🏵️🏵️🏵️
Hari ini, usia kehamilan Tasya memasuki empat bulan. Perhatian yang Kenzo tunjukkan makin membuat wanita itu merasa bersalah. Tasya tidak sanggup membayangkan apa yang akan Kenzo pikirkan kalau dirinya akan pergi setelah melahirkan anak mereka.
Tasya saat ini merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Kenzo. Namun, dia berusaha menolak rasa itu karena dirinya sadar kalau laki-laki tersebut suami Siska. Tasya kembali mengingat tujuannya menikah dengan Kenzo, melahirkan anak pria itu.
Tasya tidak ingin larut dalam perasaan yang tidak menentu. Dia berusaha tetap bersikap kasar di depan calon ayah dari anaknya tersebut. Semua itu dia lakukan agar Kenzo tidak menaruh harapan banyak kepadanya.
“Rasanya sudah tidak sabar menantikan kehadiran anak kita, Sayang,” ucap Kenzo sambil mengusap-usap perut Tasya.
Tasya hanya bisa terdiam dan merasakan hatinya seperti disayat sembilu yang sangat tajam. Terluka, tetapi tidak terlihat. Tasya berpikir, seandainya pernikahan dan kehamilannya bukan karena sebuah kesepakatan, dia ingin mengatakan pada dunia bahwa dirinya bangga memiliki Kenzo.
Akan tetapi, apa yang Tasya pikirkan sungguh bertolak belakang dengan apa yang dia rasakan saat ini. Kenyataannya, wanita itu hanyalah istri sementara untuk laki-laki yang kini bersamanya. Tinggal menunggu beberapa bulan lagi, perpisahan yang akan Tasya rasakan dalam hidupnya.
Tasya akan segera berpisah dengan suaminya, juga anak yang sekarang masih dalam kandungannya. Tasya baru menyadari kalau apa yang dia sepakati bersama Siska sungguh menyayat hati. Dulu, Tasya merasa yakin kalau dirinya pasti mampu melewati semua itu sampai anaknya lahir.
Akan tetapi, apa yang Tasya rasakan saat ini justru membawa dirinya dalam kesedihan mendalam. Apalagi setelah perutnya makin membesar. Tasya membayangkan kalau anaknya laki-laki, pasti tampan seperti Kenzo.
“Kamu, kok, diam aja, Sayang?” Kenzo kembali membuka suara hingga membuyarkan lamunan Tasya.
“Nggak apa-apa.”
“Malam ini aku tidur di sini, ya, Sayang.” Seperti biasa, Kenzo tetap berusaha membujuk istri keduanya itu.
“Berapa kali aku harus bilang, Mas … tolong ngerti dengan posisiku. Aku mohon, perhatikan Siska. Dia membutuhkanmu. Selama beberapa bulan sebelum aku dinyatakan hamil, kamu jarang menemani tidurnya. Kamu selalu beralasan memilih hampir tiap malam tidur denganku agar aku secepatnya hamil. Sekarang harapan itu sudah terwujud, silakan keluar dari kamar ini, Mas.” Tasya tetap dengan perasaan tidak tega melihat sahabatnya bersedih.
“Kenapa kamu bersikap seperti ini? Aku tidur denganmu seolah-olah hanya ingin mendapatkan hakku sebagai suami. Aku hanya ingin dekat denganmu, Sayang. Sudah seminggu aku tidur di kamar Siska, apa aku tidak boleh tidur bersamamu malam ini?” Kenzo menggenggam tangan Tasya.
“Tidak perlu membesar-besarkan hal seperti ini, Mas. Kamu boleh keluar sekarang.” Tasya tetap dengan janjinya kepada Siska saat awal kehamilan.
“Kamu sekarang udah hamil, Sya. Biarkan Mas Kenzo kembali tidur di kamarku setiap malam. Kamu jangan berusaha menggodanya. Ingat status kamu hanya istri sementara.” Hati Tasya sangat sakit mendengar apa yang keluar dari bibir Siska kala itu.
“Aku tahu diri, Sis. Kamu tenang aja, aku akan tetap meminta suamimu tidur denganmu. Aku akan selalu ingat kalau tujuan kamu hanya untuk meminjam rahimku.” Tasya hampir menangis mengucapkan semua itu di depan sahabatnya.
