Share

Chapter 3

Di gedung santriwan,

Hari itu adalah hari pertama bagi Abi di pesantren Darul Haq. Dirinya sungguh tak terbiasa dengan suasana disana. Abi memang sangat pendiam dan sulit sekali bersosialisasi dengan orang lain. Apalagi, dengan orang baru.

"Nah, ini teman baru kalian ya disini. Coba perkenalkan diri dulu nak." salah satu ustadz yang mengisi pelajaran pertama abi, mempersilahkan abi untuk memperkenalkan dirinya. Abi cukup canggung, sejak tiba di pesantren Darul Haq kemarin, jumlah Abi berbicara bisa dihitung dengan tangan. Abi mengangguk pelan menyutujui permintaan ustadznya.

"Assalamualaikum." Abi memulai dengan salam, mata dan pandangan nya masih tunduk ke arah lantai. 

"Wa'alaikumussalam," jawab teman teman dan ustdznya serentak. 

"Nama saya Abian Airuz Aldari. Saya duduk di kelas 12," ujarnya sangat singkat. Tiba tiba ia terhenti, ia kebingungan memperkenalkan dirinya. Keringatnya pun mulai menuruni dahi, terlihat sangat gugup.

"Abian sebelumnya dari sekolah mana, nak?" tanya sang ustadz berdiri dari duduk dan menghampirinya.

"Dari, emh... dari sekolah Islam Al Faruq." napasnya tak beraturan. Pandangan matanya masih belum berani beranjak. Ia masih menatap lantai dibawah.

"Baik, Abian biasanya dipanggil siapa?" ujar ustadz kembali bertanya. Abi cukup kesulitan untuk berbicara, jika tak ditanya, maka ia tak akan memberi tahu.

"Abi," jawab nya dengan singkat.

"Wah, Abi. Gak perlu malu malu nak, disini teman temannya baik kok. Terimakasih untuk perkenalan nya, silahkan duduk di kursi pojok sana ya." Sang ustadz menengadahkan telapak tangannya ke arah kursi kosong di pojok kelas bagian belakang. Abi punhanya mengangguk menyetujui. Ia berjalan ke arah yang dimaksud ustadznya. Ia pun mengeluarkan buku pelajarannya dan memulai kegiatan belajar.

"Abi, keliatan gak tulisannya?" tanya seorang teman yang duduk di depan Abi. Abi memang menggunakan kacamata. Temannya khawatir tulisan ustadz di depan tidak terlihat jelas.

"M-m, kurang." Abi sedikit mendongakkan wajahnya. Ia mengerutkan dahi untuk mencoba memperjelas tulisan ustadz di papan tulis.

"Kurang? Kurang jelas?" tanya temannya kebingungan. Anak itu sungguh pelit berbicara, dengan raut bingung temannya kembali bertanya.

"Iya," lanjut Abi sembari menggerakan jarinya agar kembali menulis.

"Sebentar, tak selesaiin dulu ya. Nanti tak pinjemin." teman Abi memutar tubuhnya dan kembali melanjutkan menulis. Abi hanya diam mengangguk.

**********************************

"Udah nulisnya? Kata ustadz gak usah dikumpulin. Sekarang udah waktunya tahfidz. Kamu sehalaqah sama ustadz Ridwan. Nanti bareng aku." teman disebelah kirinya memberanikan diri untuk mengajaknya mengobrol, dengan harapan Abian tak lagi canggung dengan teman teman disana. Abi menutup bukunya, sebuah Al Qur'an ia keluarkan dari laci bawah mejanya. Ia berdiri dari duduk dan melangkah mendahului temannya tadi.

"Lah? Diajakin baik baik malah jalan duluan," tutur temannya kesal, matanya menatap lurus ke arah Abi yang punggungnya sudah mulai tak terlihat. Abi memang sedikit bicara, dirinya tak mau terlalu berlama lama menghabiskan waktu dengan orang lain. Abi pun bergabung dengan teman temna sehalaqahnya. Seperti biasa, ustadz yang mengampu tahfidz Abi, mempersilahkan Abi untuk memperkenalkan diri. Abi rupanya masuk di halaqah tahfidz kelompok A.

"Baik, sekarang giliran Abi," panggil ustadz mengajak Abi untuk menyetorkan hafalan nya. Abi berjalan berpindah tempat menghampiri ustadz dan duduk mendampinginya.

"A'udzubillahi minassyaiithaa ni rrajiim," lantunan ta'awudz lepas dari mulut Abi. Suaranya sangat merdu. Teman teman sehalaqahnya terdiam seketika, meski pendiam tapi rupanya Abi memiliki suara yang sangat luar biasa.

