Presley menelan salivanya dengan susah payah. Apa dia sudah mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dia katakan? Inilah kenapa dia tidak bisa bersahabat dengan alkohol. Bukan hanya mulut tapi pikirannya juga tidak akan bisa diajak kerja sama. Sialnya dia bahkan tidak ingat apa yang terjadi semalam.Pagi ini dia terbangun dengan pakaian yang sama dengan yang dia kenakan semalam. Itu berarti dia jatuh tertidur setelah minum obat yang diberikan Ariston.“Kau panik.”Presley mengangkat dagunya tinggi-tinggi. “Aku tidak bertanggung jawab pada sesuatu yang tidak kuingat,” gumamnya keras kepala. Ariston mengangkat bahunya. “Itulah masalahnya. Seandainya kau ingat apa yang kau katakan, aku penasaran bagaimana reaksimu akan hal itu.”Presley sudah berusaha menekan rasa penasarannya, tapi mendengar ucapan Ariston, dia tidak bisa mengontrol mulutnya.“Apa aku mengatakan sesuatu yang bodoh? Kau tahu kalau orang mabuk sering kali—““Apa yang membuatmu berpikir kalau kau mengatakan sesuatu yang b
Ariston tahu sebaiknya dia diam atau kalau tidak dia mungkin akan meledak yang akan berakhir membuat Presley ketakutan. Hanya saja sulit menahan diri jika itu berhubungan dengan Presley. Wanita itu selalu bisa mengejutkannya dengan hal-hal tak terduga.“Suatu saat, saat kau mungkin sudah siap menerima kebenaran Presley, aku ingin mendengar permintaan maafmu,” putusnya akhirnya karena tidak ingin memperpanjang perdebatan. Kejadian semalam masih menyisakan kegelisahan dalam dirinya. Sebelum dia menemukan pelakunya, dia tidak akan bisa tenang.Mereka berdua keluar bersamaan saat lift membuka dan membawa mereka ke lantai pertama hotel.“Mobil Anda sudah siap Tuan," ujar salah satu petugas hotel saat melihat kedatangan mereka berdua.Ariston mengangguk sambil lalu. Dia mengeluarkan ponsel dan langsung melakukan sederet panggilan.“Jane, kirimkan berkas yang kuinginkan lewat surel siang ini. Ya, aku menginginkan semuanya. Beritahu Jack aku tidak akan ke kantor selama beberapa hari. Dia yang
Kenapa tidak ada yang terjadi? Mungkinkah mobil yang mereka kendarai ini bisa terbang saking canggihnya? Atau mungkin saat kematian menjemput kau tidak lagi bisa merasakan rasa sakit?“Presley.”Ariston?Presley memicing, mengintip lewat bulu matanya. Tidak ada yang berubah, mobil-mobil masihberseliweran seperti biasanya. Presley akhirnya memberanikan diri membuka matanya lebar-lebar.“Apa yang terjadi?” tanyanya heran. Mobil itu menghilang? Begitu saja? ketika dia menoleh, Ariston sedang sibuk menelepon.“Lexus, aku ingin pemilik mobil ini ditemukan dan aku sedang bersama seseorang saat ini,” ujarnya memperingatkan.Presley yang bisa mendengarnya berusaha terlihat tak acuh, meski begitu dia memasang telingnya lebar-lebar.“Bisa sebutkan ciri-ciri mobilnya?”“Ferrari Portofino 3.9T V8, hitam, kecepatan maksimum 320km/jam, produksi tahun 2019, convertible, ada lagi yang kau butuhkan? Atau kau butuh perusahaan yang memproduksinya? Sekaligus pengemudinya mungkin?” geram Ariston, jelas t
“Kau pasti bercanda!”“Apa kau pikir hidupku dipenuhi dengan lelucon, Presley?”“Tapi ini tidak masuk akal!” pekik Presley histeris menatap gaun putih yang disodorkan padanya dengan mata melebar panik. Meski gaun itu indah dan dia menyukainya, tetap saja dia tidak akan mengenakannya untuk alasan yang sudah jelas.“Aku tidak mau menikah,” sambungnya. Bahkan jika dia harus menikah Ariston tidak pernah masuk dalam daftarnya. Apa yang dipikirkan laki-laki ini?“Siapa yang mengatakan kalau kau mau menikah?” giliran Ariston yang terlihat ngeri mendengar kalimat Presley.“Lalu gaun itu ….”” Itu jelas gaun pernikahan. Panjang, putih dan indah.“Kita akan tunangan malam ini.”Satu kalimat sederhana tapi berhasil membuat Presley menganga sebelum tawanya meledak. Dia tidak peduli jika tindakannya membuatnya menjadi pusat perhatian, kalimat Ariston benar-benar berhasil menghiburnya.“Menurutmu itu lucu?”Presley yang masih dikuasai oleh tawanya hanya bisa mengangguk.“Aku tidak percaya kau berbak
Sesuatu yang serius baru saja terjadi, batin Presley yakin saat dia duduk di kursi belakang dengan Piers mengemudikan mobil. Ariston sudah menghilang entah ke mana dan tidak ada seorang pun yang berniat mengatakan padanya ke mana pria itu pergi.Ketika mobil yang membawanya terus berjalan Presley segera menyadari ada yang salah.“Kita mau ke mana, Piers? Ini bukan jalan menuju hotel,” gumamnya menatap punggung tegak Piers. Dia yakin Pria itu menyembunyikan senjata di balik setelan hitamnya.“Kita akan ke rumah baru, Mam.”“Rumah baru?”Piers mengangguk tanpa menoleh. “Tuan Ariston tidak akan bersama kita selama beberapa hari, Anda akan tinggal di rumah baru demi keselamatan Anda, Mam.”“Mungkin kau lupa kalau yang mereka incar Ariston, orang yang seharusnya kau lindungi?”Presley bisa melihat kalau ucapannya cukup menghibur, meski pria bertato itu tidak tersenyum. Mata biru itu hanya sedikit melembut.“Anda akan menjadi prioritas saya selama Tuan Ariston memerintahkan demikian, Mam.”
