🏵️🏵️🏵️
Kenzo dan Tasya akhirnya kembali pulang ke rumah. Siska menyambut kedatangan mereka dengan pikiran bertanya-tanya. Wanita itu takut jika Tasya salah penyampaian tentang kesepakatan yang telah mereka setujui sebelum pernikahan terjadi.
Tasya memilih memasuki kamar karena ingin beristirahat. Namun, sebelum wanita itu beranjak, Siska menghentikan langkahnya. Tasya pun menghampiri sahabatnya tersebut. Dia berusaha menuruti kemauannya.
“Duduk dulu, Sya. Tadi ngapain aja di sana? Papi dan Mami ngomong apa?” tanya Siska kepada.
Tasya akhirnya duduk di sofa depan Siska. Sementara Kenzo memilih menjauh dari kedua istrinya. Dia memasuki kamar Tasya.
“Papi dan Mami nanya tentang kehamilanku aja, Sis.” Tasya mengatakan apa yang dia bicarakan bersama mertuanya tadi.
“Kamu nggak salah ngomong, kan, Sya?”
“Nggak, Sis. Kamu tenang aja.” Tasya meyakinkan sahabatnya itu.
“Mas Kenzo masuk kamar kamu, tuh. Tolong kamu minta dia tidur di kamarku malam ini. Kamu jangan manfaatin keadaan, dong. Kamu ketagihan tidur dengan suamiku?”
Tasya terkejut mendengar tuduhan sahabatnya. “Kok, kamu ngomong gitu, Sis? Hampir tiap malam aku minta Mas Kenzo agar tidur di kamarmu aja, tapi dia tetap ngotot tidur di kamarku. Tapi tenang aja, aku akan paksa dia. Kamu nggak perlu menuduhku seperti itu. Aku nggak pernah merasa bangga tidur dengan suamimu, aku tahu diri.” Tasya pun beranjak meninggalkan Siska menuju kamarnya.
“Kamu pasti capek. Istirahat, ya, Sayang.” Kenzo langsung meminta Tasya istirahat setelah tiba di kamar.
“Bagus kalau kamu ngerti. Kamu boleh keluar, aku mau istirahat.” Tasya masih sedih mengingat tuduhan Siska tadi.
“Aku janji nggak ganggu kamu, Sayang.”
“Tapi aku ingin sendiri. Aku harap kamu bisa ngerti.”
“Kamu kenapa, Sayang?” Kenzo meraih tangan Tasya.
“Aku mohon, mulai sekarang kamu nggak perlu tidur lagi di sini. Aku sudah mengandung anak yang kalian harapkan. Kamu dan Siska tinggal tunggu aja sampai aku melahirkan anak ini. Harapan kalian akan terwujud.”
“Kok, kamu ngomongnya aneh banget, Sayang? Kamu istriku, bukan wanita yang dengan terpaksa harus melayaniku. Ucapanmu seolah-olah menganggapku hanya menginginkan tidur denganmu. Padahal kamu udah tahu kalau aku sangat mencintaimu.” Kenzo mencium jemari Tasya.
Tasya langsung membenamkan wajah di dada Kenzo dengan isakan tangis. Laki-laki itu meraih wajah sang istri lalu mengusap kedua pipinya. Tangisan Tasya makin tidak terbendung. Kenzo heran melihat sikap wanita yang dia cintai itu.
“Kamu kenapa nangis, Sayang?” tanya Kenzo memandang wajah Tasya.
“Aku mohon, keluar dari kamar ini, Mas. Kalau kamu memang benar mencintaiku, kamu pasti mengerti dengan perasaanku.”
“Apa aku salah jika ingin tidur di samping istriku?”
“Istrimu bukan hanya aku, ingat itu, Mas. Siska jauh lebih membutuhkanmu.”
“Itu nggak benar, kamu lebih membutuhkan aku. Kamu sekarang sedang mengandung anakku.”