Tasya tidak pernah menyangka kalau Siska sekarang makin sering menyakiti perasaannya. Siska seolah-olah menuduh Tasya merebut suami sahabatnya sendiri, padahal dulu, Siska dengan memohon meminta Tasya melahirkan anak Kenzo.
“Sayang, kamu kenapa nangis?” tanya Kenzo. Tasya tidak menyadari bening kristal telah jatuh dari pelupuk matanya membasahi pipi setelah mengingat apa yang Siska lakukan kepadanya.
“Aku mohon, keluar dari sini sekarang, Mas.” Tasya menyatukan kedua telapak tangannya di depan Kenzo.
Kenzo tidak mengerti kenapa Tasya bersikap seperti itu. Untuk menenangkan hati istrinya, Kenzo pun keluar dari kamar Tasya seperti malam-malam sebelumnya. Dia melakukan itu karena tidak ingin melihat wanita yang dia cintai bersedih bahkan sampai menitikkan air mata.
🏵️🏵️🏵️
Kenzo sangat bingung menghadapi sikap Tasya akhir-akhir ini yang selalu meminta dirinya menemani tidur Siska. Kenzo akhirnya merebahkan tubuh di samping istri pertamanya. Namun, dia belum mampu memejamkan mata mengingat Tasya yang masih menangis saat dia memasuki kamar Siska.
Kenzo tidak tega melihat air mata wanita yang dia cintai itu. Apalagi saat ini sedang mengandung anak pertamanya. Kenzo ingin mengusap air mata Tasya, tetapi dirinya tidak mampu karena sering menerima penolakan.
“Kamu datang, Mas?” Siska bahagia melihat sang suami berbaring di sampingnya. Wanita itu tadi sudah hampir terlelap.
“Tasya mengusirku dari kamarnya.” Kenzo mengatakan yang sebenarnya kepada Siska.
“Kok, bisa, Mas?” Siska bersikap seolah-olah tidak bersalah.
“Semenjak hamil, sikapnya berubah. Dia tidak ingin dekat denganku dan selalu memintaku keluar dari kamarnya hampir setiap malam.” Kenzo masih tetap bingung dengan perubahan sikap Tasya.
“Mungkin bawaan bayi, Mas. Aku pernah dengar kalau wanita hamil itu lebih sensitif dan bersikap tidak seperti biasanya.” Siska berusaha meyakinkan Kenzo. Laki-laki itu tidak tahu kalau perubahan yang terjadi terhadap Tasya karena perbuatan wanita di sampingnya.
“Kalau memang bawaan bayi, sampai kapan, Sayang? Sampai dia melahirkan? Aku nggak mungkin sanggup.” Siska merasa kesal mendengar ucapan suaminya.
“Biarin aja kenapa, sih, Mas? Toh, dia juga udah hamil. Kamu nggak perlu harus tidur lagi dengannya. Aku memberikan izin agar kamu tidur dengannya supaya dia cepat hamil. Tapi sekarang sudah terwujud, biarkan dia menunggu sampai anak itu lahir.” Siska memberikan penuturan yang membuat Kenzo marah.
=============
Bagaimana reaksi Kenzo setelah mendengar ucapan Siska?
🏵️🏵️🏵️ “Maksud kamu apa, Sayang? Tasya itu istriku dan sudah sewajarnya dia mendapatkan perhatian suaminya. Satu hal yang harus kamu ingat, dia sedang mengandung anakku. Jadi, kamu nggak pantas ngomong seperti itu tentang dia.” Kenzo beranjak dari tempat tidur dan memilih duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Siska juga memilih bangun dari rebahan lalu duduk. “Kenapa kamu harus marah, Mas? Bukannya tujuan kita hanya untuk mendapatkan anak dari Tasya? Aku bersedia menjadikannya maduku karena ingin mewujudkan harapan kamu, Papi, dan Mami.” “Tapi kamu tidak pantas bicara seperti tadi tentangnya. Dia juga wanita dan sama sepertimu. Aku tidak pernah menyangka kalau kamu tega berbicara seperti itu tentang sahabatmu sendiri. Kamu seolah-olah hanya ingin memanfaatkan dirinya. Terus terang, aku nggak suka melihat kamu yang seperti ini.” Kenzo menggeleng melihat Siska. “Jadi, maksud kamu, aku harus ikhlas melihat kamu selalu perhatian padanya? Ingat, Mas, aku itu istrimu.” “Tasya j
