Hari-hari sebelum keberangkatan mereka bertiga ke miami bagaikan sebuah surga sebelum neraka bagi Freya.Kenzi benar-benar tak lagi mencari masalah dengannya, tapi hal itu justru membuat Freya bingung, "Tumben banget si Cadas itu tidak mencari masalah denganku, tapi itu juga kabar bagus untukku jadi aku bisa tenang selama masa trainingku.""Kelihatannya kau sedang senang Freya?" Suara langkah kaki pun terdengar mendekat ke arah Freya."Eh, Vano? Ada apa? Apa ada pekerjaan lagi untukku?" "Tidak ada. Aku hanya mau mengingatkanmu kalau besok kita akan berangkat ke miami, aku takut kau lupa.""Oh itu aku tidak lupa, aku juga sudah mempersiapkan semuanya." Freya memamerkan deretan gigi putihnya."Baguslah kalau begitu, tapi besok kita tidak jadi naik pesawat reguler.""Hah? Lalu?""Kita akan naik pesawat pribadi milik keluarga Adinata.""Waah ... daebak! Sekaya itukah mereka?" kagum Freya."Ya, itu baru sebagian dari kekayaaan keluarganya Kenzi. Kalau begitu apa kau makan siang bersama?"
"Huft ... akhirnya masa percobaanku yang berat ini selesai juga." Gumam Freya sembari menatap langit-langit kamar itu, "Tapi apa iya si Cadas itu akan berhenti menggangguku karena masa percobaanku sudah selesai? Sepertinya itu mustahil, selama tujuh hari ini saja dia sudah terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya padaku." Wajah Freya pun terlihat murung.Selama masa percobaan ini, sudah tak terhitung berapa kata-kata kasar yang dia terima dari bosnya itu. Bahkan julukan sebagai wanita murahan, jal*ang, penjaja tubuh, wanita panggilan, dan masih banyak lagi julukan lain yang di sematkan Kenzi padanya tanpa alasan yang jelas."Jika saja aku tidak benar-benar membutuhkan pekerjaan ini, aku sudah pasti memilih untuk keluar dari pekerjaan ini sejak awal. Tapi mau bagaimana lagi, pekerjaan ini bisa membantu orang tuaku di masa sulit seperti sekarang." Batin Freya.Memang selama masa percobaan ini, Kenzi tak pernah bersikap baik padanya. Dia selalu saja sengaja mencari masalah dengan Fre
"Apa yang harus ku lakukan? Ini sudah hampir setengah jam! Apa aku harus terus di sini? Bisa-bisa aku akan mati kedinginan." Gumam Freya. "Ah benar! Aku minta tolong saja pada Vano untuk mengambilkan handukku."Cklak!Sebuah kepala menyembul keluar dari celah pintu, dan memang hanya kepala saja yang terlihat, "Vano ..." panggil Freya yang tidak mendapat jawaban dan setelah menscan seluruh penjuru ruangan, Freya memang tak bisa menemukan Vano di sana. "Eh, kemana dia? Apa dia sudah pergi duluan karena lama menungguku? Berarti aku bisa keluar dengan tenang sekarang." Freya pun dengan hati senang keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya.Namun saat tengah mencari baju yang akan dia pakai, tiba-tiba pintu kamar pun terbuka.Cklak!Freya membelalakkan matanya kala ia memutar pandangannya dan menemukan sosok Vano di ambang pintu "Aaaaaah!" Freya yang terkejut pun sontak langsung duduk sambil menutupi aset berharganya."Astaga, Freya maafkan aku. A-aku tidak sengaja.