"Pita suaraku menangis mendengar ini," bisik salah satu teman Abi kepada teman yang lainnya. 

"Maa Sya Allah, pantes jarang ngomong suaranya emas kawan" saut teman yang tadi mengajak Abi untuk pergi bersama ke halaqah. 

"Maa Sya Allah," ucap ustadz sedikit menutup mata dan menggelengkan kepalanya. Terlihat, ustadz sangat menikmati ayat per ayat yang Abi baca.

"Mumtaz!" puji sang ustadz menutup qur'an dan mengembalikan nya pada Abi. Abi menunduk malu, ia berdiri dan kembali ke tempat semula.

"Maa Sya Allah bi suaramu," puji teman yang duduk manis melipat kaki disebelah Abi. 

"Maa Sya Allah" ujar teman teman yang lainnya serentak. Abi hanya diam, pandangannya masih ke arah bawah, ia sangat risih berada ditengah tengah antara dua teman disamping nya. Namun, apa bokeh buat? Semasa halaqah, seluruh santri diwajibkan membuat halaqah yang rapi dan tidak ada yang berpencar. 

******************************

Pukul 18.20,

Pondok pesantren Darul Haq kembali ramai. Ini sudah saatnya makanَ malam. Abi masih berdiam di kamarnya. Dengan sebuah mushaf yang ia pegang, ia nyaman dalam kesendiriannya. 

"Makan makann" teriak santriwan dari luar kamar. Abi memang taj tertarik untuk makan malam. Bahkan siang tadi, ia tak banyak mengirim makanan untuk perutnya.

/klek 

"Assalamualaikum." salah satu santriwan membuka pintu kamar. Abi terkejut mendengarnya. 

"Wa'alaikumussalam," jawab Abi pelan

"Lho, antum gak makan malem?" tanyanya masih memegang gagang pintu kamar. 

"Iya." abi meletakkan mushaf nya dan berjalan mendekati pintu keluar. Jawaban yang sangat singkat dan tanpa basa basi. 

"Subhanallah, sabar ya Allah," ujar temannya mengelus dada. Abi mendahului nya pergi ke ruang makan. Berjalan di hadapan nya tanpa permisi. Abi makan satu nampan dengan teman temannya. Cukupbanyak jumlah suapan yang ia makan, hanya saja Abi terlihat risih dan tak nyaman berada disana. Lagi lagi ia harus melakukan semuanya bersama sama. Ia sedikit merasa terganggu harus makan ditengah teman temannya yang ramai mengobrol, dan bercerita.

"Abi askotnya mana toh?" tanya seorang teman memberanikan diri untuk memulai pembicaraan dengan Abi. Mereka masih dalam 1 lingkaran kelompok makan. 

"Jakarta," jawab Abi singkat merobek daging ayam dengan tangannya. 

"Lho, deket berarti. Jakarta mana, bi?" temannya kembali bertanya, sembari mengambil selada yang yang ada di nampan. 

"Jakarta Selatan," lanjut Abi membersihkan nasi nasi di nampan bagiannya. Nasi bagian Abi sudah habis, ia hanya tinggal membersihkan beberapa nasi yang tertinggal disana. 

"Owalah." 

"ini antum gak mau nambah? Masih ada nih" lanjut temannya yang lain mengambil dan menunjukkan keranjang berisi nasi. 

"Gak. Makasih." Abi berdiri mendahulukan teman makan sekelompoknya. Teman yang lainnya hanya diam membiarkan, dan melanjutkan menyantap makan malam mereka yang hampir habis. 

Sementara Abi, setelah ia mencuci tangannya. Ia bergegas kembali ke kamar. Selagi kamarnyaَ masih sepi dan belum ada orang, Abi ingin menghabiskan waktunya di kamar itu. 

/Klekk 

Pintu kamar itu kembali terbuka. Abi memasuki kamar dan mengambil mushafnya yang tergeletak di atas meja yang mendampingi ranjangnya. Abi mengganti kopiah yang ia gunakan, sedikit merapikan rambut dan poninya, mengambil kopiah yang baru di lemari dan memakainya. Abi duduk diatas ranjang nya yang mpuk. Membuka mushaf itu, dan lantunan ta'awudz mulai mengisi heningnya kamar itu. Abi jauh merasa lebih nyaman dalam kesendiriannya. Menghabiskan waktu dan melantunkan ayat ayat suci diiringi suaranya yang merdu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status