Rafa akhirnya pergi mencari air minum untuk Mazaya yang tengah megap-megap sambil mengipasi lidahnya yang terjulur, air matanya mengalir. Ia benar-benar tidak menyangka gadis itu tidak bisa makan makanan pedas. Setelah mendapatkan air minum, ia segera menyerahkan pada Mazaya dan membukakan penutupnya.
"Sorry, gue nggak tau kalo lo nggak makan pedes, gue pikir tadi sama pentolnya." Rafa memasak wajah iba. Rafa mengusap air mata di pipi Mazaya yang terus mengalir karena kepedasan.
"Udah, nggak apa-apa kok, ntar juga ilang. Thanks nyariin gue air," ucapnya sambil tersenyum -berusaha tersenyum lebih tepatnya-.
"Beneran lo nggak apa-apa? Kalo mau bales ke gue nggak apa-apa kok, asal lo jangan marah." Rafa memegang kedua pipi Mazaya dan menghadapkannya ke wajahnya agar mata mereka saling tatap.
"Apaan sih, nggak apa-apa, Raf. Swear!" Mazaya mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya sambil ters
Hexel memasuki ruangan yang sangat luas dan penuh dengan berbagai peralatan teknologi informasi, ia mencari seorang pria bernama Jonathan."Permisi, bisakah saya bertemu Jonathan?" Mendengar suara wanita, dua orang pria yang sedang sibuk menoleh dan mencari-cari sumber suara, namun yang mereka temukan hanyalah sesosok pria sexy berdiri di tengah pintu."Apa lo nggak denger suara cewek tadi, Yog?""Iya, gue juga denger."Mereka lalu menatap ke arah satu-satunya kandidat pemilik suara yang berdiri di tengah pintu."Apa itu lo?" suara bariton seorang pria terdengar."Saya?" Hexel justru balik bertanya tidak memahami kebingungan dua pria di dalam ruangan itu."Iya, lo kan tadi yang nanya Jonathan?""Oh, iya, iya, itu saya," Hexel menjawab dengan sopan bahkan ia menundukan kepala."Alaah, lo itu cuman mikirin cewek doang, jadi biar cowok lo dengernya juga cewek!" Yoga menjentik telinga temannya."Maaf?" Hexel kembali b
Suasana jalan raya kota Jakarta di hari yang masih pagi itu sudah padat dengan kendaraan. Kemacetan di setiap jalan sudah menjadi ciri khas kota metropolitan ini. Berbagai kepentingan para pengguna jalan membuat kemacetan bukan menjadi penghalang untuk tetap melakukan aktifitas.Lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Seorang pengendara sebuah motor Kawasaki Ninja berwarna hitam berhenti di barisan paling depan. Ia mengenakan celana, jaket, dan helm berwarna hitam senada dengan warna motornya. Penampilannya yang lengkap tertutup itu tidak dapat menutupi bentuk tubuhnya yang ramping berisi. Ia membuka kaca gelap pelindung wajah helmnya, tampaklah sebaris wajah ayu dengan senyum tersungging dari bibirnya yang tipis.Ketika lampu hijau menyala, ia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Lalu berbelok masuk ke halaman gedung perkantoran megah berlantai tujuh yang berlokasi di Jl. HR. Rasuna said, Kuningan, Jakarta Selatan. Sebuah papan nama denga
Jonathan berjalan mengitari ruangan. Tiba-tiba saja ruangan yang sedari awal tegang, kini semakin tegang."Semua lepaskan keyboard! jangan ada lagi yang menjalankan komputer!"Ia mulai memeriksa satu per satu komputer timnya. Setiap mata melotot memandangi layar monitor di hadapan mata masing-masing, sangat khawatir kalau tiba-tiba Jonathan menemukan sesuatu yang mencurigakan di dalam komputer mereka.Tiba giliran pemeriksaan di komputer Hexel. Jonathan menunduk tepat di atas pundaknya, dadanya yang bidang dan lengannya yang kekar kini begitu dekat dengan wajah Hexel. Ia menahan nafas agar jantungnya tidak berdegup kencang, namun tetap saja trik itu tidak berhasil.Jonathan menoleh ke arah Hexel, wajah mereka bertemu dengan sangat dekat. Entah mengapa Jonathan merasakan sebuah getaran aneh dari dalam hatinya memandang wajah Hexel, ia segera berdiri dan berpindah ke komputer Yoga. Ia mencoba teknik yang sama dengan yang ia lakukan pada Hexel, tapi ia
