Rex terbahak mendengar apa yang diucapkan oleh Marina, kekasih gelapnya. Mereka berdua dengan sengaja menghina mantan perawat lansia tersebut."Coba dicek, Rex. Apa dia bau GPU?" gelak Marina makin kencang."Apa itu GPU?" Rex ikut tertawa meski tidak paham apa yang dimaksud. "Itu, GPU minya gosok! Biasanya orang tua kalau dipijat pakai minyak GPU!" Meledaklah tawa Marina disambut hak serupa oleh Rex. Tertegun, Lyra menatap layar, memperhatikan wajah Marina yang nampak sangat cantik. Hidung mancung, rambut dicat cokelat terang, dan memakai soft lens berwarna biru terang. Untuk sesaat, kekasihnya Rex itu terlihat seperti orang asing sungguhan. 'Ya, Tuhan. Inikah yang bernama Marina? Dia sungguh cantik! Sedangkan aku? Astaga! Mereka pasti akan terus menghinaku karena aku tak secantik dia!' jerit Lyra di dalam batin. Rex tertawa mendengar ejekan kekasihnya, “Iya, ‘kan, dia jelek? Makanya, kamu tidak usah cemburu meski aku satu kamar dengannya. Biar ada gempa bumi sekalipun, aku tidak
Rexanda Adiwangsa, pemuda kaya raya yang minus didikan moral dari ibunya akibat terlalu dimanja serta ayah yang terlalu banyak ke luar negeri untuk bekerja. Kini, ia tidak pernah merasa bersalah telah menodai seorang gadis perawan. Bahkan, terus mempercayai kalau dia dijebak demi menutupi kesalahan diri sendiri. Lyra Kanigara, wanita desa sederhana yang bekerja menjadi perawat lansia demi menanggung beban pengobatan orang tua di rumah. Tak pernah menyangka kesuciannya direnggut sedemikian kasar, ditambah siksaan batin serta raga yang seakan tiada ujung. Bahkan, sang suami kini menamparnya dan menawarkan untuk bercerai. Berderai air mata di pipi akibat sentuhan kasar tak berbelas kasih. Jika hati bisa bersenandung, maka hanya kehancuran yang ia nyanyikan. “Ayo, tinggalkan rumah ini! Pergi dari hidupku! Katakan pada Papa kalau kamu minta cerai! Cepat!” bentak Rex pada istri barunya dengan berapi-api. Namun, sebesar apa pun keinginan Lyra untuk pergi dari siksaan neraka dunia ini, ad
Rex terus berpikir dan memutar otak bagaimana caranya membelikan tas Balenciaga keluaran terbaru untuk Marina. Ia sampai berniat ingin berbohong pada ayahnya supaya dikucuri uang lebih banyak lagi.Di saat ia sedang berpikir keras, Marina tiba-tiba merebahkan kepala di pundaknya dan mengembus lelah.“Tapi, kalau kamu memang sedang tidak ada uang, ya, tidak apa-apa, Rex. Aku soalnya juga harus membayar tagihan credit card yang agak banyak bulan ini. Siapa tahu kamu bisa bantu.” Marina membelai dada bidang sang Tuan Muda. “Atau … bagaimana kalau aku pinjam saja dulu uangmu? Nanti kalau rumah mendiang ayahku yang di Pantai Indah Kapuk sudah laku, aku akan mengembalikan uangnya. Kemarin sudah ada pembeli yang sepertinya tertarik dengan serius,” ucap Marina berbinar.Sesungguhnya, saat ini Marina dan keluarganya sedang mengalami kesulitan keuangan. Semenjak ayahnya yang pejabat eselon itu meninggal, harta mereka sedikit demi sedikit terkuras habis. Kebiasaan Marina dan ibunya bermewah-me
Suara orang sedang bercinta dengan liar bersama desahannya terdengar di ponsel Lyra. Ia membeku hingga tak terasa apa pun di dalam hatinya. Segala sesuatu nampak buram dan telinganya hanya fokus pada apa yang terdengar. “Rex, aaahhh! Aku hampir sampai!” seru Marina entah di mana. Tak tanggung, sang lelaki pun mengatakan hal serupa. Namun, mendadak Rex tertawa dan bertanya sambil terengah. “Heh, istri jelek! Mau apa menelepon, hah? Mau mendengarku bercinta dengan Marina, ya?” Pertanyaan Rex membawa Lyra kembali pada kesadarannya yang sempat hilang beberapa saat. Sekujur tubuh lemas, tangannya pun gemetar. Dia hanyalah gadis polos dari desa yang tidak tahu hingar bingar kehidupan ibu kota. Tak paham kenapa bisa Rex dan Marina yang masih berstatus kekasih sudah tidur bersama. Ia juga tidak paham kenapa Rex yang sudah berjanji suci saat akad nikah mempermainkan agama sedemikian rupa? Tak takutkah suaminya itu akan dosa? Kenapa pula Marina mau bercinta dengan suami orang? Apa wanita it