🏵️🏵️🏵️ Kenzo mencoba mengetuk pintu kamar Tasya. Dia berharap agar istri keduanya tersebut bersedia menerima keberadaannya. Kenzo ingin memeluk Tasya karena membayangkan seperti apa perasaan wanita itu kalau mengetahui apa yang Siska katakan tentang dirinya. “Sayang, buka pintunya, dong.” Kenzo mulai mengetuk pintu kamar Tasya. “Aku nggak bisa tidur, nih, karena kepikiran kamu yang tadi masih nangis saat aku keluar kamar.” “Aku ingin sendiri!” Kenzo bahagia mendengar jawaban Tasya. “Kamu tega melihat suamimu di depan pintu seperti sekarang ini? Aku mohon, buka pintu, Sayang.” Kenzo berharap agar Tasya luluh. Laki-laki itu mendengar suara langkah, dia sangat yakin kalau Tasya pasti akan membukakan pintu untuknya. Ternyata harapannya menjadi kenyataan, benda persegi panjang itu pun terbuka. Berdiri wanita yang kini selalu bersemayam dalam pikirannya. “Terima kasih, Sayang,” ucap Kenzo, tetapi tidak Tasya hiraukan. Wanita itu melangkah menuju tempat tidur. Kenzo pun masuk lalu m
🏵️🏵️🏵️ “Dia istriku dan dia pantas menerima cinta dariku. Kamu tahu, nggak, apa yang selalu dia ucapkan padaku? Dia selalu memohon agar aku tidak membagi cinta untuk yang lain. Dia selalu mengingatkan kalau aku hanya pantas mencintaimu. Dia selalu kasar berbicara di depanku dan tidak berharap dengan cintaku.” “Bagus, dong. Dia tahu diri karena dia sadar hanya sebagai istri kedua.” “Istri kedua yang telah menyerahkan apa yang tidak pernah bisa kamu berikan untukku.” “Aku nggak pernah meminta tidak bisa memiliki keturunan, Mas.” “Bukan itu yang aku maksud. Kamu mampu, nggak, menjaga diri hanya untuk suamimu? Nggak sama sekali. Kamu tidak pernah jujur padaku. Kamu membohongiku.” Kenzo beranjak ke kamar Tasya untuk mengambil tas kerja lalu berangkat ke kantor. Siska sangat menyesal karena dulu tidak berusaha jujur kalau dia tidak mampu memberikan sesuatu yang berharga dalam dirinya untuk diberikan kepada suaminya. Pergaulan bebas yang Siska jalankan di masa lalu telah membuatnya k
🏵️🏵️🏵️ Waktu terus berlalu, hari ini kehamilan Tasya memasuki usia enam bulan. Perasaan yang ada pada dirinya makin mendalam untuk Kenzo, tetapi dia tetap menyembunyikannya dengan rapat. Tasya tidak ingin suaminya mengetahui cinta yang sudah tumbuh sekarang. Sementara sikap yang Siska tunjukkan makin aneh terhadap Tasya. Dia sangat membenci sahabatnya tersebut. Tidak ada lagi canda tawa yang mereka tunjukkan seperti dulu. Kedua wanita itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Kenzo masih tetap dengan usahanya mendekatkan diri kepada Tasya, walaupun wanita itu sudah mengingatkan agar menjaga jarak dengannya. Tasya tidak ingin selalu salah di mata Siska. Hatinya sakit setiap mendengar tuduhan perempuan tersebut. Tiga hari yang lalu, Siska melontarkan kalimat yang sangat menyakitkan kepada Tasya. Tujuan wanita tersebut agar sahabatnya merasa tidak betah tinggal di rumahnya. Namun, Tasya tetap berusaha kuat dan bersabar. “Sepertinya kamu benar-benar ketagihan, ya, Sya tidur dengan su
