"Aku pikir selama ini aku cukup memiliki Ghea dan Mitha.""Aku ngerti kalian berteman, tapi ini masalah serius. Jadi kamu butuh lebih dari sekedar dua sahabat wanitamu itu.""Om sudah tahu tentang kepergianku ke cafe siang itu. Sekarang aku menagih janji Om.""Apa?""Om bilang akan menjelaskan tentang kerenggangan hubungan Om dengan Mamanya Rendy." Aku memberanikan diri melihat Om Do yang masih terlihat kesal dan pertanyaanku barusan seperti membuat dia semakin gundah."Ceritanya panjang, kalau aku ceritakan sekarang kamu akan tidur kemalaman. Jadi beristirahatlah! Aku janji akan menceritakannya padamu, tapi tidak sekarang." Setelah itu dia membaringkan tubuhnya di bawah sofa bersiap untuk tidur. Sebenarnya aku kasihan juga melihat dia tiap malam tidur di atas karpet atau di sofa. Tapi mau bagaimana lagi, sampai saat ini aku tidak mau tidur satu ranjang bersamanya. Pernah aku menawarkan untuk bertukar tempat, aku tidur di luar dan dia tidur di kamar. Tapi Om Do menjawab, bahwa keseha
Tiba di anak tangga paling bawah aku merunduk setelah sebelumnya melihat sekilas ke arah toko dimana Bu Zaskia memang masih berada di sana. Wanita itu tengah menunduk membuka lembaran-lembaran kertas, sepertinya Bu Zaskia sedang menunggu fotokopian.Dengan berjalan merunduk aku melewati area toko yang terhalang oleh rak pajangan, hingga sampai di luar toko aku segera berjalan dengan cepat menuju mobil Om Do yang terparkir tepat di depan ruko. Rasanya sudah seperti maling saja, apalagi dengan jaket hoodie yang membalut tubuhku hingga kepala terasa gerah dan makin ribet saja. Juga masker dan kacamata hitam yang aku gunakan, supaya jika kebetulan Bu Zaskia melihatku dia tidak akan mengenaliku."Hey, siapa itu?!" Tepat beberapa langkah lagi aku sampai di mobil, tiba-tiba Danang berteriak. Rupanya karyawan Om Do itu melihat keberadaanku tapi tidak mengenali aku. Lantas mencurigai aku sebagai orang yang akan berbuat jahat. Aduh, bagaimana kalau sampai Om Do dan Bu Zaskia datang menghampirik
Sepeninggal Om Do, dalam keadaan masih berjongkok aku bergerak mendekati pintu mobil bagian belakang lalu meraih pintunya dan menariknya perlahan. Syukurlah, ternyata mobil dalam keadaan tidak terkunci. Kemudian aku membukanya sedikit dan menyelinap masuk lalu berbaring di jok belakang.Tidak lama kemudian pintu di samping kemudi terbuka, aku melirik, pria itu masuk dan duduk di sana. Tanpa berkata apapun, setelah menoleh, Om Do melajukan mobil meninggalkan pelataran ruko. Sekitar dua ratus meter setelah berada di jalan raya, Om Do menghentikan mobilnya. "Ada apa, Om?" Aku mendongak karena mengira jalanan tersendat karena ada kemacetan."Pindah ke depan dan jelaskan!" ucapnya dingin.Tanpa menunggu lagi aku membuka pintu lalu beralih duduk di depan. Setelah sebelumnya membuka jaket Hoodie, kaca mata dan masker lalu menaruhnya sembarangan di jok belakang."Apa yang terjadi?" Sambil kembali melajukan mobil, pria yang fokus ke depan ini bertanya lagi, sementara aku masih sibuk merapika
"Om, hari ini aku pulang agak cepat. Apa boleh aku pulang sendirian?" Siang ini aku menghubungi Om Do."Kenapa, apa kamu bolos?""Kebetulan dosenku di dua jam terakhir tidak masuk. Beliau memberikan tugas untuk dikumpulkan di pertemuan berikutnya.""Kamu tidak boleh pulang sendirian. Ingat, jalanan tidak aman buatmu. Memangnya kamu mau bertemu lagi dengan Papa tirimu itu?" "Makanya jemput, dong!""Saat ini aku sedang tidak bisa menjemputmu karena sedang ada pekerjaan. Jadi sebaiknya kamu diam dulu di kampus sampai aku datang.""Yang benar saja?! Aku harus menunggu selama itu di kampus? Oh Tuhan, please, Om, aku bukan anak SD yang harus selalu diantar jemput.""Aku hanya mengingatkanmu, La. Ingat kejadian di dalam lift itu, Dimas bisa ada dimana saja."Panggilan itu aku putuskan secara sepihak. Kesal juga karena peraturan dari Om Do yang kurasa sangat memberatkan. Tidak mungkin juga Om Dimas terus mengikuti aku. Waktunya tidak akan dihabiskan untuk itu. Mama juga sangat lengket padany