Memasuki kamar Nenek Tariyah, ia menyapa wanita renta dengan hangat. “Halo, Nenek. Ini saya, Lyra. Mau saya pijat, Nek?” senyumnya langsung duduk di tepi ranjang dan menekan-nekan kaki berkulit keriput. “Lyra dari mana?” tanya Nenek Tariyah. “Dari dapur, Nek. Setelah ini, Nenek makan, ya? Ada perawat baru, namanya Emi.” “Lyra pergi?” wajah Nenek Tariyah nampak sedih. “Tidak, Nek. Lyra pindah tugas di lantai dua. Tapi, setiap pagi Lyra akan main kemari, ya?” senyum Lyra terus memijit. Emi sudah kembali membawa semangkuk bubur yang diberi kuah soto serta ayam yang telah dihaluskan. Nenek Tariyah sudah sulit mengunyah makanan keras, setiap hari ia hanya makan bubur. “Nek, makan dengan Emi, ya?” seru Emi meniup bubur yang masih terlihat sedikit panas, asap mengepul. “Ranjangnya dinaikkan dulu, Mbak Emi,” ucap Lyra mengingatkan lagi untuk membuat sandaran bed Nenek Tariyah menjadi lebih naik. Ranjang yang digunakan adalah ranjang rumah sakit, bagi Harlan ini lebih memudahkan bagi pa
Keluarga Adiwangsa selain Harlan memang selalu mencari cara agar bisa menyingkirkan Lyra. Mereka tahu, bahwa Harlan sebagai kepala keluarga selalu melindungi sang menantu. Maka, untuk bisa membuat mantan perawat lansia tersebut pergi dari rumah, mereka harus membuat Lyra buruk di mata Harlan.Emi yang dpercaya untuk mencari bukti adanya benda ilmu hitam bergerak cepat. Sejak pertama datang, dia sudah tidak suka dengan Lyra karena dianggap menggurui. Maka, ketika Ajeng memberinya kepercayaan, tentu tidak akan disia-siakan. Dengan semangat 45, Emi membongkar kamar bekas dipakai Lyra saat menjadi perawat dulu. Ukurannya tidak terlalu besar. Hanya 3x3 meter saja. Berisi satu ranjang, satu lemari pakaian dua pintu, dan satu kipas angin.Sudah hampir dua jam membongkar, tetapi tidak ditemukan apa pun. Emi duduk sambil bersungut-sungut. “Sialan, tidak ada apa-apa!” kesalnya terengah lelah. “Kalau begini caranya, tuduhan Lyra memakai ilmu hitam untuk meluluhkan hati Tuan Harlan bisa-bisa ga
Keesokan pagi, alarm di ponsel Marina berbunyi ketika menunjukkan pukul 7 pagi. Wanita itu mengambil gawai dengan mata masih mengantuk, lalu mematikannya. Menoleh ke kanan, Rex masih tertidur lelap. Semalam, kekasihnya itu mabuk berat. Rupanya, rasa beban di dalam hati sang lelaki terhadap Lyra membuatnya lupa daratan hingga akhirnya terus menenggak minuman keras.Tersenyum, Marina melihat wajah Rex yang tampan dan membelainya mesra. “Sayang, ayo, bangun. Kita harus segera pulang,” bisiknya mengecup bibir beraroma alkohol.Rex diam saja, masih terkelap. Akhirnya, Marina membangunkan sekali lagi dengan mengguncang lebih keras. “Bangun! Aku ada pemotretan siang nanti! Kita harus pulang!”“Kepalaku pusing!” rengek Rex seperti anak kecil, perlahan membuka mata. “Iya, aku tahu. Kamu mabuk berat semalam! Tapi, sekarang waktunya pulang. Ayolah, kita pergi dari sini sekarang, ya?” Marina turun dari ranjang. Wanita itu masih berpakaian lengkap karena semalam mereka tidak jadi bercinta. Untu
Lyra membeku di depan pintu kamarnya. Berhadapan dengan Rex yang setengah sadar, di mana Marina ada di sana pula. Bagaimana mungkin seorang mantan kekasih bisa dengan penuh percaya diri datang seperti ini? ‘Tidakkah Marina memiliki rasa malu?’ heran Lyra dalam hati. Ia atur napas agar tidak terlihat berembus terlalu kencang memburu. “Jadi, kami yang bernama Lyra? Pembantu jelek yang menjebak Rexanda Sayang hingga terpaksa menikahimu?” sinis Marina memandang rendah.Lyra tersenyum tenang, lalu membalas. “Jadi, ini yang bernama Marina? Perempuan yang mau saja bercinya dengan suami orang?”Wajah Marina merah padam mendengar balasan Lyra. Ia tidak menyangka akan mendapat serangan balik seperti ini. Ganti wanita itu yang napasnya memburu.“Pak Bondan, tolong letakkan Mas Rexanda di atas ranjang, ya?” pinta Lyra dengan sopan kepara satpam rumah yang juga teman baiknya.“I-iya, Neng Lyra,” angguk satpam itu kemudian memapah Rex menuju peraduan.“Marina! Marina!” teriak Rex melayang-layangk