“Tapi Siska lebih berhak atas kamu. Aku hanya istri kedua, kamu jangan pernah lupa itu.”
“Aku nggak peduli. Aku maunya tidur di sini.”
“Baiklah, jika itu yang kamu inginkan, aku yang akan keluar dari kamar ini.” Tasya ingin beranjak, tetapi Kenzo menghalanginya. Tasya berusaha melepaskan diri, tetapi tidak berhasil.
“Okeh, Sayang, aku keluar sekarang.” Kenzo pun mencium kening Tasya lalu keluar kamar.
Tasya sering merasa bersalah karena hampir setiap hari bersikap tidak lembut terhadap suaminya. Dia semata-mata melakukan itu agar Kenzo tidak berharap banyak kepadanya. Tasya sadar bahwa hubungan yang mereka jalani saat ini hanya sementara.
🏵️🏵️🏵️
“Akhirnya, kamu tidur di sini juga, Mas.” Siska langsung memeluk Kenzo setelah laki-laki itu menghempaskan tubuh di sampingnya.
“Tasya yang memintaku agar tidak tidur dengannya.” Kenzo memberikan balasan.
“Jadi, kalau Tasya nggak minta seperti itu, kamu nggak ingin tidur bersamaku, Mas? Mana suamiku yang dulu? Selalu sayang dan perhatian padaku.”
“Jangan salahkan aku kalau akhirnya mencintai istri yang kamu pilihkan untukku. Apalagi sekarang dia sedang mengandung anakku, penerus keluargaku.”
“Kamu jahat, Mas. Kamu seolah-olah ingin mengungkit kekuranganku.”
“Aku nggak bermaksud menyakitimu, Sayang. Aku minta maaf.” Kenzo langsung memeluk istrinya.
Sebelum menikah dengan Tasya, Kenzo dengan tulus mencintai Siska. Namun, laki-laki itu dan orang tuanya tetap berharap ingin memiliki penerus. Kenzo sangat tahu kalau Siska tidak akan pernah mampu mewujudkan harapan itu.
Kekurangan Siska tidak hanya mustahil memberikan keturunan, tetapi juga tidak mampu melaksanakan kewajibannya sebagai istri. Sejak kecelakaan nahas itu terjadi, Kenzo tidak pernah lagi menerima haknya sebagai suami dari istri pertamanya.
Hanya Tasya yang mampu memenuhi hasrat Kenzo yang kini juga mengandung benihnya. Oleh karena itu, seiring berjalannya waktu, cinta yang Kenzo miliki makin besar untuk calon ibu dari anaknya.
Perasaan Kenzo saat ini tidak menentu, dia terpaksa harus memenuhi permintaan Tasya agar keluar dari kamar istri keduanya itu. Kenzo mencoba menerima kembali belaian dari wanita yang pertama dia nikahi. Dia melakukan semua itu agar keutuhan rumah tangganya tetap terjaga.
Keesokan hari ....
“Pagi, Sayang.” Kenzo mendaratkan ciuman di dahi Tasya di depan Siska saat mereka sudah berada di meja makan pagi ini.
Tasya sangat terkejut melihat sikap Kenzo. Dia merasa kalau laki-laki itu tidak menghargai keberadaan Siska. Tasya serba salah dan bingung, apalagi melihat wajah Siska yang tiba-tiba murung, padahal tadi wanita itu terlihat ceria pagi ini.
Tasya sangat mengerti bagaimana perasaan Siska sekarang. Setelah bahagia karena dapat tidur bersama suami tercinta tadi malam, tetapi pagi ini dia dikejutkaan dengan sikap suaminya yang tidak menghargai keberadaannya.
“Apa-apaan, sih, Mas?” Tasya kesal melihat sikap Kenzo.
“Nggak salah, dong, memberikan kecupan untuk istriku.” Kenzo memberikan jawaban dengan santai.