"Ayo, La. Wanita itu dituntut tidak untuk cantik luarnya saja, tapi juga cantik hatinya. Dengan sering mengikuti kajian, insya Allah kita akan cantik luar dalam," ucapnya lembut. Aku mematung beberapa saat yang pada akhirnya mengiyakan ajakan dosen cantik ini.Sepanjang jalan mengikuti langkah Bu Zaskia aku terus menggerutu di dalam hati, kenapa juga harus bertemu dengan dosen berhijab lebar ini. Dua menit kemudian kami sudah sampai di sebuah tempat dan ternyata kajian ini diadakan di mushola kampus. Ada sekitar lima belas orang mahasiswi yang entah dari fakultas mana saja sudah berkumpul di tempat ini. Aku mengikuti Bu Zaskia dan segera masuk sambil mengucap salam lalu duduk disebelah wanita itu.Setelah berbasa-basi, Bu Zaskia memulai tausiyahnya. Seperti yang dia bilang tadi, bahwa kegiatan ini lebih mirip dengan tanya jawab, sebab Bu Zaskia tidak langsung ceramah melainkan dia membuka sesi tanya jawab dari para mahasiswi yang kemudian dia jelaskan melalui tausiyah pendek.Aku yang
"Terima kasih, Bu. Saya nanti naik grab atau ojek online saja. Soalnya saya ada keperluan yang lain dulu," tolakku halus."Oh ya. Kalau begitu saya duluan, ya. Terima kasih sudah mengikuti kegiatan saya hari ini jangan lupa nanti kalau ada kajian lagi, kamu ikut."Aku hanya tersenyum mendapat pesan seperti itu dari Bu Zaskia. Sebenarnya aku enggan mengikuti kegiatan seperti tadi, jenuh dan membosankan.Bu Zaskia berbelok ke arah tempat parkir sementara aku lurus menuju pintu gerbang. Kali ini aku bertekad jika Om Do tidak menjemputku maka aku akan pulang sendiri.[Aku menunggumu di tempat parkir.] Beberapa langkah lagi aku sampai di pintu gerbang tiba-tiba masuk pesan dari Om Do.Seketika dahiku berkerut, kenapa Om Do lancang sekali masuk tempat parkir kampus ini. Bagaimana aku bisa menemui Om Do di tempat parkir, sementara di sana ada bu Zaskia yang akan mengambil motornya.[Aku sudah sampai di pintu gerbang. Om ke sini saja, aku males jalan ke situ.] Itu balasan yang aku kirimkan.
Aku membawa laptop dan menyalakannya setelah kusimpan di atas meja makan. Ada beberapa tugas yang belum dikerjakan dan harus selesai besok. Kulihat pria itu pergi ke kamar, sepertinya akan berganti pakaian. Aku membiarkan dia melakukannya sendiri, meskipun ketika menelepon kemarin, Mama berpesan supaya aku selalu menyiapkan pakaian untuknya. Ah biar saja, toh dia tidak pernah memaksa dan menuntutku."Tralala! Sini!" Terdengar teriakan pria berkumis tipis dari dalam kamar. Sudah kebiasaan dia menyebut namaku dengan sebutan tralala kalau sedang kesal. Sebenarnya aku ingin protes, tapi aku sadar aku pun memanggilnya dengan sebutan Om Do. Sebutan yang tak pantas bagi seorang suami dari istrinya."Ada apa sih, Om teriak-teriak? Ini malam loh, tetangga sebelah sudah pada tidur." "Tidak perlu berbasa-basi, aku butuh penjelasan, La!""Penjelasan apa?""Jelaskan kenapa benda ini berada di lemarimu?!"Om Do melempar pembalut yang aku sembunyikan di bawah bajuku, seketika mataku terbelalak."I
"Argh!! Jadi kamu menipuku, menipu Rendy dan semua keluargaku?! Kenapa kamu mempermainkan pernikahan, memfitnah Rendy dan mencoreng nama baik keluarga kami?!" Om Do bergerak maju, ia meraih kedua bahuku dan mengguncangkannya. Aku yang merasa bersalah tidak bisa berbuat apapun, melawan pun aku tak bisa. Kubiarkan saja dia melakukan apa yang dia mau, aku pasrah meskipun dia akan menyakitiku.Namun semua itu tidak ia lakukan, Om Do menghempaskan tubuhkuhingga aku bersandar ke dinding lalu pria itu berjalan mundur dan kedua tangannya meremas rambutnya. Tubuhnya ia hempaskan pada ranjang hingga sedikit memantul saking kerasnya."Jadi apa maksudmu memfitnah Rendy?" Sekarang tatapan tajamnya tertuju padaku, matanya terlihat merah."Apakah Rendy pernah menyakitimu hingga kamu berbuat setega itu?"Aku menggeleng dengan air mata yang tidak lagi terbendung. Rendy memang tidak bersalah, aku hanya ingin keluar dari rumah itu tanpa tahu harus bagaimana."Rendy tidak salah, aku yang salah, aku mint