Suasana jalan raya kota Jakarta di hari yang masih pagi itu sudah padat dengan kendaraan. Kemacetan di setiap jalan sudah menjadi ciri khas kota metropolitan ini. Berbagai kepentingan para pengguna jalan membuat kemacetan bukan menjadi penghalang untuk tetap melakukan aktifitas.
Lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Seorang pengendara sebuah motor Kawasaki Ninja berwarna hitam berhenti di barisan paling depan. Ia mengenakan celana, jaket, dan helm berwarna hitam senada dengan warna motornya. Penampilannya yang lengkap tertutup itu tidak dapat menutupi bentuk tubuhnya yang ramping berisi. Ia membuka kaca gelap pelindung wajah helmnya, tampaklah sebaris wajah ayu dengan senyum tersungging dari bibirnya yang tipis.
Ketika lampu hijau menyala, ia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Lalu berbelok masuk ke halaman gedung perkantoran megah berlantai tujuh yang berlokasi di Jl. HR. Rasuna said, Kuningan, Jakarta Selatan. Sebuah papan nama dengan tulisan 'Garuda Mediatama Indonesia' yang sangat besar berwarna biru mix hijau menempel pada dinding depan gedung itu.
Pengendara memarkirkan motornya di area parkir. Ia melepas helm yang dikenakannya, lalu mendekatkan wajahnya ke depan kaca spion motornya, merapikan rambutnya yang jatuh hingga tengkuknya dan mengusap wajahnya memastikan tidak ada bekas makeup yang menempel. Setelah semua ritual di depan kaca spion itu, ia berjalan memasuki gedung megah itu. Ia menggesek ID Card pada slot pintu, otomatis pintu itu terbuka, ia pun memasukinya dengan riang.
Dia adalah Mazaya Vienita yang sedang menyamar sebagai seorang pria yang bernama Hexel. Dia memiliki paras yang cantik, hidung mancung standar wanita indonesia, bibir tipis dan mata lentik. Tinggi badannya berkisar 160 cm dengan bentuk badan yang ramping.
Sebagai seorang wanita yang sedang menyamar sebagai pria, ia mengenakan pakaian pria tentunya. Mulai dari jaket kulit dengan model doble rider, bomber, duster, dan cattelman menjadi favoritnya dipadukan dengan celana jeans atau celana casual khas pria trendy.
Ia bekerja sebagai tim software developer sebuah aplikasi terbaru yang sedang dirilis oleh perusahaan Garuda Mediatama dengan nama New World di bawah pengawasan Jonathan, seorang pria dengan wajah tampan namun memiliki ekspresi sedingin es, oleh karena itu ia dijuluki si Muka Es.
Hari ini sesuai kesepakatan, adalah hari uji coba software aplikasi New World yang kedua kalinya setelah gagal pada uji coba pertama satu tahun yang lalu.
Hexel sengaja datang lebih pagi. Ia akan menjalankan misinya menyalin data aplikasi tersebut yang menjadi tugas besarnya di kelompok mafia tempatnya bernaung. Ia sebagai tim developer sangat mengetahui, kali ini software tersebut sudah 90 persen sukses. Hanya butuh waktu kurang dari 10 menit untuk menyalin data tersebut jika tidak ada hambatan.
Di ruang kerjanya belum ada seorang pun yang datang. Ia segera menyalakan komputer super tipis di mejanya. Lalu mulai mengetik beberapa kode unik, maka tampillah sebuah jendela baru bertuliskan 'Wellcome to New World panel'. Di sana terdapat banyak pilihan tombol, ia mencari sebuah tombol yang bertuliskan 'transfer'. Ketika menemukan tombol itu, ia dengan cepat hendak menekannya, namun tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya.
"Hai, Hexel, lo datang lebih pagi hari ini," Meta menyapa dan mendekat ke arahnya. Dengan sekali gerakan ia menutup jendela baru di layar monitor, lalu membuka aplikasi lain sedapatnya agar tidak ketahuan. Ia menutup matanya rapat-rapat untuk menetralisir jantungnya yang berdegup sangat cepat seperti sedang berlomba.
"Lo ngapain? serius amat," Meta duduk di sebelah hexel mengamati monitor yang menyala dan menampilkan sebuah tayangan video.