🏵️🏵️🏵️ Hati Tasya sangat perih, seakan-akan disayat sembilu yang sangat tajam. “Tega banget kamu, Sis, nuduh aku seperti itu.” “Tapi itu kenyataan.” “Terserah kamu menuduhku seperti apa. Aku udah nggak peduli.” Tasya pun berdiri lalu meninggalkan Siska. Dia memasuki kamar. Tasya menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Dia pun duduk sambil menyandarkan punggung ke sandaran ranjang. Hatinya tidak terima selalu dituduh melakukan sesuatu yang tidak dia perbuat. Tasya jadi berpikir ingin membenarkan ucapan Siska. Kenzo yang melihat wajah Tasya, merasa heran. Dia menggeser posisi duduk lalu mendekatkan diri. “Kamu kenapa, Sayang? Aku sedih saat kamu mengajukan permintaan yang tidak masuk akal seperti tadi.” Kenzo meraih wajah Tasya agar memandang ke arahnya. “Kenapa kamu nggak terima, Mas?” tanya Tasya ingin tahu. “Aku suamimu dan memiliki hak memintamu melakukan kewajiban sebagai istri. Sudah dua bulan kamu memberikan penolakan. Aku tetap sabar karena memikirkan kehamilanmu yang mas
“Nggak tahu. Cepetan sana, aku mau tidur.” Tasya mendorong pelan tubuh suaminya.” “Tapi kamu juga harus sarapan, Sayang.” “Nanti aja, aku masih ngantuk.” Tasya menutup tubuhnya dengan selimut. Kenzo menyibakkan kain tebal yang menutupi tubuh Tasya. Laki-laki itu mendaratkan ciuman di kening, lalu turun ke perutnya. Seperti biasa, Kenzo berbicara kepada anak dalam kandungan wanita yang dia cintai itu. Setelah melakukan rutinitasnya, Kenzo akhirnya keluar dari kamar Tasya menuju meja makan. Dia mendapati Siska yang sudah duduk menunggu dirinya. Wanita itu sangat heran melihat wajah sang suami yang terlihat berseri-seri. “Pagi, Mas. Tasya mana?” Siska menyapa suaminya. Akan tetapi, tiba-tiba wajah Kenzo mengalami perubahan setelah mendengar suara istri pertamanya. “Pagi. Tasya masih ngantuk,” jawab Kenzo dengan suara datar. “Kamu masih marah, Mas?” tanya Siska setelah menyadari sikap yang ditunjukkan suaminya. Kenzo tetap diam, dia sama sekali tidak memberikan respons kepada istr
🏵️🏵️🏵️ Siska tidak menunjukkan rasa benci di depan Tasya. Dirinya justru mengembangkan senyuman yang membuat Tasya merasa bahagia. Dua sahabat itu pun menikmati makan siang sambil berbincang sesekali. Namun, Siska tiba-tiba mengingatkan kembali kesepakatan yang dulu dia ucapkan. “Maaf, Sya, aku harus mengingatkan kembali tentang kesepakatan kita. Kamu harus ingat, setelah anak itu lahir … segera tinggalkan rumah ini dan pergi dari kehidupan kami sejauh mungkin.” “Aku pasti akan selalu ingat, Sis. Kamu ngga perlu takut atau ragu. Aku janji, setelah melahirkan, akan segera melupakan kalau aku pernah menikah dengan suamimu.” Tasya dengan yakin mengatakan janji tersebut di depan Siswa, walaupun hati kecilnya terasa perih. Tasya dan Siska tidak mengetahui bahwa seseorang telah mendengar pembicaraan mereka. Dua sahabat itu tidak menyadari kalau Bi Inah sangat terkejut setelah tahu apa yang telah ditetapkan oleh istri pertama majikannya. Awalnya, Bi Inah hendak menemui Siska untuk me
🏵️🏵️🏵️ Tasya dan Bi Inah pun berpelukan. Sangat terlihat adanya kebahagiaan terpancar di wajah Tasya. Wanita itu merasakan sesuatu yang berbeda saat mendekap Bi Inah. Dia menemukan kehangatan yang telah lama hilang. “Terima kasih, Bik. Perasaan saya sedikit tenang setelah memeluk Bi Inah.” Tasya pun melepaskan pelukannya. “Bu Tasya kenapa? Apakah ada masalah dengan Pak Kenzo atau Bu Siska?” Bi Inah kembali bertanya. “Nggak, Bik. Mereka itu orang baik. Anak saya pantas memiliki orang tua seperti Siska dan Mas Kenzo.” Tasya tetap membanggakan Siska di depan Bi Inah. Dia tidak tahu kalau asisten rumah tangga tersebut sudah mengetahui seperti apa kesepakatan yang telah Siska buat. “Saya salut melihat Bu Tasya yang tetap menganggap Bu Siska itu baik. Walaupun kenyataannya tidak seperti itu.” “Maksud Bi Inah apa?” tanya Tasya dengan wajah heran. “Syukurlah kalau Bu Siska memperlakukan Bu Tasya dengan baik. Untung tidak mengalami nasib seperti orang yang kerja di rumah ini.” “Maaf,