"Cih! Dasar wanita jal*ng!" ujaran lirih seorang pria yang duduk di bangku paling ujung, siapa lagi kalau bukan CEO arrogant kita, Kenzi Adinata. "Semudah itu dia menerima Vano? Hah, apa yang aki katakan? Tentu saja dia menjawabnya dengan sangat mudah, bukankah memang itu yang dia inginkan sejak awal?!" batinnya yang tak henti-henti menuduh Freya dengan hal-hal buruk yang tak pernah ia lakukan."Tuan, anda mau pesan apa?" tanya seorang pelayan wanita pada Kenzo."Buatkan satu kopi americano." Ucapnya."Baik tuan."Dia pun kembali memegang koran yang ada di hadapannya itu sebagai alat penyamaran, tapi sayangnya ..."Vano, coba lihat orang itu." Tunjuk Freya ke arah seorang pria yang duduk di bangku paling ujung."Kenapa?" Vano pun mengikuti arah telunjuk Freya dan mendapati seorang pria yang tengah membaca koran. "Seorang pria membaca koran, memangnya apa yang aneh sampai kau menyuruhku melihatnya?""Apa kau tidak merasa ada yang aneh?""Hah? Tidak." Jawabnya sambil menggelengkan kepal
Drtt ...Drtt ...Drtt ...Freya pun segera mengalihkan pandangannya ke arah laut, dan menarik kepalanya dari bahu Vano. "Siapa yang menelepon jam segini?!" gumam Vano dengan kesal, karena momen indah itu hampir saja terjadi namun di gagalkan oleh getaran dari benda pipih itu."Ehm ... angkat saja dulu, siapa tau telepon penting." Ucap Freya."Haish ... karena pacarku sudah bilang begitu, maka akan ki angkat teleponnya." Gombalan receh Vano yang sudah bisa membuat pipi Freya semakin bersemu merah."Aaaa! Tadi dia memanggilku pacarnya?! Oh tuhan ... rasanya aku ingin sekali berteriak sekeras mungkin! Mimpi apa aku semalam, sampai-sampai aku mendapatkan durian runtuh ini?" jerit hati Freya yang merasa sangat-sangat bahagia saat ini.Namun saat Vano melihat nama yang tertera di layar ponselnya, dia pun berdecak sebal. "Ck!""Ada apa?""Ternyata itu dari Kenzi, dan ku rasa dia hanya ingin mengganggu kita.""Jangan sembarang menuduh, coba saja angkat dulu teleponnya.""Baiklah ...""Halo,
"Karena aku masih perlu membicarakan hal lainnya denganmu, Vano. Dan lagi ini memang tugas dia, dan tujuanku membawa serta wanita murahan itu agar dia bisa melakukan pekerjaannya. Aku tidak membawanya ke sini untuk berlibur atau jalan-jalan santai, Vano." Jelasnya."Tapi Kenzi, kenapa begitu mendadak?""Apa kau jadi bodoh begini karena terlalu lama dekat dengan wanita jal*ng itu, Vano? Bukankah hal semacam ini sudah sering terjadi?" "Stop, Kenzi! Berhenti memanggilnya dengan sebutan kotor! Dia punya nama, namanya Freya! Dan kau harus tau, mulai sekarang dia adalah pacarku dan aku akan segera melamarnya setelah kita kembali!" setelah mengatakan hal itu tanpa menunggu jawaban Kenzi, Vano pun keluar dari kamar Kenzi dengan membawa serta dokumen itu."Vano akan melamar wanita jal*ng itu? Tidak! Tidak akan ku biarkan rencana busukmu itu berjalan dengan lancar, wanita sialan!" geram Kenzo dengan gigi yang bergemelatuk dan rahang yang sudah mengeras menahan amarahTok...Tok...Tok..."Siap
Vano membelalakkan matanya menatap Freya."Vano?" panggil Freya karena melihat Vano yang terbengong, "Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa aku kelihatan aneh? Atau ada yang salah dengan makeupku? Atau jangan-jangan, mata pandaku masih terlihat?!" batin Freya dengan was-was.Vano pun tersadar dari kekagumannya saat Freya melambai-lambaikan telapak tangannya di depan wajah Vano."Vano? Apa ada yang salah dengan penampilanku?" tanya Freya dengan ragu."E-eh? Tidak ada yang salah, tadi akulah yang salah mengira kau sebagai malaikat tanpa sayap yang sedang turun ke bumi." Jawab Vano yang tak lupa untuk melontarkan kata azimatnya."Dasar kang gombal!" "Hehe ... aku kan sedang memuji pacarku yang cantik ini, apanya menggombal?" Vano memberikan lengannya dan menunggu Freya untuk menggandengnya."Ayo jalan." Mereka berdua pun berjalan bersama, dan sepanjang perjalanan menuju tempat peresmian mereka menjadi pusat perhatian para pengunjung lain dan juga para karyawan."Wah ... benar-benar pas
"Dia berani naik ke atas panggung? Hahaha... semuanya akan jadi lebih menarik!"Freya pun dengan anggun dan elegan duduk di belakang piano itu dan bersiap memulai penampilannya.Saat musik mulai mengalun, semua orang terdiam dan menatap pada Freya dengan berbagai macam ekspresi."Indah sekali ...""Benar-benar pianis berbakat!""Lagu itu adalah lagu favoritku, Love story.""Kau benar, lagu dari Richard Clayderman ini memang benar-benar indah.""Ternyata aku sia-sia saja mengkhawatirkanmu, Freya. Bahkan kau sudah seperti seorang pianis profesional." Batin Vano yang semakin mengagumi wanitanya itu.Namun berbeda dengan orang lain, Kenzi juga nampak terkejut tetapi rasa terkejut itu justru membuatnya sangat marah."Sial! Ternyata dia bisa bermain piano sebagus ini? Apa skill wanita bayaran zaman sekarang memang setinggi itu?" pikirnya, "Tidak bisa! aku harus tetap mempermalukanmu, bagaimanapun caranya!" Kenzi mengetikkan sebuah pesan di ponselnya, dan sesaat kemudian senyum licik tersung