Share

Merasa Diabaikan

🏵️🏵️🏵️

Siska sangat bahagia dengan kehamilan sahabatnya. Tanpa menunggu lagi, dia segera mencari nama ibu mertuanya di layar ponsel. Dia ingin memberitahukan kabar gembira tersebut kepada wanita yang melahirkan suaminya.

Harapan ini sudah lama dinantikan orang tua Kenzo, mendapatkan keturunan sebagai penerus keluarga. Tasya akhirnya mampu mewujudkan harapan itu. Namun, walaupun Tasya kini mengandung anak yang diinginkan keluarga, Siska tetap pada niat awal bahwa setelah sahabatnya itu melahirkan, harus segera pergi dari kehidupan Kenzo.

“Assalamualaikum, Siska.” Bu Marisa mengucapkan salam di telepon kepada menantunya.

“Waalaikumsalam, Mih. Mami apa kabar?”

“Mami sehat. Kamu gimana?”

“Sehat dan bahagia, Mih, karena harapan kita akan segera terwujud.” 

“Harapan apa?” Bu Marisa penasaran.

“Tasya hamil, Mih.” Siska terlihat bersemangat menyampaikan kabar bahagia itu kepada ibu mertuanya.

“Alhamdulillah. Tasya mana? Mami mau ngomong langsung.” Siska merasa sedih karena sang ibu mertua tiba-tiba langsung menanyakan Tasya.

Kenzo meraih ponsel tersebut dari tangan Siska. “Tasya sedang di kamar, Mih. Nanti Kenzo telepon Mami setelah di kamar Tasya.” Kenzo bahagia, dia menjadikan alasan tersebut agar dapat bertemu wanita yang kini mengandung anaknya.

Ibu dan anak itu pun mengakhiri telepon. Kenzo memberikan ponsel milik Siska lalu beranjak menuju kamar Tasya. Siska hanya bisa terdiam melihat sikap suaminya.

“Sayang ….” Kenzo memanggil Tasya sambil mengetuk pintu kamarnya.

“Aku ingin sendiri!” Tasya memberikan jawaban dengan tegas dari dalam kamar.

“Mami mau ngomong sama kamu, Sayang.” Tasya tidak dapat menolak setelah mendengar alasan yang diberikan suaminya.

Tasya pun membukakan pintu kamar untuk Kenzo. Dia tidak ingin mengecewakan ibu mertuanya. Bu Marisa sangat baik dan menerima dirinya dengan ikhlas sebagai menantu. Oleh karena itu, Tasya tidak ingin meninggalkan kesan tidak baik sebelum dia meninggalkan keluarga Kenzo.

“Kamu masih marah, Sayang?” tanya Kenzo setelah pintu terbuka. Dia melangkah menuju tempat tidur bersama Tasya.

“Nggak perlu basa-basi. Tujuan kamu ke sini agar aku ngomong sama Mami, ‘kan? Telepon sekarang.” Tasya selalu berusaha bersikap tidak lembut di depan suaminya.

“Kenapa kamu sekarang berubah, Sayang? Dulu sebelum kita menikah, kamu selalu lembut menyapaku. Bukankah seharusnya kamu lebih lembut setelah menjadi istriku?” Kenzo sering tidak mengerti dengan sikap yang Tasya tunjukkan.

“Nggak perlu mengalihkan pembicaraan. Sini HP kamu, telepon Mami sekarang.”

Kenzo akhirnya menyerahkan ponselnya kepada Tasya setelah mencari nama sang ibu di layar. Tasya pun menekan tombol simbol telepon berwarna hijau. Tidak menunggu lama, panggilan itu diterima Bu Marisa.

“Assalamualaikum.” Terdengar ucapan salam dari seberang.

“Waalaikumsalam, Mih.” Tasya pun menjawab salam tersebut.

“Terima kasih, ya, Nak, karena kamu telah mewujudkan harapan Mami. Pokoknya sore ini, kamu dan Kenzo harus ke rumah Mami. Mami ingin merasakan keberadaan cucu Mami.” Tasya bingung mendengar permintaan ibu mertuanya. Dia pun berpikir agar tidak menyakiti Siska.

“Siska juga ikut, ya, Mih.” Tasya berharap agar ibu mertuanya menyetujui apa yang dia ucapkan.

“Sebaiknya kalian berdua saja. Nanti Mami sampaikan ke dia kalau Mami mengharapkan kedatangan kamu dan Kenzo saja.”

Tasya tidak dapa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa pasrah dengan apa yang dikatakan ibu mertuanya, walaupun hati kecilnya berbisik kalau dia sangat sedih dengan sikap yang ditunjukkan wanita tersebut. Mertua dan menantu itu pun mengakhiri pembicaraan lalu menutup telepon.