"Lo nonton film?" Hexel segera membuka mata, alangkah terkejutnya ia melihat tayangan yang muncul di layar komputer itu adalah video seorang pria sedang menunjukkan otot-otot bisepnya yang menonjol. Hexel segera menutup video itu.
"Eh, iya, kemaren lupa mau nonton, jadi gue datang lebih pagi hari ini, jangan bilang-bilang sama Yoga dan Gery ya, pliiiissss," Hexel menyempurnakan aktingnya.
"Tenanglah, gue bukan orang kaya gitu kok. Tapi ngomong-ngomong, lo ada kesibukan nggak akhir pekan ini?" Meta tersenyum sambil mendekat ke arah Hexel.
"Kesibukan? ah, ya, banyak kesibukan, banyak, gue harus menyelesaikan program ini, terus harus nganterin emak gue ke pasar, terus nganter pesanan temen, terus...," Hexel menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Banyak ya? hmmm..., baiklah. Gue mau ngajak lo makan kepiting di kafe baru temen gue, tapi kalo lo sibuk, ya, nggak apa-apa," wajah Meta menunjukkan kekecewaan. Ada penyesalan dalam hati Hexel mengatakan banyak kesibukan, padahal pasti asyik makan kepiting gratis.
Tidak lama kemudian ruangan itu menjadi ramai dengan kedatangan satu per satu tim. Wajah mereka ada yang ceria seperti habis dapat gebetan, masam seperti habis ditagih hutang dan masih banyak lagi. Komputer di setiap meja mulai menyala, masing-masing mulai mengecek kesiapan program yang telah di susun. Jika ada yang gagal, bersiap angkat kaki.
"Halo Meta, kenapa lo duduk di kursi gue, hah? lo mau pedekate sama Hexel? mending sama gue aja, udah jelas masa depan gue," Yoga yang baru datang langsung membuat keributan. Meta membuang muka sambil memonyongkan bibirnya.
"Maksud lo?" Meta berbicara sambil meninggalkan tempat duduknya, ia menendang kursi itu hingga bergeser jauh.
"Hei, jangan kasar sama kursi gue, kualat ntar lo!" teriak Yoga. Ia kembali menarik kursinya ke tempatnya semula.
Tidak lama kemudian Gery datang, ia langsung duduk dengan wajah lemas. Hexel menepuk punggungnya.
"Napa lo? pagi-pagi dah lemes gitu, emang habis ditagih utang lo?" seloroh Hexel.
"Diam lo! gue nggak tidur semalaman gara-gara program gue nggak jalan. Beruntung sebelum subuh udah kelar, jadinya gue begini sekarang," keluh Gery.
Belum sempat membalas ucapan Gery, Jonathan sudah memasuki ruangan dengan gayanya yang cool. Semua mata menatapnya, namun dia tidak sedikitpun menatap salah satu dari anggota tim itu.
"Selesaikan semua yang belum beres, 15 menit lagi kita akan uji coba di laboratorium. Ingat! jangan buat kesalahan!" ancaman yang selalu membuat takut siapa pun itu kembali terdengar.
"Setelah program ini berhasil, semua data privasi kalian akan di sadap," lanjutnya lagi. Hexel mulai memikirkan kata-kata Jonathan, setidaknya ia masih punya waktu untuk mempersiapkan semuanya.
Jonathan memasuki ruangannya. 15 menit waktu yang cukup bagi Hexel untuk kembali menyalin data. Ia membuka lagi situs yang tadi di tutupnya, lalu dengan cepat meng-klik tombol transfer, lalu ia menuliskan tujuan transfer data. Terakhir send! data itu pun terkirim. Hanya 5 menit proses transfer data selesai dilakukan. Hexel segera menghapus jejak transfer data berikut seluruh IP pengirim dan penerima. Kini semuanya aman terkendali, ia mengelus dada dan menarik nafas lega.
"Siapa yang berani mencuri data?" Tiba-tiba suara Jonathan kembali menggema dengan nada tinggi. Seisi ruangan terdiam membisu.
