Dengan posisi yang masih sama, Rafri mendongak menatap wajah mamanya yang berada di atasnya. Tidak ada pergerakan sama sekali. Manik mata bening berwarna hitam, saat ini berkaca-kaca menatap wajah putra sulungnya.Kedua pasang mata itu saling menatap dalam, memandang satu sama lain seakan mampu melihat ke dalam mata masing-masing.Kali ini Rafri memberikan seulas senyum pada mamanya. Mau sekecewa dan semarah apapun dirinya pada mama, namun Rafri berpikir tidak akan pernah bisa membayangkan hidupnya di masa depan tanpa seorang mama."Ma?""Ya nak?"Kali ini Rafri bersuara lembut memanggil mamanya dengan tatapan bermakna. Tangan lembut itu membelai lagi kepala putranya seakan tahu jawaban darinya. Kedua orang yang awalnya canggung, kini saling senyum dan membalas senyum.Inilah suasana yang Rafri rindukan. Kasih sayang mama yang tulus. Semarah apapun mama, dialah orang yang paling khawatir tentang kehidupan putranya.Kini mama telah duduk di samping suaminya dan menikmati hidangan makan
Rafri melirik jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 8 malam. Dia ingin menghabiskan waktu malam minggu ini untuk berjalan-jalan di komplek sekedar melepas segala masalahnya.Bermodalkan gaya casual, celana levis panjang berwarna hitam, kaos putih sebagai dalaman dan juga baju hitam sebagai luarannya.Rambut yang acak-acakan karena stres membuat penampilannya terlihat keren. Namun berbeda dengan wajahnya yang begitu lesu."Mau ke mana den?"Tanya pak Yanto ketika melihat Rafri keluar dari gerbang rumah dengan berjalan kaki."Ahh ini pak hanya berjalan-jalan sekitar komplek saja.""Jalan kaki den?""Iya pak. Bagaimana lagi, mobil disita. Rafri juga tidak punya motor.""Mau pak Yanto temani den?"Pak Yanto menawarkan diri untuk menemani Rafri. Namun Rafri menolaknya dengan halus."Tidak usah pak. Pak Yanto di rumah saja."Senyum Rafri tidak memperlihatkan jika dia sedang tidak baik-baik saja."Saya pergi dulu ya pak.""Ya den hati-hati."***Rafri berjalan sendiri di jalan komplek y
Harum dan Rafri kali ini saling memadukan manik matanya. Mereka saling pandang, emosi yang kian berada di dada masing-masing masih bisa mereka pertahankan."Tidak! Saya tidak meragukan cafe anda. Hanya saja, kenapa harga menu di sini tidak sesuai dengan lokasi tempatnya?"Harum mengembuskan napasnya kasar kepada sang ahli waris karena mendapatkan kritikan pedas darinya. Begitu juga dengan Rafri yang tidak ada hentinya menatap wanita yang ditemuinya malam itu."Maaf ya mas. Harga menu di sini sangat sesuai dengan apa yang kami jual. Apakah anda keberatan dengan menu kami? Kami masih mengadakan promo loh mas."Dengan profesional, Harum dengan manisnya mengunggulkan cafe yang dia rintis sendiri bersama dengan Dhea."Meskipun promo, tapi apakah cocok dengan lokasi yang minim strategis? Bahkan saya melihat tidak ada pelanggan lain selain saya yang berada di sini."Entah apa yang dilakukan Rafri, tidak biasanya dia mengkritik tempat makan bahkan cafe bertema korea yang saat ini sedang digand
Senyum sengit yang terlintas di wajah Rafri menandakan dia akan memulai kesombongannya lagi. "Maksud anda apa melupakan nama saya sendiri? Anda tahu, nama saya terlalu bagus untuk disebutkan. Saya berpikir bagaimana caranya agar anda selalu mengingat nama saya."Benar saja, Harum mencebik kesal melihat kesombongan Rafri."Kok ada ya manusia sombong seperti anda di dunia ini?"Gelengan kepala Harum membuat Rafri tersenyum. Kali ini senyumnya terlihat gemas melihat kebencian Harum padanya."Kenapa? Anda heran? Sekali lagi, dengar dan ingat nama saya. Jika perlu, catat nama saya di buku kecil ini."Rafri menunjuk catatan kecil milik Harum yang biasa untuk menulis menu yang dipesan oleh pelanggan."Tanpa saya tulis pun saya tetap mengingat nama anda, terutama saya akan mengingat perlakuan anda terhadap saya.""Baiklah. Simpan di dalam memori kepala anda. Nama saya Rafri Aditya."Kini Rafri dengan bangganya menyebutkan namanya sendiri di hadapan Harum. Harum telah bersiap menulis huruf pe
