick mengangguk-anggukkan kepala mendengar jawaban Kania. Mereka pun makan sambil bercakap-cakap ringan. Sebenarnya hanya Nick yang bercakap-cakap karena Kania seperti sedang tenggelam dalam renungannya sendiri.Selesai makan Kania pun mengajak Nick untuk kembali ke ruang tamu. "Silahkan duduk." Nick mendengar Kania begitu sopan, seakan mereka adalah dua orang asing yang baru beberapa kali bertemu. Akan tetapi bukannya duduk Nick malah mendekat. "Nick.. duduklah." Kembali Kania menegur. Tanpa menghiraukan ucapan Kania, Nick terus berjalan hingga kini jaraknya hanya tiga jengkal dari Kania."Memang kita bersama masi
Setelah menutup telepon masih sambil tersenyum Nick memandang Kania. "Sorry aku harus pulang." Kania mengangguk."Mau mampir ambil pesanan orang tuaku." Kembali Kania mengangguk.Nick ragu-ragu untuk merengkuh Kania, karena nampaknya Kania sedang memikirkan sesuatu yang menggelisahkan. "Sampai jumpa besok." Nick mengucapkan salam perpisahan sambil beranjak meninggalkan Kania. Di pintu Nick berhenti, Kania yang mengikuti dari belakang pun otomatis berhenti. Nick membelai wajah Kania dengan telunjuknya lalu akan berbalik ketika mendadak Kania menarik nafas tertahan lalu berjinjit dan mengecup bibir Nick. Nick senang. Kania langsung menarik diri dengan wajah merona. "Ini seperti yang kau katakan, ciuman perpisahan di depan pintu, tapi ini baru terjadi." Nick tersenyum mendengar ledekan Kania, sambil melambaikan tangan Nick pun berlalu. **Hari-hari setelahnya hubungan mereka makin dekat walau Kania belum juga menemukan kesempatan yang tepat untuk mempertemukan Nick dan putrany