“Aku nggak suka!” jawab Tasya ketus.
“Tapi aku suka.” Kenzo langsung memegang perut Tasya. “Jangan dengerin omelan Mama, ya, Nak. Mama lagi sensi sama Papa.” Laki-laki itu berbicara kepada bayi dalam kandungan Tasya.
“Maaf, Sis. Aku sarapannya nanti aja.” Tasya pun berdiri lalu beranjak meninggalkan meja makan.
Kenzo tidak membiarkan Tasya meninggalkan ruangan tersebut, dia pun mengikutinya. “Kamu mau ke mana, Mas?” teriak Siska melihat kepergian suaminya.
Kenzo tidak menghiraukan teriakan Siska, dia terus berjalan mengikuti Tasya menuju kamar. “Sayang, tunggu.” Kenzo berhasil meraih tangannya setelah di depan pintu kamar.
“Lepasin, Mas! Aku membencimu.” Tasya berusaha melepaskan genggaman suaminya.
“Kamu kenapa marah?” Kenzo bingung melihat sikap Tasya.
“Tanya pada dirimu sendiri. Lepasin! Aku mau masuk kamar.”
Tanpa meminta izin Tasya, Kenzo langsung menggendong istrinya itu memasuki kamar. Dia tidak tahu, kenapa sejak Tasya hamil, wanita itu makin sering menunjukkan kemarahan di depannya, padahal Kenzo ingin bermesraan dengan istri kedua yang sangat dia cintai tersebut.
================
Apakah Tasya akan bertahan menghadapi Siska?
🏵️🏵️🏵️ Hari ini, usia kehamilan Tasya memasuki empat bulan. Perhatian yang Kenzo tunjukkan makin membuat wanita itu merasa bersalah. Tasya tidak sanggup membayangkan apa yang akan Kenzo pikirkan kalau dirinya akan pergi setelah melahirkan anak mereka. Tasya saat ini merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Kenzo. Namun, dia berusaha menolak rasa itu karena dirinya sadar kalau laki-laki tersebut suami Siska. Tasya kembali mengingat tujuannya menikah dengan Kenzo, melahirkan anak pria itu. Tasya tidak ingin larut dalam perasaan yang tidak menentu. Dia berusaha tetap bersikap kasar di depan calon ayah dari anaknya tersebut. Semua itu dia lakukan agar Kenzo tidak menaruh harapan banyak kepadanya. “Rasanya sudah tidak sabar menantikan kehadiran anak kita, Sayang,” ucap Kenzo sambil mengusap-usap perut Tasya. Tasya hanya bisa terdiam dan merasakan hatinya seperti disayat sembilu yang sangat tajam. Terluka, tetapi tidak terlihat. Tasya berpikir, seandainya pernikahan dan kehamilannya b
🏵️🏵️🏵️ “Maksud kamu apa, Sayang? Tasya itu istriku dan sudah sewajarnya dia mendapatkan perhatian suaminya. Satu hal yang harus kamu ingat, dia sedang mengandung anakku. Jadi, kamu nggak pantas ngomong seperti itu tentang dia.” Kenzo beranjak dari tempat tidur dan memilih duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Siska juga memilih bangun dari rebahan lalu duduk. “Kenapa kamu harus marah, Mas? Bukannya tujuan kita hanya untuk mendapatkan anak dari Tasya? Aku bersedia menjadikannya maduku karena ingin mewujudkan harapan kamu, Papi, dan Mami.” “Tapi kamu tidak pantas bicara seperti tadi tentangnya. Dia juga wanita dan sama sepertimu. Aku tidak pernah menyangka kalau kamu tega berbicara seperti itu tentang sahabatmu sendiri. Kamu seolah-olah hanya ingin memanfaatkan dirinya. Terus terang, aku nggak suka melihat kamu yang seperti ini.” Kenzo menggeleng melihat Siska. “Jadi, maksud kamu, aku harus ikhlas melihat kamu selalu perhatian padanya? Ingat, Mas, aku itu istrimu.” “Tasya j