Jonathan berjalan mengitari ruangan. Tiba-tiba saja ruangan yang sedari awal tegang, kini semakin tegang."Semua lepaskan keyboard! jangan ada lagi yang menjalankan komputer!"Ia mulai memeriksa satu per satu komputer timnya. Setiap mata melotot memandangi layar monitor di hadapan mata masing-masing, sangat khawatir kalau tiba-tiba Jonathan menemukan sesuatu yang mencurigakan di dalam komputer mereka.Tiba giliran pemeriksaan di komputer Hexel. Jonathan menunduk tepat di atas pundaknya, dadanya yang bidang dan lengannya yang kekar kini begitu dekat dengan wajah Hexel. Ia menahan nafas agar jantungnya tidak berdegup kencang, namun tetap saja trik itu tidak berhasil.Jonathan menoleh ke arah Hexel, wajah mereka bertemu dengan sangat dekat. Entah mengapa Jonathan merasakan sebuah getaran aneh dari dalam hatinya memandang wajah Hexel, ia segera berdiri dan berpindah ke komputer Yoga. Ia mencoba teknik yang sama dengan yang ia lakukan pada Hexel, tapi ia
Mazaya tiba di rumah ketika hari sudah malam. Ia mendapati emaknya sedang menyapu."Udah bersih, Mak, nggak usah disapu terus." Mazaya menyalami tengah emaknya dan menciumnya. Emaknya tersenyum bahagia melihat putrinya sudah kembali."Udah pulang, Zay? makan sono, emak udah masak enak kesukaanmu." Hal yang paling ditunggu-tunggu seorang ibu adalah waktu kepulangan anaknya dari tempat kerja, lalu sang anak memakan makanan buatannya. Begitu juga dengan emaknya Mazaya."Siapp, Mak!" Meskipun sebenarnya sudah kenyang, Mazaya tetap pergi ke dapur untuk menyenangkan hati emaknya. Ia tidak ingin mengecewakannya satu kali pun.Mazaya duduk di ruang makan, menghadap makanan kesukaannya, ikan tuna bakar, tumis pakis campur bunga pepaya, dan sambal iris tomat hijau. Melihat menu kesukaannya, segera ia menyendok nasi ke dalam piring berikut lauk dan sayurnya.Ia mengingat segala hal yang telah terjadi dalam keh
Dengan ragu ia menyebutkan pendidikan terakhirnya sambil menunduk."Ijazah terakhir SMA, tapi gue pernah kuliah jurusan manajemen bisnis empat semester."Pria itu tersenyum."Tidak apa-apa, jangan malu. Apa saja keahlian lo?""Gue punya sertifikat beberapa jenis seni beladiri dan sertifikat kursus teknologi informasi dan digital marketing. Kalo dibutuhkan, sekarang juga bisa gue ambil," ucap Mazaya saking semangatnya. Ia tidak ingin kehilangan kesempatan."Oke, sebentar lo ambil, dengerin gue dulu. Gue akan menyekolahkan lo sampe lulus sarjana, tapi syaratnya maksimal 3,5 tahun lo harus lulus dengan predikat minimal cumlaude. Memiliki kemampuan bahasa asing minimal Inggris, Jepang, dan Cina. Lo bisa daftar ke berbagai universitas di luar negeri untuk mendukung pendidikan lo."Mazaya curiga kenapa pria itu begitu baik, padahal mereka baru saja kenal. Ia hanya tahu nama pria itu Zeta
Pukul 05.30 pagi.Mazaya memasuki sebuah gedung yang sudah agak tua dan terletak di pinggiran kota Jakarta. Gedung itu adalah markas besar mafia Gen-X yang memiliki anggota lebih dari 300 orang. Mafia Gen-X sendiri berbeda dengan mafia kebanyakan, mereka lebih mengedepankan kualitas personal anggotanya sehingga tidak banyak yang berhasil masuk dalam kelompok mereka. Setiap anggota yang baru bergabung atau calon anggota baru harus memiliki kualifikasi khusus, misal bidang teknologi informasi, bahasa asing, manajemen bisnis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kelompok Gen-X selalu diperhitungkan oleh para pengusaha baik dalam negeri maupun luar negeri.Selain itu, jika kelompok mafia lainnya memiliki bisnis utama mengarah pada hal negatif seperti narkotika, tapi tidak untuk Gen-X. Usaha utama mereka adalah pengembangan software dan jasa digital marketing. Sudah menjadi rahasia umum jika ingin bekerja sama dengan mafia Gen-X harus rela 'merogoh kocek' yang tidak sedikit.
