Seseorang menepuk pundak Rafh beberapa kali, menyadarkan lria itu bahwa bukan saatnya untuk menangisi sesuatu yang belum pasti kebenarannya."Tuan. Orang di rumah melaporkan bahwa tuan Alexadander berada di mansion." Rafh mendongak, mencerna apa yang baru saja didengarnya."Kau bilang apa?""Tuan ... sudah berada di rumah, penjaga mengatakan bahwa ada mobil hitam membawa tuan dan ... melemparnya." Rafh berdiri, tidak malu mengusap air yang membasahi wajahnya tadi. Dia meminta anak buahnya kembali mengatakan apa yang tadi di dengarnya, "Bisa kau jelaskan lagi?""Itu ... Tuan berada di rumah."Rafh langsung berlari ke.arah mobil, mendengar itu membuat jantungnya berdebar kencang, Alexander adalah penyelamatnya selama ini.Di perjalanan, dia terus menelepon dokter Maya memberi titah agar menyiapkan semuajyang di butuhkan. "Oh, Tuhan, terima kasih karena tuan masih selamat."Sepanjang jalan Rafh tidak henti mengucapkan kata syukur karena kedua atasnya bisa selamat dari bahayanya Orlando
Sampai di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar. Maya melihat seorang wanita gempal tengah terbaring di sana. Alexander mendekat dengan raut muka tanpa ekspresi seperti biasanya."Dokter, tolong periksa dia!"Dokter Maya mengangguk dan duduk di kursi yang sudah disediakan. Wanita gempal itu memandang Alexander dengan tatapan seperti ingin mengucapkan terima kasih tetapi bibirnya masih mengatup."Saya akan menyerahkan asrama wanita ini untuk Anda." Si wanita gempal ini mengernyit bingung. Tubuhnya yang berat tidak bisa bergerak untuk sekarang."Istriku, dia tidak menyukai tempat ini." Dokter Maya menoleh juga, tatapan tuannya sangat sendu, kerinduannya pada sang nyonya sudah sangat besar."Aku merasa jika dia enggan kembali karena aku yang masih berada ditempat seperti ini." Alexander mengingat semua kejadian hilangnya sang istri, juga karena orang-orang di dalam sini istrinya mendapat masalah."Untuk itu, tetaplah sehat. Kau bisa mengelola rumah wanita ini dengan namaku. Bukankah in
Dan hari yang sudah disepakati terjadi, Alexander dan Rafh sudah bersedia akan berangkat malam nanti. Beberapa orang mereka sudah lebih dulu melakukan perjalanan dan menjaga pergerakan Orlando lebih dekat."Aku akan menjemputmu sayang." Alexander mengusap wajah istrinya, yang disimpan pada liontin berbentuk bulat di lehernya.Malam nanti adalah malam yang di nantinya selama ini. Alexander berjanji akan membuat Orlando mendapatkan balasan yang setimpal karena sudah membuatnya dan Rianne terpisah."Kau mau kemana?" Tiba-tiba saja, seseorang memeluk Alexander dari belakang, menempelkan wajahnya pada punggung kekar nan hangat milik pria yang selama ini di idamkannya."Frea, lepaskan!" Alexander mencoba melepas pelukan Frea yang erat."Tidak. Jawab dulu, kau mau kemana?"Alexander membiarkan pelukan itu di perutnya, sudut bibirnya terangkat sangat simetris, "Menjemput Anna."Pelukan Frea melonggar, fan Alexander tersenyum melihatnya. Gadis itu berjalan ke depan saling bertemu tatap dengan
Sosok itu mendekat dengan perlahan agar suara kakinya tidak terdengar bahkan oleh cicak sekalipun.Ia mengeluarkan sapu tangan hitam dan membekap Rianne dengan cepat. Istri Alexander itu sempat membuka mata sebelum dia benar-benar tak sadarkan diri.Dengan gerakan tangan memanggil temannya yang lain, beberapa orang masuk melalui jalan yang sama seperti pria yang pertama tadi."Bawa Nona Rianne dengan hati-hati. Dan dalam hitungan ke 10 kita ledakkan tempat ini, mengerti." Ke-4 orang itu mengangguk sambil mengangkat jempol tanda setuju dan mengerti.Tidak lama, hanya dengan gerakan tangan menginterupsi teman-temannya, semuanya sudah keluar lagi.Sementara itu, Orlando yang keluar dari kamar Rianne tadi menuju ruang kerja miliknya, ruang yang dilengkapi dengan cctv dimana dia bisa melihat apapun yang Rianne lakukan di dalam kamarnya.Baru saja dia akan memasuki ruangan miliknya, teriakan Lyora kembali mengagetkannya. Orlando tidak menunggu lama untuk melihat itu. Dia berlari kencang ke