🏵️🏵️🏵️ Kenzo mencoba mengetuk pintu kamar Tasya. Dia berharap agar istri keduanya tersebut bersedia menerima keberadaannya. Kenzo ingin memeluk Tasya karena membayangkan seperti apa perasaan wanita itu kalau mengetahui apa yang Siska katakan tentang dirinya. “Sayang, buka pintunya, dong.” Kenzo mulai mengetuk pintu kamar Tasya. “Aku nggak bisa tidur, nih, karena kepikiran kamu yang tadi masih nangis saat aku keluar kamar.” “Aku ingin sendiri!” Kenzo bahagia mendengar jawaban Tasya. “Kamu tega melihat suamimu di depan pintu seperti sekarang ini? Aku mohon, buka pintu, Sayang.” Kenzo berharap agar Tasya luluh. Laki-laki itu mendengar suara langkah, dia sangat yakin kalau Tasya pasti akan membukakan pintu untuknya. Ternyata harapannya menjadi kenyataan, benda persegi panjang itu pun terbuka. Berdiri wanita yang kini selalu bersemayam dalam pikirannya. “Terima kasih, Sayang,” ucap Kenzo, tetapi tidak Tasya hiraukan. Wanita itu melangkah menuju tempat tidur. Kenzo pun masuk lalu m
🏵️🏵️🏵️ “Dia istriku dan dia pantas menerima cinta dariku. Kamu tahu, nggak, apa yang selalu dia ucapkan padaku? Dia selalu memohon agar aku tidak membagi cinta untuk yang lain. Dia selalu mengingatkan kalau aku hanya pantas mencintaimu. Dia selalu kasar berbicara di depanku dan tidak berharap dengan cintaku.” “Bagus, dong. Dia tahu diri karena dia sadar hanya sebagai istri kedua.” “Istri kedua yang telah menyerahkan apa yang tidak pernah bisa kamu berikan untukku.” “Aku nggak pernah meminta tidak bisa memiliki keturunan, Mas.” “Bukan itu yang aku maksud. Kamu mampu, nggak, menjaga diri hanya untuk suamimu? Nggak sama sekali. Kamu tidak pernah jujur padaku. Kamu membohongiku.” Kenzo beranjak ke kamar Tasya untuk mengambil tas kerja lalu berangkat ke kantor. Siska sangat menyesal karena dulu tidak berusaha jujur kalau dia tidak mampu memberikan sesuatu yang berharga dalam dirinya untuk diberikan kepada suaminya. Pergaulan bebas yang Siska jalankan di masa lalu telah membuatnya k
🏵️🏵️🏵️ Waktu terus berlalu, hari ini kehamilan Tasya memasuki usia enam bulan. Perasaan yang ada pada dirinya makin mendalam untuk Kenzo, tetapi dia tetap menyembunyikannya dengan rapat. Tasya tidak ingin suaminya mengetahui cinta yang sudah tumbuh sekarang. Sementara sikap yang Siska tunjukkan makin aneh terhadap Tasya. Dia sangat membenci sahabatnya tersebut. Tidak ada lagi canda tawa yang mereka tunjukkan seperti dulu. Kedua wanita itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Kenzo masih tetap dengan usahanya mendekatkan diri kepada Tasya, walaupun wanita itu sudah mengingatkan agar menjaga jarak dengannya. Tasya tidak ingin selalu salah di mata Siska. Hatinya sakit setiap mendengar tuduhan perempuan tersebut. Tiga hari yang lalu, Siska melontarkan kalimat yang sangat menyakitkan kepada Tasya. Tujuan wanita tersebut agar sahabatnya merasa tidak betah tinggal di rumahnya. Namun, Tasya tetap berusaha kuat dan bersabar. “Sepertinya kamu benar-benar ketagihan, ya, Sya tidur dengan su