Mazaya masih lurus menatap monitor. Bola matanya yang kecokelatan menari-nari seiring ketikan program yang terus memanjang memenuhi screen komputer. Tugasnya hari ini membuat efek yang dinamis pada software New World. Ia semakin berhati-hati dalam bekerja, sebab semua perangkat sudah dipasang alat pengintai.Ia melirik jam tangan merk Expedition yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 16.00, waktunya untuk pulang. Ia teringat sore ini rapat di markas, meskipun dia tidak diundang, tetapi dia sangat penasaran untuk mengetahui hasilnya."Yog, Ger, gue duluan, ya. See you tomorrow (sampai ketemu besok)," pamit Mazaya alias Hexel."Bye, be careful (hati-hati di jalan)," ucap Yoga dan Gery hampir bersamaan."Udah mau pulang, Hex?" Meta memperhatikannya dari tempat duduknya."Iya, duluan, ya." Hexel melambai sambil berlalu. Meta mengerucutkan bibirnya tidak mendapat perhatian dari Hexel.Mazaya mengendarai motornya menyusuri jalan
Pintu mobil terbuka, keluarlah seorang wanita paruh baya. Pemuda yang membawa motor Mazaya tadi membukakan pintu mobil yang sebelah, lalu turunlah Mazaya dipapah oleh pemuda itu."Zaya! apa yang terjadi sama lo, Nak?" Bu Maimunah langsung menghampiri putrinya yang berjalan tertatih."Maaf, Bu. Tadi ada kecelakaan di jalan, saya me....""Cuma kecelakaan kecil kok, Mak, udah biasa. Nggak apa-apa, paling juga besok udah sembuh," sela Mazaya memotong ucapan Rafa.Rafa tertegun sejenak, bingung mau mengatakan apa lagi."Boleh tuliskan nomor ponsel lo di sini?" Rafa mengulurkan ponselnya. Mazaya menatap pria itu sejenak, lalu mengambil ponsel itu dan menuliskan nomornya."Nama?" tanya Rafa lagi."Zaya," jawabnya singkat, ia sudah sangat ingin masuk ke dalam memeriksa lukanya, namun pria itu tidak juga pergi."Kalau anak ibu butuh bantuan atau pengobatan,
Sepanjang perjalanan Mazaya hanya diam sambil memperhatikan pemandangan di jalanan. Bu Maimunah yang banyak berbicara mencairkan suasana yang terasa kaku."Nak Rafa kerja di mana?" Bu Maimunah membuka percakapan."Di kantor pengembangan software, Bu." Rafa tidak menyebutkan identitas yang sesungguhnya. Ia memang memegang komitmennya untuk menyembunyikan identitasnya kepada siapa pun. Ia benar-benar tidak ingin dikenal, padahal selalu membicarakan perusahaannya."Oh, sama dengan Zaya kalo begitu. Dia juga kerja di tempat begitu, apa ya nama kantornya? apa, Zay?" Bu Maimunah berpaling pada putrinya yang acuh pada percakapan mereka."Emak, kenapa sih cerita pekerjaan segala," ketus Mazaya merengut."Ih, lo itu ya. Ah, namanya ada Garuda-Garudanya gitu, cuma gue nggak tahu pasti juga." Bu Maimunah mencolek lengan Mazaya yang tidak mau bekerjasama dengannya."Oh, Garuda Mediatama bukan?
Tiga hari berlalu.Mazaya sudah kembali masuk kerja, hanya tinggal sedikit bekas luka di jidatnya yang masih membekas, dia menempelnya dengan hansaplas agar tidak menimbulkan pertanyaan."Halo, Hexel, akhirnya lo udah sehat. Kenapa lo bisa sakit sih?" Yoga dan Gery langsung menyambut kedatangannya."Nggak tau juga, mungkin lagi musim kali, banyak yang demam di kompleks gue. Maaf ya, udah ngerepotin lo berdua." Hexel meletakkan tas punggungnya di sandaran kursi."Iya, nih, pekerjaan lo berat banget, gue nggak terlalu memahami bagian itu. Jadi belum kelar deh." Yoga memasang wajah bersalah karena tidak mampu menyelesaikan tugasnya."What? gawat! kalo gitu mulai sekarang jangan ganggu gue, oke? gue mau selesaikan hari ini juga. Tapi lo berdua mesti ambilin gue makan siang, minuman capuccino dingin, plus kentang goreng. Oya satu lagi, sama es krim." Hexel menahan tawanya sebisa mungkin agar terlihat serius.