SENTUHAN HARAM SUAMIKU
Mas Fajar baru saja kembali setelah keluar membeli makanan untukku dan ibu. Sementara aku sedang belajar menyusui bayi sambil duduk diarahkan oleh bidan. Meskipun aku dulu pernah menyusui, tapi rasanya lupa teknik menyusui yang tepat. Air susu yang belum keluar menjadi salah satu kendala.
"Ibunya makan dulu ya. Kasian tadi tenaganya habis," titah bidan yang melihat mas Fajar sudah datang menenteng keresek berisi makanan. Di klinik ini memang tidak disediakan makanan untuk pasien. Jadi harus bawa sendiri.
Akupun mengangguk dan memberikan bayi yang belum di beri nama itu kepada ibu.
"Makan yang banyak ya, Bu, biar ASI-nya cepat keluar. Saya permisi dulu." Sang bidan pun melenggang keluar.
Mas Fajar membuka keresek. Membuka bungkusan berisi nasi, ayam serundeng dan orek tempe. Kemudian dia duduk di bibir ranjang bersebelahan denganku.
"Mas suapi ya, aaa .... "
Aku pun membuka mulut dan menerima suapan demi su
SENTUHAN HARAM SUAMIKUBab 37Ibu masih sibuk mendandani cucu yang baru kemarin dilahirkan itu. Dengan telaten, beliau memakaikan helai demi helai baju bayi dan popok, dengan terlebih dahulu membungkus pusarnya yang masih menempel.Aku memang sudah pernah melahirkan, tapi aku tidak berani mengurus bayi yang tali pusarnya belum copot. Ngeri. Setelah selesai dibedong, barulah bayi mungil itu diberikan padaku. Wangi sekali. Perpaduan minyak telon dan bedak bayi begitu menguar lembut. Sudah lama aku merindukan wangi khas ini.Aku kembali menyusuinya, sambil menatapnya. Nikmat sekali rasanya bisa menyusui kembali seperti ini. Matanya yang tadi masih terbuka, perlahan kini mulai menutup. Ah, dia kembali tidur."Yu, Ibu pulang dulu. Nanti sore ke sini lagi. Di rumah juga ada Nak Fajar kan yang nemenin kamu," ujar Ibu sambil membereskan peralatan bekas mendandani cucunya."Iya, Buk. Makasih ya," jawabku yang masih menyusui."Mau saya antar, B
SENTUHAN HARAM SUAMIKUSudah lima hari ibu mertua menginap di sini. Dan itu, benar-benar membuatku tak nyaman. Ada saja perkataanya yang membuatku tersinggung. Seperti pagi ini, saat mas Fajar sedang sibuk mencuci di kamar mandi. Sementara aku, baru saja selesai sarapan di meja makan."Waktu jaman ibu dulu, tiga hari setelah lahiran juga sudah kuat nyuci baju, beresin rumah, malah ibu kuat nyari kayu bakar ke hutan," ujar ibu jumawa. "Wanita jaman sekarang kok malas-malasan sih. Apa-apa dikerjakan suami," lanjutnya lagi.Rina yang menemaniku di meja makan langsung menatapku dengan perasaan tak enak.Sekuat mungkin aku mencoba menahan amarah yang mulai bergejolak dalam dada. Kutarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Segera aku bangkit menuju halaman rumah, menghampiri mas Fajar yang sudah siap untuk menjemur pakaian."Biar aku saja, Mas!" Aku merebut b
SENTUHAN HARAM SUAMIKUSudah seminggu lebih, mas Fajar tidak ngojek. Alhasil tidak ada pemasukan sama sekali. Sementara pengeluaran tentu sangat membengkak. Karena BPJS-ku sudah tidak aktif, jadinya lahiran kemarin harus bayar sendiri. Beruntung bisa melahirkan secara normal yang biayanya tidak sebesar operasi Caesar. Belum lagi kebutuhan bayi yang lumayan banyak. Acara aqiqah kemarin juga cukup menguras tabungan.Seperti biasa, setelah solat subuh mas Fajar langsung berkutat dengan segala pekerjaan rumah terutama mencuci. Ya, sejak punya bayi cucian selalu saja menumpuk, karena aku belum berani memakaikannya popok sekali pakai. Sementara aku memilih untuk menyiapkan sarapan. Nasi goreng telur mata sapi jadi menu sarapan pagi ini. Simpel tapi bergizi. Kondisiku sepertinya sudah membaik. Tidak ada salahnya membantu mas Fajar walau hanya menyiapkan sarapan.Mas Fajar terlihat sudah menyelesaikan cuciannya. Sementara aku sedang membantu Putra memakai seragam