Tasya tidak pernah mengharapkan ini terjadi. Dia tidak berniat sedikit pun melukai hati sahabatnya. Tasya bersedia menikah dengan Kenzo hanya demi sebuah tujuan.

🏵️🏵️🏵️

Siska mengusap dada melihat kepergian Kenzo dan Tasya ke rumah mertuanya. Dia hanya dikirimi pesan tadi oleh Bu Sandra yang isinya mengatakan bahwa suami dan sahabatnya harus datang berkunjung.

Siska kembali memasuki kamar lalu menangisi apa yang terjadi hari ini. Wanita itu ingin agar penderitaan yang dia rasakan saat ini segera berakhir. Tinggal menunggu beberapa bulan lagi, semuanya akan kembali menyayanginya. Itulah yang ada dalam pikiran Siska.

Setelah Tasya pergi, Siska berpikir kalau Kenzo dan keluarganya akan kembali memberikan kasih sayang kepada dirinya. Siska menganggap Tasya sebagai orang yang telah merebut kebahagiaannya. Dia seolah-olah tidak ingat bahwa dialah yang telah meminta sang sahabat untuk menikah dengan suaminya sendiri.

“Menantu Mami udah datang.” Bu Marisa menyambut Tasya dengan bahagia di istana megah milik keluarganya.

Wanita paruh baya itu langsung memeluk sang menantu lalu memintanya duduk di sofa ruang keluarga. Bu Marisa dan Pak Rio—suaminya, telah menunggu kedatangan Kenzo dan Tasya. Kedua orang tua itu terlihat sangat bahagia.

“Udah berapa bulan, Nak?” tanya Bu Marisa kepada Tasya.

“Kata dokter baru sepuluh minggu, Mih.” 

“Nggak boleh banyak mikir, nggak boleh banyak gerak, dan makan juga harus dijaga. Atau sebaiknya kamu tinggal di sini aja supaya Mami bisa jagain kamu.” Tasya terharu dengan perhatian mertuanya.

“Tasya tetap tinggal di rumah Mas Kenzo dan Siska aja.” Tasya berusaha menolak permintaan ibu mertuanya.

“Kenapa nggak di sini aja, Nak? Mami bisa fokus ke kamu.” Pak Rio pun turut membuka suara.

“Bujuk istri kamu, dong, Kenzo.” Bu Marisa melihat ke arah putranya.

“Kenzo serahin ke Tasya, Mih. Yang penting dia merasa nyaman.” Kenzo tidak ingin memaksakan kehendak kepada Tasya.

“Tasya benar-benar minta maaf. Tasya sangat menghargai keputusan Papi dan Mami. Tapi Tasya ingin tetap bersama Siska.” Tasya meyakinkan mertuanya.

Pak Rio dan Bu Marisa akhirnya menerima apa yang diharapkan oleh sang menantu. Orang tua itu sangat tahu kalau kasih sayang Tasya kepada Siska tidak hanya sebatas sahabat, tetapi layaknya saudari. Bu Marisa bangga melihat ketulusan Tasya.

“Kamu mau minta apa, Nak? Nanti Mami belikan. Jangan sungkan.” Bu Marisa kembali membuka suara.

“Tasya hanya ingin melihat Siska bahagia, Mih. Tasya ingin segera melahirkan anak ini. Siska sangat menginginkannya.” Tasya mengembangkan senyum sambil mengusap perutnya.

“Dia anakmu bersama Kenzo, Nak.” Bu Marisa turut memegang perut menantunya.

“Tasya hanyalah ibu yang melahirkannya. Tapi yang berhak atas dia hanya Siska dan Mas Kenzo. Ini anak mereka berdua.” Tasya berkata sesuai dengan apa yang telah dia sepakati bersama Siska.

“Kenapa kamu ngomong seperti itu, Sayang?” Kenzo selalu bingung setiap Tasya mengeluarkan kalimat itu.

Selama ini, Kenzo tidak pernah tahu tentang apa yang telah disepakati oleh kedua istrinya. Dia dulu setuju menikahi Tasya karena berharap agar wanita itu melahirkan anak-anaknya. Kenzo juga menilai Tasya sebagai perempuan baik.

“Menikahlah dengan Tasya, Mas. Dia akan mewujudkan harapanmu dan orang tuamu. Dia akan melahirkan anak untukmu.” Siska memberikan keputusan kepada Kenzo beberapa bulan yang lalu.

“Terima kasih, Sayang, karena kamu mengerti dengan apa yang kuinginkan. Semoga Tasya dapat melahirkan anak yang banyak untukku. Aku ingin mewujudkan harapan Papi dan Mami.”

Siska tidak pernah mengatakan kepada suaminya bahwa Tasya hanyalah istri sementara untuk dirinya. Kenzo tidak mengetahui rencana Siska yang sebenarnya, ingin segera meminta Tasya meninggalkan Kenzo setelah anaknya lahir.

================

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status