Mazaya tiba di rumah ketika hari sudah malam. Ia mendapati emaknya sedang menyapu."Udah bersih, Mak, nggak usah disapu terus." Mazaya menyalami tengah emaknya dan menciumnya. Emaknya tersenyum bahagia melihat putrinya sudah kembali."Udah pulang, Zay? makan sono, emak udah masak enak kesukaanmu." Hal yang paling ditunggu-tunggu seorang ibu adalah waktu kepulangan anaknya dari tempat kerja, lalu sang anak memakan makanan buatannya. Begitu juga dengan emaknya Mazaya."Siapp, Mak!" Meskipun sebenarnya sudah kenyang, Mazaya tetap pergi ke dapur untuk menyenangkan hati emaknya. Ia tidak ingin mengecewakannya satu kali pun.Mazaya duduk di ruang makan, menghadap makanan kesukaannya, ikan tuna bakar, tumis pakis campur bunga pepaya, dan sambal iris tomat hijau. Melihat menu kesukaannya, segera ia menyendok nasi ke dalam piring berikut lauk dan sayurnya.Ia mengingat segala hal yang telah terjadi dalam keh
Dengan ragu ia menyebutkan pendidikan terakhirnya sambil menunduk."Ijazah terakhir SMA, tapi gue pernah kuliah jurusan manajemen bisnis empat semester."Pria itu tersenyum."Tidak apa-apa, jangan malu. Apa saja keahlian lo?""Gue punya sertifikat beberapa jenis seni beladiri dan sertifikat kursus teknologi informasi dan digital marketing. Kalo dibutuhkan, sekarang juga bisa gue ambil," ucap Mazaya saking semangatnya. Ia tidak ingin kehilangan kesempatan."Oke, sebentar lo ambil, dengerin gue dulu. Gue akan menyekolahkan lo sampe lulus sarjana, tapi syaratnya maksimal 3,5 tahun lo harus lulus dengan predikat minimal cumlaude. Memiliki kemampuan bahasa asing minimal Inggris, Jepang, dan Cina. Lo bisa daftar ke berbagai universitas di luar negeri untuk mendukung pendidikan lo."Mazaya curiga kenapa pria itu begitu baik, padahal mereka baru saja kenal. Ia hanya tahu nama pria itu Zeta
Pukul 05.30 pagi.Mazaya memasuki sebuah gedung yang sudah agak tua dan terletak di pinggiran kota Jakarta. Gedung itu adalah markas besar mafia Gen-X yang memiliki anggota lebih dari 300 orang. Mafia Gen-X sendiri berbeda dengan mafia kebanyakan, mereka lebih mengedepankan kualitas personal anggotanya sehingga tidak banyak yang berhasil masuk dalam kelompok mereka. Setiap anggota yang baru bergabung atau calon anggota baru harus memiliki kualifikasi khusus, misal bidang teknologi informasi, bahasa asing, manajemen bisnis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kelompok Gen-X selalu diperhitungkan oleh para pengusaha baik dalam negeri maupun luar negeri.Selain itu, jika kelompok mafia lainnya memiliki bisnis utama mengarah pada hal negatif seperti narkotika, tapi tidak untuk Gen-X. Usaha utama mereka adalah pengembangan software dan jasa digital marketing. Sudah menjadi rahasia umum jika ingin bekerja sama dengan mafia Gen-X harus rela 'merogoh kocek' yang tidak sedikit.
Mazaya masih lurus menatap monitor. Bola matanya yang kecokelatan menari-nari seiring ketikan program yang terus memanjang memenuhi screen komputer. Tugasnya hari ini membuat efek yang dinamis pada software New World. Ia semakin berhati-hati dalam bekerja, sebab semua perangkat sudah dipasang alat pengintai.Ia melirik jam tangan merk Expedition yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 16.00, waktunya untuk pulang. Ia teringat sore ini rapat di markas, meskipun dia tidak diundang, tetapi dia sangat penasaran untuk mengetahui hasilnya."Yog, Ger, gue duluan, ya. See you tomorrow (sampai ketemu besok)," pamit Mazaya alias Hexel."Bye, be careful (hati-hati di jalan)," ucap Yoga dan Gery hampir bersamaan."Udah mau pulang, Hex?" Meta memperhatikannya dari tempat duduknya."Iya, duluan, ya." Hexel melambai sambil berlalu. Meta mengerucutkan bibirnya tidak mendapat perhatian dari Hexel.Mazaya mengendarai motornya menyusuri jalan
Pintu mobil terbuka, keluarlah seorang wanita paruh baya. Pemuda yang membawa motor Mazaya tadi membukakan pintu mobil yang sebelah, lalu turunlah Mazaya dipapah oleh pemuda itu."Zaya! apa yang terjadi sama lo, Nak?" Bu Maimunah langsung menghampiri putrinya yang berjalan tertatih."Maaf, Bu. Tadi ada kecelakaan di jalan, saya me....""Cuma kecelakaan kecil kok, Mak, udah biasa. Nggak apa-apa, paling juga besok udah sembuh," sela Mazaya memotong ucapan Rafa.Rafa tertegun sejenak, bingung mau mengatakan apa lagi."Boleh tuliskan nomor ponsel lo di sini?" Rafa mengulurkan ponselnya. Mazaya menatap pria itu sejenak, lalu mengambil ponsel itu dan menuliskan nomornya."Nama?" tanya Rafa lagi."Zaya," jawabnya singkat, ia sudah sangat ingin masuk ke dalam memeriksa lukanya, namun pria itu tidak juga pergi."Kalau anak ibu butuh bantuan atau pengobatan,