SENTUHAN HARAM SUAMIKU"Putri ... terjatuh dari ayunan!""Apaaaa?!" Mas Fajar terdengar sangat terkejut."Mas, cepetan pulang. Kita bawa Putri ke dokter. Aku takut terjadi apa-apa." Suaraku masih bergetar. Badanku pun masih gemetar."I-iya Dek. Mas pulang sekarang!"Sambungan pun terputus. Hatiku masih deg-degan. Jangan sampai sesuatu yang buruk terjadi pada Putri karena keteledoranku. Putri pun masih dalam pangkuanku. Tak ingin walau sebentar pun aku melepaskannya."Dede kenapa, Bun?" Putra datang menghampiri."Putri jatuh. Ini juga gara-gara kamu!" Karena hatiku sedang begitu kalut, tanpa sadar aku membentak Putra.Putra kembali berjalan pelan menuju kamarnya sambil menunduk. Seketika perasaan bersalah muncul dalam hati. Tapi aku abaikan karena kini fokusku hanya pada keadaan Putri.Setelah kurang lebih tiga puluh menit menunggu, akhirnya mas Fajar datang. Dengan terpogoh-pogoh dia masuk ke ru
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarSedih rasanya sudah berbulan-bulan lamanya aku tidak bisa menafkahi keluarga dengan baik. Aku yakin ini hukuman atas dosa-dosaku. Tapi seharusnya, akulah seorang diri yang mendapatkan hukuman ini. Keluargaku jangan sampai ikut merasakannya. Apalagi istriku. Dia sudah begitu sakit dan kecewa dengan pengkhianatan yang kulakukan. Kini harus kembali merasakan derita karena ekonomi yang hampir terpuruk.Apalagi sekarang anggota keluargaku bertambah satu. Putri kecil yang selalu terbayang-bayang di pelupuk mata kemanapun aku pergi. Otomatis bertambah pula biaya hidup keluargaku.Diam-diam aku selalu menitikkan air mata ketika berdoa. Berharap agar aku kembali diberikan kesempatan untuk kembali membahagiakan keluarga. Bekerja sebagai driver online sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi di masa-masa sulit seperti ini. Tak jarang hanya sedikit yang bisa
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov Fajar"Bun ... Dede Putri nangis!" teriak Putra.Ayu berlari kecil menuju kamar, diikuti olehku dari belakang."Aduhhh ... kacian anak cantik, kenapa nangis?" Ayu segera menggendong Putri, menimang-nimangnya."Kok, bau acem, sih?" Ayu mengendus-endus pantat bayi yang kini sudah berbobot lebih dari enam kilo itu."Owalahhh ... pantas saja nangis. Anak cantik ee, ya? Gatel ya pantatnya? Ganti dulu, yuk, diaper-nya!" Ayu meletakkan Putri kembali di atas ranjang yang sudah diberi alas. Dia berlalu keluar kamar, kemudian datang lagi dengan membawa baskom kecil berisi air hangat. Dengan cekatan Ayu membersihkan pantat Putri dengan kapas yang dicelupkan terlebih dahulu ke dalam baskom tadi. Kemudian memasang diaper baru. Sementara aku, masih terus memperhatikannya. Sesekali tertawa dengan Putra melihat menggemaskannya adik perempuannya itu.***Hari ini aku sambut pagi dengan semangat
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarMenempuh hampir satu jam perjalanan, akhirnya aku sampai di depan rumah. Turun dari motor lalu mengucapkan salam pada Ayu yang kebetulan memang sedang berada di halaman rumah, membolak-balik jemuran biar cepat kering."Kok, sebentar, Mas?" tanya Ayu tanpa menoleh. Tangannya masih sibuk membolak-balik jemuran baju."Iya, Dek. Kata Pak Iwan, besok mulai kerjanya.""Memang, Mas disuruh ngisi posisi apa di perusahaan Pak Iwan?" tanya Ayu lagi."Masuk, dulu, yuk. Nanti, Mas cerita di dalam." Aku masuk ke dalam rumah diikuti oleh Ayu dari belakang.Kuempaskan tubuhku ke atas sofa. Membuka kancing kemeja sebagian agar tak terlalu panas. Ayu datang memberikan segelas air putih, lalu ikut duduk di sampingku."Terima kasih," ucapku sambil menyimpan gelas yang menyisakan air tinggal setengah ke atas meja.Ayu hanya tersenyum kecil."Putra belum, pulang, Dek?" tanyaku."Belum, seb
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarHari berganti, minggu telah berlalu berlalu. Tidak terasa aku sudah bekerja di kantor ini selama sebulan. Sejauh ini ... belum ada perubahan yang signifikan.Hari ini hari pertama kali aku gajian, setelah sebulan terlewati. Kucek ATM sebelum pulang ke rumah. Alhamdulillah, batinku melihat deretan angka yang tertera di layar ATM. Nominalnya sama dengan struk gaji yang diberikan staf keuangan. Kuambil sebagian uang itu. Aku keluar dari ruang ATM dengan mata berbinar.Aku berhenti di sebuah minimarket. Masuk kemudian membeli beberapa macam camilan dan roti untuk Putra. Setelah itu, aku kembali melanjutkan perjalanan pulang."Assalamu'alaikum." Aku berlalu masuk rumah dengan menenteng keresek putih."Wa'alaikum salam. Ayahhh ... !" Putra langsung menyambutku kemudian bergelayut manja. Segera kusodorkan keresek putih itu