“Tidak ada sidik jari, tidak ada jejak. Dia melakukannya dengan sempurna. Kita harus menemukannya secepatnya, Ariston.”“Bagaimana kejadiannya?” Ariston menatap mayat yang terbujur kaku dengan luka bakar disekujur tubuh itu dengan dingin. Wajah itu tidak lagi dikenali karena sudah menghitam nyaris seperti arang, tapi Ariston bisa melihat jejak kengerian di wajah menghitam itu. Kekejaman tanpa belas kasih.“Dia menyiksanya sebelum memutuskan membakarnya hidup-hidup.”Hidup-hidup?“Dia semakin berbahaya, Ariston. Sejak melarikan diri dari rumah sakit dia semakin menggila. Aku takut, dia akan melakukan apa pun untuk membalasmu. Kau lihat pria ini?”Ariston tidak mengatakan apa pun. Tentu saja dia melihatnya, tapi dia tahu bukan itu maksud Lexus.“Dia membakarnya hidup-hdup setelah menyiksanya hanya karena pria ini mengatakan kalau kau baik.”“Baik?” dengus Ariston seolah kata itu racun berbahaya. Tentu saja dia bukan orang baik, dan dia tahu siapa pun yang mengatakan dia orang baik orang
Presley berusaha mati-matian menahan gejolak yang membuat sekujur tubuhnya panas. Dia memejamkan mata saat Ariston terus melakukan serangan dengan mulutnya yang ahli.“Ouh,” erangnya saat Ariston mengigit kecil daun telinganya. Kepalanya dipenuhi kabut gairah, dan dia mengigit bibir dalam usaha menahan desahan lolos dari mulutnya.“Kau mau melakukannya di sini atau di ranjangku?”Pertanyaan Ariston sejenak membersihkan sedikit kabut di kepalanya.“Apa?” ucapnya linglung.“Kau sama bergairahnya denganku, Presley dan jangan katakan tidak, karena tubuhmu berkata sebaliknya,” gumam Ariston tegas, menatap tubuh setengah telanjangnya.Presley dengan kaki gemetar menarik kain tipis yang tergeletak di lantai dan menggunakannya untuk menutupi dadanya yang polos.“Perjanjian batal, Ariston,” ujarnya tenang. Pria itu menatapnya seolah dia gila dan mungkin memang benar. Inti tubuhnya berdenyut menyakitkan karena pelepasan yang tidak kunjung terjadi, tapi bahkan dalam keadaan terburuk sekalipun di
“Hai apa kabar? Aku kembali.” Presley tersenyum tipis, menatap makam adiknya“Kau ingat dengan sumpahku, Eva? Saat aku mengatakan akan membalas siapa pun yang membuatmu melakukan ini?” bisiknya, mengabaikan rasa perih yang berdenyut di ulu hatinya.“Sekarang, aku akan melakukannya dengan caraku sendiri. Pria itu berpengaruh buruk untukku.” Dan kesehatan jantungku, tambah Presley dalam hatiPresley kembali memandang foto ukuran 5x7 inch yang ada dalam genggamannya. Mereka berdua terlihat begitu bahagia, batin Presley tercekat. Dia belum pernah melihat adiknya tertawa lepas seperti itu dan Ariston … laki-laki yang bahkan tidak tahu caranya tersenyum ternyata bisa tertawa begitu bebasnya.“Jika kalian begitu bahagia, kenapa kau memutuskan untuk bunuh diri, Ev?” gumamnya, namun berapa kalipun dia menanyakannya, pertanyaan itu hanya akan mengambang di udara, tersapu angin.Jika mereka saling mencintai dan mereka jelas saling mencintai kenapa adiknya memutuskan bunuh diri? Apa Ariston menin