Rafri mendengus kesal mendengar perkataan Harum. Dia tidak menerima pernyataan Harum tentangnya."Hanya kamu bilang? Ya, memang saya kehilangan perempuan itu. Tapi apa kamu tahu? Semenjak berpisah dengan perempuan itu, saya semakin mendapatkan banyak masalah yang saya sendiri pun tidak bisa mengatasinya."Harum menatap Rafri dengan senyuman, namun matanya saat ini mulai berkaca-kaca. Rafri seakan lupa jika Harum juga mengalami hal yang sama dengannya. Bahkan dia juga melupakan dari mana Harum berasal."Kamu lebih baik daripada aku Raf. Kamu masih bersama dengan orang-orang yang menyayangimu. Sedangkan aku."Harum terdiam sejenak menatap lekat wajah Rafri yang berdiri di hadapannya. Kini Harum juga masih mengulas senyum kesedihan di depan Rafri sebelum melanjutkan bicaranya."Aku tidak tahu orang tuaku dan juga kakakku berada di mana Raf. Bahkan, identitas pun saya tidak mempunyainya. Jika aku menjadi kamu, aku selalu bersyukur dan tidak akan mengeluh hanya karena masalah ditinggalkan o
Di tempat lain, sosok berjubah hitam duduk di depan layar komputer dengan cahaya remang. Kedua tangannya bersilang di dada menyaksikan video lamaran Rafri dan Ayu yang sedang bertengkar di sebuah restaurant. "Hahahahahaa.....! Sebentar lagi kamu akan hancur Rafri. Hahahahhaa..."Sosok orang berjubah hitam itu tertawa lepas tidak terkontrol menyumpahi akan menghancurkan seorang Rafri Aditya. ***Di sisi lain, kedua orang yang saling berhadapan menyatukan tatapan dalam manik matanya. Tangan mungil yang masih terulur di hadapan Rafri tidak akan lelah dan menyerah sebelum Rafri menjabat tangannya."Bagaimana? Deal?"Rafri masih berpikir keras apakah nanti Harum bisa di percaya atau tidak setelah dirinya mengatakan semuanya."Baiklah. Aku menyetujuinya dan akan menganggap kamu sebagai teman. Deal."Akhirnya mereka berdua berjabat tangan. Degupan kencang yang berada di dada Harum tidak bisa lagi menyembunyikan suhu badannya yang mulai dingin.Bagaimanapun Rafri akan tetap menghargai Harum
"Aaahh...Tidak..tidak...! Mana mungkin aku tiba-tiba mendatangi mereka berdua dan langsung menanyakan perihal video tersebut kepada Rafri. Aku sama sekali tidak mengenal Rafri."Sedari tadi Dhea berdiri sambil membayangkan bagaimana jadinya jika dia tiba-tiba datang menghampiri kedua orang yang baru saja bertemu setelah beberapa minggu terpisah."Sudahlah. Biarkan saja mereka bersenang-senang terlebih dahulu. Mudah-mudahan Rafri seseorang yang baik yang tidak akan menyakiti Harum."Dhea berprasangka baik kepada Rafri. Meskipun dengan ketakutannya, Dhea harus tetap waspada dan tetap menjaga sahabatnya dari seseorang yang mencoba menjahatinya."Lebih baik aku menghampiri mereka dan berterima kasih pada Rafri telah menemukanku pada Harum. Sahabatku sejak di bangku SMP."Dengan membawa nampan yang berisi 2 makanan ringan serta 2 minuman, Dhea berjalan menghampiri Rafri dan juga Harum yang sedang bersenda gurau."Annyeong haseyo."Dhea menyapa mereka berdua dengan gaya khas bahasa koreanya
"Dengan kamu bertanya seperti itu, sama saja kamu menuduhku!"Suara Bayu yang terdengar berteriak di ponsel Ayu, seketika dijauhkan dari telinganya."Sayang! Kenapa kamu marah-marah? Aku hanya bertanya, bukan menuduhmu."Percakapan Bayu dan Ayu yang berada di telepon, membuat Ayu penasaran siapa sebenarnya yang menyebarkan video pertengkarannya dengan Rafri waktu lalu."Aku sama sekali tidak tahu tentang video itu. Bukan kamu, Bukan mama, sama saja menuduhku. Karena keinginan kamu, aku mempunyai masalah dengan mama"Bayu malah menyalahkan orang lain di saat dirinya ada masalah dengan keluarganya."Loh, kenapa kamu malah menyalahkanku? Itu salah kamu sendiri.""Kamu yang salah! Kamu memaksaku untuk bertemu denganmu. Jika tidak, aku tidak akan terlibat masalah dengan mamaku.""Seharusnya kamu bisa berpikir dong! Jangan seenaknya saja menyalahkanku. Mungkin alasan kamu selalu monoton dan jadul. Cobalah mencari alasan yang logis."Bayu mendengus kesal serta senyum menyeringai saat mendenga