Alexander berdiri dan menjauhkan diri dari Orlando, tetapi siapa sangka bahwa pria itu malah menarik kaki Alexander dan kembali menerjangnya. Perkelahian kembali terjadi. Anak buah Alexander yang bersiap akan menyelamatkan tuannya terpaksa berdiam diri saat Orlando mendekatkan pisau kecil dengan dua mata tajam ke arah leher Alexander."Turunkan senjata kalian atau lehernya kupotong sekarang!"Semua menurunkan senjata dengan perlahan, Alexander tidak melakukan apapun walaupun dia sangat ingin. Ia hanya saling tatap dengan Rianne yang juga sangat terkejut dengan apa yang Orlando lakukan."Rianne, minta suamimu melepaskan Lyora sekarang juga.""Lyora?""Yah. Suami bejatmu ini, menculiknya dan menyekap adikku." Rianne meminta jawaban dari Alexander yang bernapas saja akan sangat membahayakan, pisau itu menempel di kulit lehernya. Sekali tekan saja, sudah bisa dipastikan Alexander tidak akan selamat kecuali dia memiliki banyak nyawa."Bicaralah! Katakan dimana kau menyembunyikan adikku bre
Rafh menghembuskan napas pelan, "Kenapa bertanya pada kami? Tujuan kami asalah menyelamatkan nyonya Rianne bukan menculik Lyora.""Brengsek." Satu tinjuan tertahan di udara saat suara dering ponsel terdengar, Orlando meraih ponselnya dan melihat siapa nama si pemanggil."Lyora ... kau dimana?"Orlando masih menatap musuh pada Rafh yang tidak terpengaruh sedikitpun."Kau baik-baik saja? Maksudku, apakah ada yang menghadang atau menculikmu?"Orlando mematikan ponselnya dan berdecak melihat Rafh yang hanya mengedikkan bahu acuh padanya.Orlando kembali pada Rianne yang masih menunggu di kursi tunggu, menutup wajah dengan kedua tangan. Orlando menghela napas panjang, ingin marah pada siapa jika Rianne yang dicintainya tidak ingin bersamanya?"Rianne, aku ...."Rianne menoleh, menampilkan senyum ramahnya pada Orlando, "Bagaimana Lyora? Rafh sudah memberitahumu dimana dia?"Orlando tersenyum kaku, "Suamimu, selain membuat wajahku rusak dia juga membodohiku berulang kali." Orlando mengusap a
Alexander berdecak, "Kalau begini aku, rela melukai diri sendiri terus. Kau akhirnya mengakui kalau mencintaiku."Rianne mengangkat wajah, "Memang aku belum mengatakannya, ya?"Alexander mengangguk, "Mana mau istriku yang cantik ini mengaku." Rianne kembali terkikik geli, dia lupa apakah memang benar dia tidak pernah mengakui mencintai Alexander selama ini."Kalau begitu, aku akan terus mengatakan kalau aku mencintaimu." Putus Rianne membuat Alexander semakin mengeratkan pelukannya."Aku semakin merasa bersalah, aku menghancurkan hidupmu dan sekarang kau berikan seluruh hatimu untukku.""Itu juga hukumanmu."Alexander mengangguk, "Kalau hukuman ini, aku menyukainya. Tidak apa kita tidak bercinta selama setahun, asalkan masih bisa seranjang denganmu.""Otakmu hanya ada itu ya?"Alexander tertawa, "Aku ini pria normal, mana tahan kalau melihat tubuh molek meliuk di depan mata."Alexander langsung memejamkan mata karena sadar dia salah bicara, sementara Rianne memicingkan mata karena ter
Rianne mengangguk. Dengan gerakan kuat Alexander berpacu mengejar pencapaian begitupun dengan Rianne yang sudah menancapkan kuku di punggung Alexander juga siap dengan ledakan besar."Aaaaaakh." Keduanya sampai bersama lolongan merdu terdengar di dalam kamar yang kedap suara. Tubuh mengejang Rianne pertahan melemas dengan jatuhnya Alexander diatas tubuh polos dan basah sang istri.Satu kecupan mendarat di kening, dan ditambah dengan kecupan lain di kelopak mata yang tertutup juga bibir yang terbuka sedikit yang masih terengah mendapatkan bagian bertubi-tubi.Alexander mengecupi seluruh wajah Rianne barulah dia menjatuhkan diri ke samping istrinya. Membawa tubuh polos itu masuk dalam pelukannya."Sayang, berjanjilah, jangan lagi meninggalkanku. Hmmm."Rianne mengangguk lemah, membalas pelukan sang suami dan mulai memejamkan mata.Alexander masih terjaga, mendengar deru napas halus sang istri yang sudah terlelap dengan damai setelah bekerja keras.Jemarinya membelai wajah Rianne yang m