🏵️🏵️🏵️ Hati Tasya sangat perih, seakan-akan disayat sembilu yang sangat tajam. “Tega banget kamu, Sis, nuduh aku seperti itu.” “Tapi itu kenyataan.” “Terserah kamu menuduhku seperti apa. Aku udah nggak peduli.” Tasya pun berdiri lalu meninggalkan Siska. Dia memasuki kamar. Tasya menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Dia pun duduk sambil menyandarkan punggung ke sandaran ranjang. Hatinya tidak terima selalu dituduh melakukan sesuatu yang tidak dia perbuat. Tasya jadi berpikir ingin membenarkan ucapan Siska. Kenzo yang melihat wajah Tasya, merasa heran. Dia menggeser posisi duduk lalu mendekatkan diri. “Kamu kenapa, Sayang? Aku sedih saat kamu mengajukan permintaan yang tidak masuk akal seperti tadi.” Kenzo meraih wajah Tasya agar memandang ke arahnya. “Kenapa kamu nggak terima, Mas?” tanya Tasya ingin tahu. “Aku suamimu dan memiliki hak memintamu melakukan kewajiban sebagai istri. Sudah dua bulan kamu memberikan penolakan. Aku tetap sabar karena memikirkan kehamilanmu yang mas
“Nggak tahu. Cepetan sana, aku mau tidur.” Tasya mendorong pelan tubuh suaminya.” “Tapi kamu juga harus sarapan, Sayang.” “Nanti aja, aku masih ngantuk.” Tasya menutup tubuhnya dengan selimut. Kenzo menyibakkan kain tebal yang menutupi tubuh Tasya. Laki-laki itu mendaratkan ciuman di kening, lalu turun ke perutnya. Seperti biasa, Kenzo berbicara kepada anak dalam kandungan wanita yang dia cintai itu. Setelah melakukan rutinitasnya, Kenzo akhirnya keluar dari kamar Tasya menuju meja makan. Dia mendapati Siska yang sudah duduk menunggu dirinya. Wanita itu sangat heran melihat wajah sang suami yang terlihat berseri-seri. “Pagi, Mas. Tasya mana?” Siska menyapa suaminya. Akan tetapi, tiba-tiba wajah Kenzo mengalami perubahan setelah mendengar suara istri pertamanya. “Pagi. Tasya masih ngantuk,” jawab Kenzo dengan suara datar. “Kamu masih marah, Mas?” tanya Siska setelah menyadari sikap yang ditunjukkan suaminya. Kenzo tetap diam, dia sama sekali tidak memberikan respons kepada istr
🏵️🏵️🏵️ Siska tidak menunjukkan rasa benci di depan Tasya. Dirinya justru mengembangkan senyuman yang membuat Tasya merasa bahagia. Dua sahabat itu pun menikmati makan siang sambil berbincang sesekali. Namun, Siska tiba-tiba mengingatkan kembali kesepakatan yang dulu dia ucapkan. “Maaf, Sya, aku harus mengingatkan kembali tentang kesepakatan kita. Kamu harus ingat, setelah anak itu lahir … segera tinggalkan rumah ini dan pergi dari kehidupan kami sejauh mungkin.” “Aku pasti akan selalu ingat, Sis. Kamu ngga perlu takut atau ragu. Aku janji, setelah melahirkan, akan segera melupakan kalau aku pernah menikah dengan suamimu.” Tasya dengan yakin mengatakan janji tersebut di depan Siswa, walaupun hati kecilnya terasa perih. Tasya dan Siska tidak mengetahui bahwa seseorang telah mendengar pembicaraan mereka. Dua sahabat itu tidak menyadari kalau Bi Inah sangat terkejut setelah tahu apa yang telah ditetapkan oleh istri pertama majikannya. Awalnya, Bi Inah hendak menemui Siska untuk me